Empat Puluh

17.8K 949 100
                                    

—————— now playing: leaving my love behind - lewis capaldi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—————— now playing: leaving my love behind - lewis capaldi

***

Matahari berada di puncak langit, meninggalkan bayangan pendek di bawah kaki. Bian berdiri di tengah lapangan kosong dekat rumahnya, tempat yang biasanya hanya digunakan anak-anak untuk bermain bola. Namun, hari ini lapangan itu berubah menjadi saksi dari percakapannya bersama Cindy.

Suara langkah kaki terdengar di atas tanah berkerikil, dan Bian melihat Cindy berjalan mendekat. Wajahnya tampak lelah, seolah membawa beban yang berat. Bian tidak membuang waktu, hatinya terlalu penuh dengan kegelisahan dan pertanyaan yang membara.

"Cindy," katanya langsung, tanpa basa-basi. "Katakan sejujurnya, apa benar Aruna sempat keguguran?"

Pertanyaan itu menghentikan langkah Cindy. Matanya melebar karena terkejut. "Bagaimana Pak Bian tahu?" tanyanya dengan lirih. Pikiran Cindy melayang ke saat Kartika datang ke kantor, mungkin saja Aruna sempat berbagi cerita. Tapi sekarang, ia tahu bahwa ia tidak bisa berbohong lagi.

Dengan nafas yang berat, Cindy mulai bercerita. "Mba Aruna memang sering terlihat lemas dan pucat selama satu bulan terakhir. Setiap ditanya, Mba Aruna selalu menjawab kalau dia hanya 'sedang tidak enak badan'. Nggak jarang juga Mba Aruna tinggal dan lembur di kantor. We really tried to ask her politely to take a few days off, tapi dia selalu nolak."

Setiap kata yang keluar dari mulut Cindy bagaikan belati yang menusuk hati Bian. Dia terdiam, mendengarkan dengan seksama, sementara rasa bersalah mulai menggerogoti jiwanya.

"Sampai akhirnya, pas lagi di kantor, Mba Aruna tiba-tiba pingsan di ruangannya," lanjut Cindy, matanya berkaca-kaca mengingat momen itu. "Kami semua panik. Ketika dibawa ke rumah sakit, dokter bilang dia mengalami pendarahan hebat. Di saat itulah kami tahu bahwa Mba Aruna tengah mengandung dan berakhir keguguran."

Bian merasa dunia di sekitarnya runtuh. Penyesalan yang menghantamnya tak terlukiskan. Setiap detil cerita Cindy menambah berat beban di hatinya.

"Sampai saat ini," lanjut Cindy. "Mba Aruna terlihat sangat menderita. Dia berusaha tetap kuat, tetap bekerja seperti biasa seolah tidak ada apa-apa. Tapi saya tahu, hatinya sangat terluka. Apalagi setelah keluarnya berita mengenai kedua orang tuanya, tidak ada hari dimana saya tidak merasa kasihan kepadanya."

Keduanya kemudian terdiam, membiarkan keheningan mengisi celah di antara mereka. Angin berhembus lembut, membawa suara gemerisik dedaunan yang seolah ikut merasakan kesedihan yang menggelayut di hati Bian.

Cindy menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan kekuatannya. "Saya harus pergi sekarang, Pak," katanya akhirnya. "Itu semua yang bisa saya ceritakan. Oh, dan untuk tempat tinggalnya, Mba Aruna ternyata mempunyai unit apartemen di daerah Sudirman. Namun, untuk detail persisnya saya tidak tahu. Saya hanya bisa berharap yang terbaik untuk Mba Aruna, apapun yang terjadi. Saya pamit duluan, Pak."

Badai Yang Tak Kunjung BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang