Extra Chapter 03

11.9K 676 23
                                    

✦ ✦ ✦

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✦ ✦ ✦

Tujuh bulan setelah kabar bahagia itu, kehidupan Aruna dan Bian telah mengalami transformasi yang dramatis, dipenuhi dengan dinamika khas dari masa kehamilan. Selama trimester pertama, Aruna menghadapi berbagai tantangan berat. Mual-mual yang tak kunjung reda menyertai setiap harinya, membuatnya sulit untuk menikmati makanan atau mempertahankan energi. Rasa mual yang berlebihan sering kali memaksanya untuk dirawat inap, sebuah situasi yang membuat Bian merasa sangat khawatir dan cemas.

Dan sejak itu, Bian memprioritaskan kesehatan Aruna dengan segala cara yang bisa dia lakukan. Setiap kali Aruna harus menjalani perawatan medis, Bian selalu berada di sampingnya. Dan Ketika Aruna kembali ke rumah, Bian tidak pernah jauh darinya, selalu memastikan bahwa wanita itu memiliki semua yang dibutuhkan untuk pemulihan dan kenyamanan.

Setelah masa-masa awal yang penuh tantangan tersebut, keadaan mulai membaik. Aruna mulai mendapatkan kembali nafsu makannya dan merasa lebih baik secara keseluruhan. Namun, Bian tetap menjaga sikap protektifnya dengan penuh perhatian. Bian melakukan segalanya untuk meringankan beban Aruna.

Bian juga telah menetapkan bahwa Aruna tidak lagi diizinkan untuk bekerja terlalu larut atau melakukan aktivitas yang bisa membuatnya mudah kelelahan. Pria itu bahkan sampai menyewa seorang koki pribadi untuk memastikan bahwa Aruna mendapatkan gizi yang tepat dan makanan bergizi setiap hari. Dengan itu, koki tersebut mampu menyajikan hidangan sehat yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Aruna dan sang bayi.

Dan malam ini, saat mereka sedang duduk di meja makan yang telah dipenuhi dengan berbagai hidangan sehat yang disiapkan oleh koki pribadi mereka, Aruna menyeringai melihat hidangan yang disajikan. "Mas, bukannya aku nggak bersyukur, tapi ini bukannya terlalu berlebihan, ya? Sampai harus nyewa koki segala. Padahal aku merasa aku bisa masak sendiri dan itu nggak jadi masalah kok buat aku," ujarnya, sambil mencicipi salad segar dan sup yang disajikan.

Bian, yang sedang duduk di hadapan Aruna dengan senyum lembut di wajahnya, memandang Aruna. "Tidak ada yang berlebihan kalau menyangkut kesehatan kamu dan calon bayi kita," jawab Bian lalu mengambil beberapa lauk untuk Aruna. "Aku cuman mau memastikan kalau setiap aspek dari kehamilan kamu mendapatkan perhatian yang terbaik."

"Aku tahu, tapi aku juga kangen masak di dapur. Can we just hire the cook for lunch time only? Please, Mas?"

Bian meletakkan sendok dan garpu yang ia pegang sejenak dan menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia akhirnya menghela napas, mengakui bahwa mungkin ada kompromi yang bisa dilakukan. "Baiklah," katanya akhirnya, suara Bian lembut namun terdengar tegas. "Kita akan menyewa koki untuk waktu makan siang saja. Untuk sarapan dan makan malam, aku akan membiarkan kamu untuk memasak dan aku akan ikut membantu. Tapi ingat,kalau kamu ngerasa lelah atau tidak enak badan, jangan ragu untuk memanggil bantuan, ya?"

Aruna tersenyum kecil dan mengangguk. Ia merasa puas karena berhasil mencapai kompromi. "Makasih, Mas. Aku janji akan nggak akan memaksakan diri."

***

Badai Yang Tak Kunjung BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang