Dua Belas

13.1K 777 29
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

December 14th 2022

Di kediaman keluarga Ismawan yang dipenuhi dengan lampu-lampu gemerlap dan aroma masakan yang menggoda. Aruna justru merasa bahwa suasana malam ini seolah dipenuhi oleh ketegangan yang tak bisa diucapkan.

Di tengah ruang makan, Aruna duduk di seberang Bian yang kini tengah mengumbar senyuman yang terlalu cerah untuk dianggap tulus. Aruna memperhatikan setiap gerakan Bian dengan hati-hati, mencoba menemukan tanda-tanda kesan yang mungkin tersembunyi di balik lapisan kesopanan yang dibuat-buat.

Mata wanita itu terkadang meluncur ke arah lain, mencari pelarian dari pandangan pria yang terlalu jauh dari kata nyaman. Setelah pertemuan tidak menyenangkan dengan Bian 2 minggu yang lalu. Bagaimana pria itu bisa datang ke rumahnya begitu saja. Seperti seolah-olah Bian tidak memperlakukan dirinya dengan semena-mena.

Aruna tahu bahwa malam ini Bian datang ke rumahnya bukan untuk mengucapkan permintaan maaf atas kejadian di kantor beberapa waktu silam, melainkan justru menghidupkan api kembali dengan ikut bermain dalam permainan antara keluarga mereka yang memiliki kepentingannya masing-masing.

Dan kini kedua keluarga mereka hadir, duduk di sekeliling meja makan dengan senyuman dan candaan yang terlihat begitu memuakkan bagi Aruna.

"Jadi, bagaimana Bian? Bukankah Aruna sangat cantik?" Rudy yang sedari tadi asik berbincang dengan Hanenda kini menoleh ke arah anak bungsunya yang kini sedang menyantap hidangan di hadapannya.

Bian mengalihkan pandangannya dari makanannya ke arah Aruna yang tengah memalingkan pandangannya. Pria tersebut tersenyum kecil sebelum akhirnya menjawab pertanyaan dari sang ayah.

"Too pretty that i didn't know she can be so fiesty," Bian lalu memalingkan pandangannya dari Aruna ke arah kedua orang tua mereka yang terlihat bingung dengan jawabannya. "Aruna mengunjungi kantor saya satu atau dua minggu yang lalu. Dia memberikan kesan pertama yang sangat berkesan bagi saya."

"Aruna, bagaimana Papi baru tahu kamu mengunjungi kantor Bian? Bahkan Papi belum menjelaskan dengan detail tentang perjodohan kalian atau bahkan tentang Bian. Bagaimana kamu mendapatkan alamat dan lantai kantornya?"

"Oh, itu karena-"

"Itu karena dia tidak sabar ingin bertemu denganku, benar bukan Aruna?"

Aruna merasakan perutnya seperti tercekik oleh tali yang semakin kencang saat pria di hadapannya menyisipkan sebuah komentar tak terduga, membuat kedua orang tua mereka tertawa mendengar ucapan Bian.

Merasa kemarahannya memuncak saat mendengar candaan yang dilontarkan oleh Bian. Aruna mengetahui bahwa menunjukkan emosinya di depan kedua keluarga mereka bukanlah pilihan yang bijaksana.

Namun, ketika keheningan singkat menyelinap di antara percakapan mereka, pria itu membuat kesalahan besar dengan mengucapkan sesuatu yang menyinggung wanita itu lebih dari yang bisa dia tahan. Tiba-tiba, tanpa ragu, kaki Aruna dari bawah meja, menendang dengan keras dengkul pria itu.

Badai Yang Tak Kunjung BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang