✦ ✦ ✦
Setelah momen lamaran yang tak terlupakan di Central Park, Aruna dan Bian memulai perjalanan baru mereka sebagai pasangan suami istri—untuk kedua kalinya. Upacara pernikahan mereka, meskipun jauh dari kemegahan pernikahan pertama mereka, namun dipenuhi dengan kehangatan dan kesederhanaan yang sangat berarti. Tamu undangan hanya terdiri dari sahabat terdekat dan keluarga. Dengan janji-janji baru yang diucapkan di bawah langit cerah New York, mereka memulai babak baru dalam kehidupan mereka.
Bian, yang sebelumnya menjalankan pekerjaannya dari Jakarta, memutuskan untuk menetap di New York bersama Aruna. Ia merombak cara kerjanya, memilih untuk menjalankan perusahaan secara remote. Keputusan ini tidak hanya memberinya kebebasan untuk berada di dekat Aruna, tetapi juga membuka peluang baru bagi ekspansi dan kerja sama dengan beberapa pihak di Amerika. Dengan demikian, ia dapat membangun jaringan bisnisnya di New York yang lebih luas, menghadiri pertemuan dan konferensi, serta menjalin kemitraan strategis yang memperkuat posisinya di pasar internasional.
Setahun berlalu dengan cepat, penuh dengan kebahagiaan dan pencapaian baru. Aruna dan Bian menjadi pasangan yang tak terpisahkan, menikmati setiap detik kebersamaan mereka. Mereka jatuh cinta lagi dan lagi, setiap hari, mengisi hidup mereka dengan kehangatan dan kasih sayang yang terus tumbuh.
Pagi ini, apartemen Aruna dan Bian penuh dengan kesibukan mereka yang sedang mempersiapkan diri sebelum bekerja. Sinar matahari menembus jendela besar, menerangi ruangan dengan cahaya lembut. Aruna sibuk mengenakan blus favoritnya dan merapikan rambut di depan cermin. Sementara itu, Bian mulai mengenakan dasi di depan cermin kamar mandi.
Di tengah persiapan mereka, Aruna, dengan senyum nakal di wajahnya, mendekati Bian dari belakang. "Morning, handsome," bisiknya dengan suara lembut sebelum menempelkan bibirnya yang berlipstik merah cerah ke pipi Bian, meninggalkan bekas ciuman yang mencolok.
Bian terkejut dan tertawa, "Aruna! Lihat ini, sekarang aku harus membersihkannya." Dia mencoba menghapus noda lipstik itu, tetapi warna merahnya tetap membekas di kulitnya.
Dengan tawa yang menggema di ruangan, Bian berpura-pura marah dan mulai mengejar Aruna. "You're gonna pay for this, babe!" teriaknya sambil berlari mengejar Aruna yang sudah melarikan diri ke sudut lain apartemen.
Aruna berlari sambil tertawa, berusaha menghindari kejaran Bian. Mereka berlarian mengelilingi sofa, melewati meja makan, hingga akhirnya Bian berhasil menangkapnya. Dengan senyum kemenangan, Bian mengangkat tubuh Aruna dan membawanya kembali ke kamar.
Aruna menjerit kecil, setengah tertawa, setengah terkejut, "Mas, turunin aku!"
Namun, Bian tidak menghiraukannya. Ia menempatkan Aruna dengan lembut di atas kasur dan menatapnya dengan penuh perhatian. Mereka saling menatap sejenak, lalu Bian menunduk dan mencium Aruna dengan lembut.
Dan sebelum keadaan menjadi terlalu panas, Aruna dengan enggan menghentikan Bian. "Kita harus kerja," katanya dengan napas yang sedikit tersengal. "Kita tidak bisa terlambat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Yang Tak Kunjung Berlalu
RomanceAruna dan Bian seharusnya tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Aruna dan Bian seharusnya tidak pernah dipertemukan dari awal. Dengan hubungan yang dibangun oleh campur tangan kedua orang tua mereka, kini Aruna dan Bian mau tak mau harus mengikat...