06

234 35 7
                                    

Padahal baru bertemu sekali, tapi kesannya membekas sampai seperti ini.

Karyawannya sudah pulang semua. Kini tinggallah Yechan sendirian.

Tak ingin mengharap, namun mata tak lepas dari pintu restoran.

Duduk di kursi terhalang meja kasir, Yechan membuka-buka majalah sembari melirik kalau-kalau ada yang datang.

Satu jam ...

Dua jam ...

Waktu merangkak sekarang menunjuk ke angka sembilan. Yechan menguap, merentangkan tangan. Ia belum ngantuk, hanya saja lehernya terasa sedikit pegal.

Teman-temannya banyak yang menelpon, sudah semingguan ia tidak ikut berkumpul walau sekedar berbincang.

Yechan berkata nanti, karena ada yang masih ia nanti.

Mematikan ponsel, ia pun menunduk. Cukup lama dalam posisi itu sampai ia merasakan perasaan itu lagi.

Suasana yang mendadak hening, diikuti dengan derit pintu yang terbuka serta suara lonceng yang menggema.

Yachan mendongakkan kepala, dan ya ... ada dia. Dia yang sedari tadi ia tunggu kedatangannya.

"Jae?" Yechan menyapa, tak lupa dengan lemparan senyum cerah yang menyilaukan mata.

Pria dengan rambut dandelion berdiri di depannya, masih dengan kaos putih dan celana jeans yang tampak pas walau membuat Yechan bertanya-tanya apa pria itu tidak merasa kedinginan padahal seharian tadi kota mereka sudah diguyur hujan.

"Kamu belum pulang?"

Yechan menggeleng, ia menatap ke arah pintu. Awalnya merasa aneh, karena papan sudah ia balik menjadi close, namun Jae tetap masuk.

Mungkinkah karena Jae tahu bahwa ada dirinya di dalam?

Bahkan walau pintu itu sebagian besar kaca, apa sebegitu kentaranya padahal ia duduk hampir tertutup meja?

Tapi, kenapa bertanya lagi jika sudah tahu?

Basa-basi?

Yechan mengerjap pelan, mengabaikan semua yang berseliweran di dalam pikiran, dan kembali memusatkan perhatian. Tentu tak tahan untuk tidak mengembangkan senyuman.

Hal yang mengganjal biar saja tersimpan di pikiran.

Gingsul terlihat dari sang lawan bicara, senyumnya berbalas, dan Yechan merasakan bunga mekar lagi di hatinya, kupu-kupu beterbangan di perutnya.

'Baru kenal, Shin Yechan. Jangan baper dulu!' ingatnya pada dirinya sendiri.

Namun, beramah tamah ia yakin tak akan menjadi  masalah.

"Mau makan di sini, apa dibawa pulang aja, Jae?"

Jae yang sudah disodori buku menu menatap Yechan lama, "Aku pesen air putih aja. Ga apa-apa, 'kan?"


My Jae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang