***
Di tengah gemerlapnya ruang arisan yang dipenuhi oleh tawa dan obrolan, Aruna, yang kini berada di tengah ruangan mewah tersebut, hanya dapat terduduk dengan tatapan kosong. Aruna sesekali memperhatikan sekelilingnya, memandang satu per satu wanita yang berada di samping dan depannya. Kelima wanita dengan senyuman palsu itu sedang membicarakan hal yang sama setiap kali mereka bertemu, yaitu pekerjaan suami, pakaian, tas mahal, dan gosip tidak berguna mengenai istri-istri lain yang tidak mereka sukai.
Dari awal, Aruna sebenarnya sudah curiga bahwa Bian sengaja mengenalkannya dengan kelima wanita ini. Sepertinya pria tersebut berencana menyiksanya dengan membuatnya tidak bisa menghindar dan terus berinteraksi dengan istri rekan kerjanya.
"Jadi, Aruna, apakah kamu dan Bian berencana untuk segera punya anak? Kalian sudah hampir menikah selama setahun. Apakah mertua dan orang tuamu tidak mendesak kamu untuk segera memberi keturunan?" Julie, ibu satu anak yang kini tengah berprofesi sebagai seorang influencer mom, mengalihkan topik pembicaraannya ke Aruna.
Julie, yang sejak tadi menyadari bahwa Aruna tidak ikut berkontribusi dalam pembicaraan mereka, ingin membuat wanita itu membuka mulutnya. Sudah hampir setahun sejak mereka mengenal satu sama lain dan bertemu, tetapi tidak ada satu pun hal menarik yang dapat Julie gali dari Aruna. Aruna terlalu bersih, sebersih kanvas yang tidak pernah disentuh oleh sang pelukis.
Aruna memperhatikan ekspresi Julie yang menatapnya dengan menantang, seolah sedang menunggu jawaban yang ingin didengarnya.
Dengan hati-hati, Aruna menyusun kata-kata dalam benaknya sebelum akhirnya sebuah senyuman kecil tersimpul di wajahnya. "Bagi kita berdua, satu tahun bukanlah waktu yang cukup lama. Masih banyak yang ingin kita capai, terlebih karir kita berdua. Lagipula, masalah memiliki anak dalam waktu satu, dua, atau bahkan lima tahun bukanlah hal yang perlu kamu khawatirkan, Julie."
Jawaban Aruna cukup untuk membuat Julie terdiam sejenak. Julie lalu dengan tatapan tak suka mengalihkan pandangannya dan mengambil sepotong kue dari atas meja. Wanita tersebut lalu melirik ke arah Talia—istri dari Benedict Wiranata, anak kedua dari Pieter Wiranata—salah satu pengusaha rokok terbesar di Indonesia, memberi isyarat untuk membalas perkataan Aruna.
Talia, dengan senyuman manis yang tersamar oleh dingin, mengangguk pelan sebagai jawaban atas isyarat Julie.
Dengan gerakan yang anggun, Talia menyelesaikan secangkir tehnya, lalu dengan sopan mengangkat bicara."Maafkan Julie, Aruna. Ia tidak bermaksud seperti itu; kami hanya penasaran. Dan memang Bian dari dulu sangat menyukai anak-anak. Jadi kami pikir kalian akan mempunyai anak dalam jangka waktu yang deket setelah pernikahan kalian. Julie hanya salah merangkai kata-katanya, dia tidak bermaksud apa-apa, Aruna."
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Yang Tak Kunjung Berlalu
RomanceAruna dan Bian seharusnya tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Aruna dan Bian seharusnya tidak pernah dipertemukan dari awal. Dengan hubungan yang dibangun oleh campur tangan kedua orang tua mereka, kini Aruna dan Bian mau tak mau harus mengikat...