***
"Kamu pernah pacaran sama Elliot ya?" Bian tiba-tiba melontarkan pertanyaan tersebut di tengah sesi menonton film mereka. Sambil perlahan mengelus rambut Aruna yang kini tengah bersandar pada bahunya, pria tersebut menoleh untuk menatap Aruna yang hanya diam bergeming.
"Nggak. Nggak pernah. Kenapa emangnya? Kok Mas tiba-tiba kepikiran aku pernah pacaran sama Elliot?" Aruna menjawab sambil terkekeh kecil, mencoba mengurangi suasana yang dapat berpotensi menjadi canggung. Bian menggelengkan kepalanya perlahan, namun matanya seperti mencari reaksi tertentu di wajah Aruna.
"Penasaran doang. Soalnya kalian keliatan deket banget. Like more than friends dekat, gitu," Bian menjawab dengan asal dan kembali mendekap badan Aruna lebih erat. "Tapi kalau aku boleh tahu, kamu pas tinggal di New York, itu gimana? Was there any significant difference from Jakarta?"
Aruna terdiam sejenak, mencerna pertanyaan baru dari Bian. Ingatannya mencoba mengingat masa-masa di New York dengan segala kerumitan dan kehangatan yang pernah dirasakannya. "Well, New York was different," jawab Aruna setelah beberapa saat. "It was fast-paced, always buzzing with energy. But at the same time, it could be lonely too, you know? Everyone seemed so connected yet so isolated in their own worlds."
"So not very different from Jakarta, then?" Celetuk Bian.
Aruna tersenyum tipis. "Yes and no at the same time. Jakarta...seenggaknya disini aku ada keluarga. Meskipun disana ada om sama tante tapi kan nggak enak aja gitu aku. Sungkan. So most of the time aku habiskan waktu aku sendirian...or with Elliot, sometimes."
Lagi dan lagi nama pria tersebut Aruna sebut. Sejujurnya meskipun Bian sudah mencoba untuk menepiskan perkataan Elliot mengenai hubungan pria itu dengan Aruna beberapa waktu yang lalu. Namun perkataan Elliot tetap saja mengisi dan mengusik pikirannya selama beberapa hari ini.
Mencoba untuk merasa masa bodoh dengan status hubungan Aruna dan Elliot di masa lalu, Bian merasa dirinya seharusnya tidak perlu memusingkan permasalahan mengenai apakah mereka hanyalah teman biasa atau bahkan melakukan hal yang lebih dari semestinya. Namun entah, melihat kehadiran Elliot di Jakarta cukup membuatnya merasa terusik. Bahkan Bian baru mengenal dan bertemu secara langsung oleh Elliot sekali, namun pria berdarah campur tersebut sudah masuk ke daftar orang yang akan ia blacklist dari kehidupannya.
"Selain Elliot, apa kamu nggak punya teman dekat yang lain?" Mungkin pertanyaan yang telah Bian lontarkan ini terdengar menjengkelkan, namun sungguh pria tersebut penasaran. "Maksud aku, pasti kamu punya lingkaran pertemanan yang lumayan luas kan? Did none of them seem to catch your interest?"
"I had a few good friends, cuman Elliot tuh, kayak tipe yang inisiatif buat apa-apa gitu loh, Mas. Like, I can rely on him in any situation. Teman-teman aku yang lain kan pasti punya kesibukan dan kesenangannya masing-masing, jadi nggak enak aja gitu kalau aku keseringan approach mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Yang Tak Kunjung Berlalu
RomanceAruna dan Bian seharusnya tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Aruna dan Bian seharusnya tidak pernah dipertemukan dari awal. Dengan hubungan yang dibangun oleh campur tangan kedua orang tua mereka, kini Aruna dan Bian mau tak mau harus mengikat...