Hari sudah malam, Marvel baru saja ditempatkan ditempat makan menggunakan kursi rodanya oleh Chavi, tadinya bubu tidak mengizinkan Chavi yang mendorong karena khawatir, namun mendengar rengekan cucunya itu membuat bubu menggeleng pelan dan menuruti kemauan Chavi, namun dirinya tetap memantau.
Makan malam terasa hangat karena Marvel sudah kembali pulang kerumah setelah hampir 1 minggu dirawat dirumah sakit, bubu dengan telaten menyiapkan nasi dan lauk pada piring milik semua anggota keluarga mereka.
"makan yang banyak sayang-sayangnya bubu" ucap Tira sambil tersenyum.
"Chavi kan sayangnya Gammy, kenapa ngga disebut" protes Chavi.
"haha iya sayangnya Gammy, maaf ya" Tira mengusap rambut Chavi sayang.
"abang belum boleh pakai kruk emangnya?" tanya Jericho pada abangnya.
"kalo sekarang belum boleh, paling nanti kalo udah fisioterapi pertama baru dibolehin" jawab Marvel pelan.
"memangnya kapan mulai fistoterapi-nya?" tanya Jericho lagi.
"iya juga ya pa, kapan mulainya? kok Marvel ngga dikasih tau?" Marvel bertanya pada papanya.
"dokter sih bilangnya sekitar 5 hari dari sekarang" ujar sang papa menjawab.
"untung Chavi lagi libue sekolah, Jadinya bisa temenin papa" Chavi menyengir lebar.
"iya anak baiknya papa" Marvel tersenyum lembut kearah anak semata wayangnya itu.
Semua anggota keluarga disana tersenyum melihat interaksi Marvel dan Chavi, lalu mereka melanjutkan makan malam mereka hingga selesai.
Marvel yang sudah berada dikamarnya, dibantu naik keatas kasur oleh Jericho, dan setelahnya Marvel mengucapkan terimakasih pada adiknya itu, dan satu persatu mulai pergi dari kamar Marvel, namun ketika bubu hendak keluar juga, Marvel menahan tangan bubunya.
"Marvel pengen ngobrol sama bubu" ucap Marvel pelan.
Bubu tersenyum lalu duduk ditepi kasur milik Marvel, bubu genggam tangan kanan Marvel dan mengelusnya sayang, bubu juga mengulurkan sebelah tangannya yang menganggur untuk menyurai rambut hitam milik anak sulungnya itu.
Bubu menatap Marvel lekat dan detik berikutnya tiba-tiba air mata mengalir dari mata sang bubu, membuat Marvel menatap bubu-nya khawatir, lalu Marvel pun menghapus air mata bubu-nya.
"Marvel udah ngga papa, bubu jangan sedih terus, Marvel ikut sedih kalo bubu kaya gini terus" Marvel menatap bubunya sendu.
"bubu cuma nangis bahagia kok nak, bubu seneng Marvel masih ada disini sama bubu dan yang lain, terimakasih karena sudah bertahan ya?" Tira masih terus mengelus rambut Marvel dengan penuh kasih sayang.
"semua ini juga berkat do'a bubu dan semua orang yang sayang sama Marvel bu, udah mulai sekarang kita harus senyum bahagia terus ya, jangan ada sedih-sedih lagi" Marvel tersenyum.
"iya sayang, oh iya gimana soal kamu sama dedek Avi?" tanya bubu tiba-tiba.
"Marvel masih bingung bu, Havian minta nanti buat temenin fisioterapi, tapi Marvel malu kelihatan lemah didepan Havian" Marvel menunduk sebentar.
"nak, Havian tuh tulus banget loh sama kamu, dia bahkan berusaha cepet lupain masalah kalian supaya bisa deket dan bantu kamu sampai pulih, bubu sebenernya ngerasa ngga enak karena ngerepotin keluarga Feivel terus, tapi ngga ada salahnya kalo kita juga berusaha buat perbaiki hubungan kita" bubu mengusapi tangan Marvel yang masih ia genggam.
"sebagian besar salahnya ada di bubu sama papa, dan kamu itu juga korban keegoisan oma, jadi ngga ada salahnya kalo kamu nyingkirin rasa ngga enak kamu buat perjuangin dedek Avi lagi, ntah nanti gimana jawaban dedek Avi, seenggaknya kamu udah coba usahain yang terbaik untuk hubungan kalian" ucap bubu memberi nasihat.
"bu, kondisi Marvel udah beda sekarang, udah punya Chavi dan pernah menikah, ngga mungkin Havian masih mau nerima Marvel" Marvel berujar pelan.
"dulu tuh kamu pernah janji sama dedek Avi mau nikahin dia dan jadiin dia istri ketika kalian nanti besar, dan kamu biang itu sambil senyum manis dan peluk dedek Avi erat, kamu ngga mau gitu coba buat pejuangin semuanya lagi?, jemput kebahagiaan kamu sama dedek Avi" bubu mencoba membuat Marvel ingat lagi pada janjinya dahulu kala.
"Marvel pengen bu, pengen banget malah, tapi Marvel sadar posisi, Marvel dan Havian udah berbeda, Marvel takut nyakitin Havian lagi nantinya" Marvel masih saja overthinking.
"kalo gitu ya jangan disakitin sayang, usahain semua yang terbaik untuk Havian, kalian berhak bahagia, semua orang pasti pernah ngelakuin kesalahan, dan semua orang berhak dapet kesempatan kedua, kamu lihat dedek Avi sekarang, makin cantik, makin pinter cocok loh sama kamu yang ganteng dan udah mapan kaya gini" bubu mencoba menyemangati anak sulungnya itu.
"kalo soal Chavi kan, kamu tau sendiri gimana perduli dan sayangnya dedek Avi sama anak kamu satu-satunya itu, bubu pengen kamu jadiin dedek Avi mantu- nya bubu, mau ya sayang?" bubu tersenyum manis.
"bu, ngga papa kalo misalnya Marvel egois?" tanya Marvel lirih.
"boleh, tentu boleh sayang, apalagi egoisnya Marvel itu buat perbaikin kesalahan dimasa lalu dan berusaha perjuangin cinta masa kecil kalian, bawa dedek Avi kepelukan kamu, bisa sayang?" bubu bertanya sambil tersenyum manis.
"tapi Marvel takut Havian nolak kehadiran Marvel bu" Marvel kembali menunduk sedih.
"sayang, usaha itu udah hal yang paling terbaik yang kamu lakuin nantinya, untuk hasil kita cuma harus percaya sama dedek Avi, dia anak yang baik pasti dia tau mana yang terbaik untuk dirinya sendiri, termasuk memilih pasangan" ucap bubu lalu mengelus pipi Marvel.
"bu, Avel mau perjuangin dedek Avi, tapi setelah nanti Avel pulih, tolong minta bantuan dan semangatnya ya?" Marvel mengeratkan genggaman tangan mereka.
"ini baru anaknya bubu, semangat sayang, bawa dedek Avi cantik buat jadi bagian keluarga kita" bubu tersenyum bangga pada anak sulungnya.
"pasti bubu, Avel akan usahakan yang terbaik untuk dedek Avi" Marvel tersenyum tipis.
Bubu tersenyum manis lalu mendekap tubuh anaknya itu, mengusap punggung Marvel untuk berbagi rasa bahagia yang malam ini mereka rasakan, bubu yang bahagia karena anak sulungnya itu punya semangat untuk kejar Havian, dan Marvel yang bahagia karena dirinya akhirnya punya keberanian untuk mendapatkan lagi cinta masa kecilnya bersama dedek Avi-nya.
TBC!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Affection (Markhyuck + Chenle)
FantasyHavian anak tunggal kaya raya yang tidak memiliki minat meneruskan perusahaan daddynya, memilih untuk menjadi guru disebuah sekolah, Awalnya Havian kira menjadi guru adalah sebuah pekerjaan yang menyenangkan, namun kesabarannya diuji ketika harus me...