Tiga Puluh Tiga

8.3K 542 29
                                    

—————— now playing: water under the bridge - adele

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—————— now playing: water under the bridge - adele

****

2015

Suasana musim dingin di luar, yang dihiasi salju putih, menambah keindahan dan kehangatan di dalam ruangan tempat berlangsungnya sebuah acara amal bergengsi di kota New York. Acara tersebut menampilkan kemewahan yang memukau dan dihadiri oleh para tokoh penting serta sosialita terkenal. Ballroom mewah tempat acara itu berlangsung dipenuhi lampu kristal yang berkilauan, meja-meja bundar dengan hiasan bunga segar, dan alunan musik klasik yang mengisi udara. Malam itu, New York City dipenuhi dengan kilauan lampu-lampu kota yang menciptakan suasana magis, merayakan kemewahan dan kemeriahan acara tersebut.

"What do you mean you're still in Westchester County? That's almost an hour away and without traffic. Elliot, lo udah janji sama gue buat temenin gue hari ini. Fine, but you owe me one, okay?" kata Aruna dengan nada yang tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Setelah mematikan teleponnya dengan gemas, ia lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Ketidakhadiran Elliot membuatnya merasa terasing di antara kerumunan orang-orang yang berpakaian indah dan menikmati suasana malam itu. Dengan langkah yang sedikit tegang, ia mencoba menenangkan diri dan menikmati malam, meskipun harus sendiri untuk sementara waktu. Aruna lalu memilih berdiri di dekat pintu masuk, menikmati suasana dengan mengamati para tamu yang hadir.

Ballroom tersebut dipenuhi oleh tamu-tamu yang berbicara dengan penuh keakraban, tertawa, dan menikmati minuman serta hidangan yang disajikan. Lampu kristal yang berkilauan memancarkan cahaya yang memukau, menciptakan suasana elegan dan mempesona. Setelah bosan menunggu di dekat pintu masuk, Aruna memutuskan untuk mengambil segelas champagne dari pelayan yang berkeliling dan mencari tempat yang sedikit lebih tenang.

Di tengah gemerlapnya ballroom, Aruna yang sedang sibuk mencari tempat duduk, tiba-tiba didatangi oleh sepasang pengunjung acara. Seorang wanita cantik dengan ambut panjang berkilauan dan seorang pria tampan dengan senyum menawan. Perlahan, wanita tersebut mendekati Aruna dengan wajah ramah.

"I'm sorry for bothering you, but can you please take a photo of us?" ucap wanita itu sambil tersenyum manis kepada Aruna, mengacungkan ponsel miliknya.

Aruna, yang sejenak terkejut dengan permintaan tiba-tiba itu, dengan senang hati mengambil alih ponsel. "Of course, let me help," jawab Aruna dengan sopan, mengambil ponsel dari tangan Gia. Ia kemudian mengambil beberapa foto pasangan tersebut dengan latar belakang ballroom yang indah, mengabadikan momen kebahagiaan mereka

Setelah selesai berfoto, Bian, pria yang bersama Gia, meminta izin untuk pergi ke kamar mandi sebentar. Setelah Bian melangkah menjauh, Gia lalu memanfaatkan kesempatan itu untuk berbincang lebih jauh dengan Aruna.

"Thank you for the photos," kata Gia dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Sorry if i'm being a bit presumptuous, but by any chance are you Indonesian? I heard that there were a few Indonesian guests at today's event."

Aruna tersenyum dan mengangguk. "No. You're totally right, I am Indonesian," jawabnya dengan ramah.

Gia tersenyum, tampak puas dengan jawaban Aruna. Sebenarnya, Gia sudah mengetahui siapa Aruna sebenarnya. Dia tahu bahwa Aruna adalah anak dari Hanenda dan Wulan, dua sosok yang pernah memainkan peran penting dalam kehidupannya. Namun, karena Aruna sendiri jarang sekali muncul di media, Gia hampir tidak memiliki gambaran tentang penampilan Aruna, setidaknya sampai saat ini. Pertemuan ini memberikan kesempatan tak terduga bagi Gia untuk belajar lebih banyak tentang Aruna secara langsung

Di dalam hatinya, Gia sangat ingin memberitahu Aruna tentang segala hal yang telah diketahuinya. Tentang hubungan mereka yang sebenarnya, tentang rahasia kelam yang telah lama disimpan rapat-rapat. Namun, sebelum Gia sempat mengungkapkan semuanya, seorang pria yang tidak dikenalnya tiba-tiba mendekat ke arah mereka, terlihat terburu-buru.

"Aruna, there you are," kata Elliot sambil melambai ke arah Aruna. "Let's catch a few drinks and get the hell out of here. I know somewhere better to spend our night at. Lizzie's party is just a few streets down."

Aruna yang terkejut melihat kedatangan Elliot, langsung segera berpamitan kepada Gia yang berdiam diri. "I'm so sorry, I wish we could talk a little longer. Senang bertemu dengan Anda," kata Aruna dengan senyum yang tak kalah ramah sebelum beranjak pergi bersama Elliot yang kini tengah menarik tangannya untuk segera pergi.

Gia hanya bisa menghela nafas panjang, merasa kecewa karena rencananya untuk mengungkapkan kebenaran harus tertunda. Ia ingin sekali mendekati Aruna lagi dan menceritakan segalanya, tetapi kesempatan itu hilang begitu saja.

Gia, yang sebelumnya berencana untuk mengungkapkan rahasia tersebut, hanya bisa menatap punggung Aruna yang semakin menjauh. Dalam hatinya, ia berjanji bahwa suatu hari nanti, ia akan memiliki kesempatan lain untuk memberitahu Aruna tentang kebenaran yang selama ini tersembunyi. Rahasia yang bisa saja mengubah segalanya, termasuk hubungan mereka dan masa depan yang mereka hadapi.

"Hey, what's with the frown?" Bian, yang telah kembali dari kamar mandi, kini sudah memegang dua gelas champagne untuk mereka berdua.

Gia menghadap ke arah Bian dengan senyuman dan mengambil satu gelas champagne yang telah diambil Bian untuknya. "Nothing. I was just thinking of something."

===

2024

"Jangan bengong terus, makan nih," kata Dikta sambil menaruh dua kotak berisi makanan di atas meja. "Jadi, gimana? Did you tell Aruna yet?"

Bian menghela napas dalam-dalam, matanya menatap kosong ke arah jendela yang menghadap ke luar. Dengan suara pelan, dia menjawab, "Belum. Jujur gue belum sanggup untuk kasih tau dia. Our relationship hasn't been well either. I don't know, man. Sekarang kayaknya bukan waktu yang tepat.

Dikta mengangguk paham, menatap sahabatnya dengan simpati sambil mengambil sesuap makanan. "Gue ngerti maksud lo, Ji. Tapi semakin lo tunda untuk ngasih tau Aruna, semakin susah juga nantinya. Saran gue, malam ini lo bicara sama dia. Start slow, ngasih tahu berita semacam ini nggak bakal mudah untuk dicerna."

Bian mengangguk dan bibirnya sedikit terlipat, terlihat ragu untuk menyampaikan berita mengenai Gia kepada Dikta. "Gue juga dapat baru info tentang Gia,"

"Oh, ya? What is it?"

"She cheated on me for 7 months...with Benedict Winata," Bian memulai dengan suara ragu. "Anak yang dia kandung saat itupun juga bukan anak gue, supposedly it's Ben's."

Dikta menatap Bian dengan ekspresi terkejut, bahkan kini makanan di hadapan pria itu sudah tidak dapat memikat dirinya untuk kembali makan. "Serius lo? Wah, gila juga tuh cewek. Eh? Maksud gue."

"No, it's okay. What she did was wrong, gue nggak bisa menyangkal itu."

Dikta mengangguk paham, mencoba untuk tidak membuat suasana menjadi semakin canggung. "Terus sekarang gimana sama rencana lo itu? Apa lo bakal tetap serahin bukti-bukti mengenai Wulan?"

Bian menghela napasnya dalam-dalam sebelum melanjutkan, "I don't know, maybe? Apa yang Wulan dan Margana lakukan tetap aja nggak bisa ditolerir. They still killed someone. Cuman untuk kapannya, gue nggak tahu. For now, I just need more time."

Untuk saat ini, Bian perlu sedikit waktu saja sebelum ia memberitahu segalanya kepada Aruna. Just a little bit more time, that's it.

————————

A.N:
Sorry for the super short and late update :( Super hectic day today....
Anyways, Bian sama Aruna ini emang definisi dari invisibile string, tapi versi agak lebih mengenaskan wkwkwkwk

Thank you for reading! I'll see you in the next one!

Xoxo, Di <3

Badai Yang Tak Kunjung BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang