Sembilan Belas

9.9K 601 22
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Aruna perlahan terbangun dari tidurnya saat bunyi gemerisik tipis dari keyboard laptop memasuki indra pendengarannya. Dengan perlahan, matanya mulai terbuka, menatap langit-langit kamar yang dihiasi bayangan dan cahaya pagi yang memainkan permainan sembunyi-sembunyi. Wanita tersebut lalu melirik sekilas ke sisi kanannya dan dirinya mendapatkan pemandangan sang suami yang tengah mengerjakan sesuatu dengan laptop di atas paha pria itu.

"Kenapa kamu nggak bangunin aku, Mas? Udah jam berapa sekarang?" Tanya Aruna dengan suara serak khas orang yang baru saja bangun tidur. Wanita tersebut lalu menoleh ke arah Bian yang kini tengah sibuk dengan laptop yang diletakkan di atas paha, berusaha menyelesaikan tugas-tugas yang masih menanti di hari libur ini.

Bian memalingkan wajahnya sejenak lalu kembali menatap ke layar laptopnya. "Kamu kelihatan nyenyak banget tidurnya, jadi aku tidak tega bangunin kamu. Lagian ini kan weekend, tidur sampai siang dikit won't hurt you, Aruna."

Aruna menggeliat pelan, merasakan tubuhnya masih terasa lengket oleh kenyamanan ranjang. Dia melirik jam digital di meja samping tempat tidurnya, yang menunjukkan pukul sembilan pagi. Matanya menangkap lagi cahaya pagi yang memantul dari jendela, memainkan bayangan di dinding kamar mereka yang minimalis. Dia menghela nafas, mencoba untuk membangkitkan badannya dari kasur. "Aku mau bikin sarapan dulu kalau gitu. Do you have any specific request for breakfast?"

Bian terdiam sejenak untuk berpikir lalu mengatakan, "Nasi goreng yang biasanya kamu bikin sama kopi."

Aruna mengangguk lalu menyisihkan selimut yang masih menutupi bagian bawah tubuhnya, meninggalkan kasur dan melangkahkan kakinya menuju meja rias untuk menyisir rambutnya. "Acara pernikahan anaknya teman Bapak, kita jadi hadir, Mas?" Aruna berkata dengan tangan yang sibur menyisir rambutnya.

"Jadi, Bapak sama Ibu hari ini ada acara lain di Bogor. So we have to attend on their behalf. Kenapa? Kamu ada acara lain kah?"

Aruna meletekan sisir yang ia gunakan balik ke dalam lagi lalu memakai sandal rumah sebelum beranjak dari kamar. "Nggak sih, aku lagi males aja. Pengen di rumah aja hari ini. Cuman karena itu perintah dari Bapak, yaudah deh, nggak apa-apa."

Tidak ada respon dari Bian, pria tersebut hanya diam dan lanjut mengetikan sesuatu, yang akhirnya membuat Aruna langsung melangkahkan kakinya untuk meninggalkan kamar. Namun sebelum Aruna benar-benar keluar dari kamar, Bian tiba-tiba beranjak dari kasur dan memeluk Aruna dari belakang. "Nanti kita nggak usah lama-lama, cukup salaman terus kalau kamu mau pulang kita bisa langsung pulang, gimana?" Bian lalu memiringkan kepalanya, menatap wajah Aruna dari samping.

"Boleh." Aruna mengangguk pelan, berusaha tidak terlihat gugup di samping Bian yang kini masih memeluknya.

"Good. Ayo, sekarang kita bikin sarapan. Aku bikin kopinya, kamu bikin nasi goreng ya?" Bian lalu melepaskan pelukannya dan mengaitkan tangannya dengan Aruna, menuntun wanita tersebut menuju dapur bersamanya.

Badai Yang Tak Kunjung BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang