Dua Puluh Tiga

7K 500 43
                                    

————— now playing: if you could see me cryin' in my room - arash buana & raissa anggiani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

————— now playing: if you could see me cryin' in my room - arash buana & raissa anggiani

***

"Someone's birthday is tomorrow, kamu mau aku hadiahkan apa?" Bian datang dengan dua gelas wine, berjalan mendekati Aruna yang sedang berbaring di sofa sambil membaca buku baru yang dibelinya beberapa waktu lalu. Setelah salah satu gelas yang ia pegang, diberikan kepada Aruna, Bian duduk di sampingnya dan merangkul bahu sang istri, lalu menyesap perlahan segelas wine yang ia pegang. "Fokus banget sih sama bukunya."

Tidak menjawab pertanyaan Bian, Aruna malah menyandarkan kepalanya pada pundak Bian. Matanya lalu terpejam sejenak dan sebuah helaan nafas pelan pun terdengar. "Besok aku mau kita di rumah aja. Just you and me, nothing else. No phones or laptops either. A full day to ourselves. Gimana?"

"Sounds great to me, sayang," Bian lalu memberi satu kecupan pada pelipis Aruna sebelum kembali menyesap sampai habis wine yang ia ambil tadi. "Tapi, hari Minggu Ibu mau kita makan-makan di rumah. Will that be okay?"

Aruna mengangguk dan meneguk wine yang Bian bawakan untuknya sampai habis. Wanita berumur 26 tahun tersebut lalu menyisihkan buku novelnya kesamping dan melingkarkan tangannya di pinggang Bian, memeluk pria itu. "Ngantuk aku, Mas."

Bian tersenyum geli melihat sikap Aruna yang tiba-tiba menjadi sangat manja dan clingy terhadap dirinya. Ia lalu mencium puncak kepala Aruna dan menepuk pelan lengan wanita tersebut. "Let's go to sleep then, udah jam setengah dua belas juga sekarang." Bian melirik sekilas ke arah jam di dinding.

"Nggak mau," balas Aruna dengan suara yang lirih sambil menggelengkan kepalanya. "Mau peluk Mas kayak gini aja."

"Since when did you become so clingy, Aruna Kamaniya?" Bian bertanya dengan nada heran.

"Mas," panggil Aruna, masih dengan mata yang terpejam. Mengabaikan pertanyaan Bian tadi.

Bian menoleh. "Kenapa?"

"Kalau suatu hari, aku yang mati duluan. Kamu bakal gimana?" untuk sesaat Bian hanya terdiam, tidak bergeming. Membuat Aruna yang tadi masih memejamkan matanya, jadi perlahan membukanya. "Kok diem sih?"

"Kamu nanya pertanyaan yang nggak bermutu. Udah yuk, kita ke atas, tidur." Bian hendak bangkit dari duduknya, namun langsung dicegat oleh Aruna.

"I'm serious, Mas. Namanya umur manusia tuh nggak bisa ditebak tahu."

Bian kembali membenarkan posisi duduknya dan kembali merengkuh badan Aruna. "I know. Dan untuk menjawab pertanyaan kamu, ya bakal sedih banget lah aku. Masih pake nanya segala."

"Masa?" Aruna menoleh ke Bian, dengan tatapan yang mempertanyakan jawaban dari pria itu. "Scale from 1 to 10, kamu bakal seberapa sedih?"

"A hundred, plus 1 million," balas Bian.

Badai Yang Tak Kunjung BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang