***
2017
"Gia, I'm back," sesampainya di apartemennya, Bian melepaskan sepatu yang ia pakai dengan asal dan menghempaskan jas yang ia bawa ke sofa. "Where are you, love?"
Setelah keduanya menyelesaikan studi S1 mereka dan lulus bersama sekitar tiga bulan yang lalu, Bian dan Gia memutuskan untuk mengambil keputusan besar dengan tinggal bersama. Saat ini, keduanya merasa bahwa ini merupakan langkah yang tepat untuk saling mendukung dan berbagi kebahagiaan dalam mencapai impian dan tujuan mereka masing-masing.
Bian kini bekerja di bawah perusahaan kakeknya, sementara itu, Gia tengah menghadapi masa-masa koasnya setelah lulus kuliah kedokteran. Meskipun jadwal keduanya cukup padat dan melelahkan, Bian dan Gia selalu menyempatkan waktu untuk menghabiskan waktu bersama. Setiap malam, mereka berbincang tentang keseharian mereka selama berada di kantor dan di rumah sakit, menceritakan keluh kesah yang keduanya hadapi. Intinya, hidup dan tinggal di bawah satu atap menjadi pengalaman yang begitu menyenangkan bagi pasangan muda tersebut.
"Aku di kamar, Ji!" seru Gia dari dalam kamar. "How's dinner with your family?"
Bian menoleh ke arah Gia yang kini tengah sibuk dengan beberapa buku tebal dan catatan yang bertebaran di lantai dan kasur mereka. Pria tersebut lalu mengambil langkah mendekati Gia yang sedang duduk bersila di atas kasur. Satu kecupan dari Bian mendarat di puncak kepala wanita tersebut. "Fine. Would be better if you came. Jadi gimana? Besok kamu ada shift malam, kan?"
"Iya. Oh, sama besok minggu aku akan menginap di tempat salah satu teman koas aku," balas Gia sembari membalik halaman demi halam buku tebal yang ia pegang. "Kenapa muka kamu kayak kertas kusut sih, Ji? Tell me, ada kejadian apa hari ini?"
Bian lalu berbaring di atas kasur dengan kepalanya yang berpangku pada Gia. Pria berumur 22 tahun tersebut lalu memejamkan matanya, membiarkan Gia menyisir rambutnya dengan jari perempuan itu. "Nggak ada. Capek aja aku."
Gia tersenyum lembut sambil melanjutkan menyisir rambut Bian. "Ya, udah, sana mandi dulu habis itu tidur. Aku masih harus belajar," kata Gia, suaranya penuh perhatian dan pengertian.
"Ji?" Panggil Gia dengan suara lembut, matanya lalu melirik pada wajah lelap Bian yang terbaring di pangkuannya. Pria itu terlihat begitu damai dalam tidurnya, nafasnya yang tenang mengisyaratkan bahwa Bian telah tertidur dengan nyenyak. "You big baby."
===
"Sangaji," panggil Gia dengan lirih, perempuan tersebut lalu melangkahkan kakinya perlahan mendekati Bian yang tengah berkutat dengan laptopnya. "Ji."
Bian menoleh ke arah Gia yang kini tengah menatapnya dengan tatapan ragu, "Kenapa, sayang?"
Gia mengambil duduk di samping Bian lalu dengan perlahan menunjukkan tiga buah testpack yang memperlihatkan dua garis merah. Wajah Bian berubah seketika, dari yang tadinya serius mengerjakan sesuatu di laptopnya menjadi sedikit tercengang dan bingung harus bereaksi seperti apa. Meskipun begitu, pria tersebut tidak bodoh, ia tahu benda apa yang kini telah Gia tunjukkan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Yang Tak Kunjung Berlalu
RomanceAruna dan Bian seharusnya tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Aruna dan Bian seharusnya tidak pernah dipertemukan dari awal. Dengan hubungan yang dibangun oleh campur tangan kedua orang tua mereka, kini Aruna dan Bian mau tak mau harus mengikat...