***
"Berapa lama kamu mau diam di mobil? Orang tuamu sudah menunggu kita, Aruna." Suara Bian menyadarkan Aruna yang sejak tadi hanya melamun di dalam mobil. Keduanya kini sudah berada di lahan parkir kediaman keluarga Ismawan, namun setiap kali Bian mengajaknya masuk ke dalam rumah wanita itu terus mengulur waktunya.
"Sekarang. Ayo, Mas." Aruna merapikan lipatan rok yang ia pakai terlebih dahulu sebelum membukakan pintu mobil, diikuti oleh Bian yang berada di kursi pengemudi.
"Kenapa kamu selalu takut untuk mengunjungi rumah orang tuamu? I thought you're close with your parents?" tanya Bian kepada wanita di sampingnya. Pria tersebut lalu melirik ke arah Aruna yang hanya terdiam, seperti sedang memikirkan jawaban yang telah dilontarkan oleh Bian.
Sembari memainkan tas yang ia pegang, Aruna berdehem sejenak untuk menetralisir rasa gugupnya karena akan bertemu dengan kedua orang tuanya. "It's funny how we're married, yet we're still just like strangers, Biantara. Aku hanya dekat dengan Papi, beliau begitu memanjakan aku sejak kecil. Beda dengan Mami, she's a very strict and cold person. Susah untuk meluluhkan hati Mami. I was never really close with her. Bahkan ide untuk mengirimkan aku ke New York selama 20 tahun adalah ide Mami. Bahkan sampai saat ini, aku nggak pernah tahu alasan kenapa Mami mau aku tinggal di Amerika."
Bian reflek menautkan keduanya alisnya saat mendengar bagian akhir ucapan Aruna. "I thought she wanted you to get the greatest education and connections, no?"
Aruna terkekeh mendengar perkataan Bian. Jawaban klasik Mami setiap ada yang menanyakan perihal anak semata wayangnya yang dipindahkan ke negara lain selama hampir dua dekade. "And you believe that, Biantara? Dari dulu Mami selalu penuh dengan rahasia dan tanda tanya. If she can't even open up to her own daughter, then why would you believe that she would to anyone else?"
"Good point. But, she never acted cold with me? Apa kamu bisa menjelaskan itu?" Masih belum puas dengan penjelasan Aruna, Bian terpancing untuk mengajukan pertanyaan lagi ke sang istri.
"You seem to ask a lot of questions today, Biantara? Did you take extra caffeine today?" Aruna memandang Bian yang hari ini lebih terlihat cerah dari biasanya.
Entah dari cara pria tersebut berbicara atau perlakuannya, Aruna dapat merasakannya. Dari yang Aruna lihat, tidak ada tanda-tanda pria tersebut mengajaknya untuk berdebat dalam waktu dekat.
"Finally got 8 hours of sleep after months. Kamu tahu seberapa sibuk aku beberapa bulan terakhir ini. Dan hari ini aku akhirnya bertemu dengan mertuaku yang dengan senang hati selalu menawari aku sebatang kretek setiap kali kita datang ke rumahnya. Something my parents can't relate to,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Yang Tak Kunjung Berlalu
RomanceAruna dan Bian seharusnya tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Aruna dan Bian seharusnya tidak pernah dipertemukan dari awal. Dengan hubungan yang dibangun oleh campur tangan kedua orang tua mereka, kini Aruna dan Bian mau tak mau harus mengikat...