Extra Chapter 01

12.8K 743 66
                                    

✦ ✦ ✦

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


✦ ✦ ✦

Dari sekian banyaknya negara dan kota di dunia, Aruna tak pernah membayangkan akan bertemu dengan Bian di New York, sebuah kota yang menjadi pelariannya dari segala kenangan di Jakarta. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, hanya keheningan yang seakan berbicara lebih banyak dari apa pun. Pandangannya bertemu dengan mata Bian yang tampak terkejut namun penuh dengan kehangatan yang familiar. Perasaan yang bercampur aduk memenuhi hati Aruna, antara kebahagiaan, kesedihan, dan kebingungan yang sulit dijelaskan.

Dalam lamunannya, Aruna menyadari betapa kecilnya dunia ini. Di kota sebesar New York, di tengah lautan manusia yang tak pernah berhenti bergerak, ia justru bertemu dengan seseorang yang berusaha ia lupakan. Seolah-olah semesta sedang mempermainkan nasibnya, mempertemukan mereka kembali di tempat yang paling tidak terduga.

Bian mencuri pandang ke arah Aruna, memperhatikan setiap detail wajahnya yang begitu dikenalnya. Wajah wanita itu tak pernah berubah, tetap menyimpan kelembutan yang sama. Sebuah rasa pilu menguasai dirinya saat menyadari bahwa waktu telah berlalu tanpa mereka bersama, tetapi juga ada kelegaan mengetahui bahwa Aruna terlihat baik-baik saja, bahkan bahagia mungkin.

Setelah beberapa menit dalam keheningan yang berat, Bian akhirnya bersuara. Suaranya serak, hampir tak terdengar, "Bagaimana kabar kamu, Aruna?"

Aruna terdiam sejenak, mencoba menenangkan diri sebelum menjawab. Ia menoleh ke arah Bian, menyinggungkan senyuman tipis di bibirnya. "I'm doing fine, sepertinya," jawabnya dengan lembut. "Bagaimana denganmu, Bian?"

Bian mengangguk pelan, mencoba tersenyum meski terasa getir. "Aku..aku baik-baik saja," katanya. Namun, berselamv beberapa detik, pria itu melanjutkan dengan suara yang lebih dalam, "Well, i tried to feel fine. Setidaknya aku mencoba untuk merasa baik-baik saja selama tiga tahun terakhir, namun ternyata tidak semudah yang aku kira."

Aruna terdiam sejenak, memilih untuk mendengarkan dengan seksama tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meskipun dalam hatinya ia ingin mengungkapkan hal yang sama, ia merasa ini bukanlah waktu yang tepat untuk itu. Tatapannya lalu terarah pada Bian, memperhatikan setiap gerak dan ekspresi di wajahnya yang kini tengah memandangnya. Keheningan yang menyelimuti mereka terasa begitu menegangkan, seolah-olah setiap detik yang berlalu membentuk jembatan menuju pemahaman yang lebih dalam di antara keduanya.

"I've tried to move on, to forget. But every corner of Jakarta reminded me of you," Bian menghela napas panjang dan menundukkan kepalanya. "And you know what's funny? Bahkan saat aku menginjak kota ini, hal pertama yang terbesit di pikiranku pun mengenai kamu, Aruna."

Aruna merasakan hatinya bergetar mendengar kata-kata Bian. Setiap pengakuan dan setiap kata yang keluar dari mulut Bian terasa seperti gemuruh dalam dadanya. Meskipun begitu, Aruna memilih untuk tetap diam, meresapi setiap kalimat yang diucapkan Bian. Di dalam dirinya, ada keinginan kuat untuk mengatakan sesuatu, namun ia tidak bisa merangkai kata-kata yang tepat untuk mengungkapkannya.

Badai Yang Tak Kunjung BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang