08

316 38 4
                                    

Tak disangka, mungkin juga karena permintaannya, Jae jadi sering datang walau tak banyak yang pria itu pesan. Bahkan seringkali hanya air putih saja yang ada di atas mejanya.

Yechan tak mempermasalahkan, kehadirannya saja sudah membuatnya kegirangan. Tak peduli apa, setiap kali Jae datang, Yechan langsung menghampiri dan duduk menemani.

Ia membawa secangkir kopi, tak jarang menawari. Akan tetapi, Jae hanya menggeleng sebagai ganti.

Mereka mengobrol asyik, Yechan juga banyak bercerita tentang dirinya setiap kali Jae bertanya.

"Banyak yang bilang aku hanya beruntung karena punya keluarga kaya. Gagal, masih ada yang akan ngasih modal."

"Kamu tersinggung?"

Yechan menggeleng, "Kenapa aku harus tersinggung? Apa yang mereka bilang bener, kok. Aku ga akan menyangkal, karena itu benar."

Jae terdiam, tak menyela. Namun, memandangi Yechan dengan dalam.

"Papa punya banyak relasi yang secara ga langsung mempengaruhi. Tapi, ya ga segampang itu juga. Aku pernah gagal karena berbagai hal. Tempat ini juga dulu ga seramai sekarang."

Yechan tertawa, sedikit malu sebenarnya. Ia bahkan tidak tahu apakah Jae bisa menerima sisi dirinya yang itu.

Namun, Jae tak pernah menunjukkan raut keberatan di wajahnya yang rupawan. Jujur saja wajah ini lah yang mampu memikat Yechan.

Di hadapannya Jae tersenyum, lalu mengulurkan tangan, dan menepuk punggung tangan Yechan pelan. Menenangkan, juga ... menyenangkan.

"Sekarang kamu kan udah sukses, udah bisa ngebuktiin kalau kamu juga bisa berhasil dengan kerja keras sendiri. Jangan terlalu mikirin omongan orang, ga ada abisnya."

Yechan setuju, ia pun mengangguk, dan mengucapkan terima kasih karena pengertian Jae akan dirinya yang sebenarnya cukup memalukan.

Dulu ia masih muda dan hanya bermodalkan kenekatan saja. Tapi, syukurlah dia sekarang sudah berhasil mendapatkan keinginannya. Pekerjaan yang sejak dulu ia dambakan. Ya, siapa juga yang tidak mau menjadi bos, 'kan?

"Oh iya, kamu ga mau makan? Aku pesenin ya, atau mau aku aja yang masakin?"

Jae mengangguk, "Kamu aja yang masakin. Itu juga kalau ga ngerepotin, sih ..."

Mata Yechan berbinar saat melihat cengiran, "Oke! Kamu tunggu sini bentar ya, Jae."

"Masukin wadah aja nanti. Mau aku bawa pulang dan hari ini jangan kasih gratis lagi, ya? Nanti aku beneran ga mau dateng lagi."

Yechan tak mengatakan apa-apa, namun senyuman ia rasa sudah cukup sebagai jawaban.

"Nanti aku anterin kamu pulang, ya?"

Kali ini Jae sama sekali tak mencoba untuk menolak tawaran yang Yechan beri.

My Jae✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang