Dua Puluh Tujuh

9.3K 572 68
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

2017

+62 812-xxxx-xxxx
Berani-beraninya anda menerima lamaran dari Sangaji Marsudi?
Apakah anda sudah gila?
Temui saya sore ini, jangan coba untuk ceroboh dengan membawa orang lain
Kamu kira saya bodoh?
Saya tahu rahasia besar kamu, Gianna.

Gianna Hasana
Kirim alamatnya
Saya tidak takut

Gia menatap layar ponselnya sembari menggigit ujung jarinya. Meskipun pesan tersebut berasal dari nomor yang tidak dikenal, Gia sudah dapat menebak siapa pengirimnya. Gia lalu menaruh ponselnya ke dalam kantong baju scrub miliknya dan segera melangkah keluar dari rumah sakit setelah shift-nya hari ini telah selesai.

Selama Gia menyetir dari rumah sakit ke apartemen milik Bian, perempuan tersebut tersenyum licik saat merangkai kata-kata yang nantinya akan ia lontarkan kepada sang pengirim pesan. Gia tahu, sebesar-besarnya informasi yang wanita itu dapatkan tentangnya, tidak sebesar rahasia yang Gia ketahui.

Sesampainya di unit apartemen milik Bian, Gia segera mengganti bajunya dengan baju santai lalu menulis sepucuk surat kepada Bian yang mengatakan bahwa perempuan tersebut akan pergi keluar sesaat bersama teman salah satu koasnya, yang tentunya adalah sebuah kebohongan besar.

"Gue kira dia bakal arahin gue ke gedung kosong," gumam Gia setelah sampai di tempat yang menjadi titik temu antara sang pengirim pesan dan dirinya. Perempuan tersebut lalu berjalan mendekat ke arah rumah dua lantai yang meskipun terlihat sudah lama tidak ditinggali, tetapi cukup terawat. "Orang kaya tuh kenapa punya banyak rumah yang nggak ditinggalin ya? Hobi ngoleksi dedemit, kah?"

Sesaat sebelum Gia sempat menekan bel rumah, pintu tiba-tiba terbuka, menampakkan sosok yang sudah begitu familiar bagi Gia. Tanpa mengatakan apa pun atau sekadar menyapanya, wanita tersebut membiarkan pintu terbuka dan beranjak masuk ke dalam rumah terlebih dahulu, meninggalkan Gia yang masih mematung di depan, mengernyit bingung.

"How much do you want, Gianna?" wanita tersebut membalikkan badan menghadap ke arah Gia yang kini tengah perlahan mendekat ke arahnya. Dengan posisi keduanya yang saling berhadapan, Gia dan wanita tersebut hanya terhalang sebuah meja makan yang cukup besar. "Dua miliar tidak cukup? Saya akan tambahkan satu miliar lagi. Seberapa banyak yang anda butuhkan untuk pergi meninggalkan Sangaji dan kabur ke luar negeri?"

Gia terkekeh mendengar penawaran dari wanita di hadapannya. Apakah Gia terlihat seperti orang bodoh yang akan tergiur saat ditawarkan uang sejumlah satu hingga dua miliar? Bahkan dengan menikahi Bian, Gia bisa mendapatkan lebih dari itu. "Jawaban saya tetap sama, tidak. Saya akan tetap menikahi Aji dan apa pun yang Anda rencanakan akan terbakar hangus bersamaan dengan Anda."

Namun, sebelum Gia dapat beranjak dari rumah itu, sebuah ultimatum yang diberikan oleh sang empu membuat Gia berhenti melangkahkan kakinya. Gia membeku di tempat, lidahnya kelu karena tidak menyangka bahwa wanita tersebut mengetahui satu fakta yang dapat menghancurkan hubungannya dengan Bian.

Badai Yang Tak Kunjung BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang