Epilog

20.3K 758 40
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sore hari di New York adalah saat di mana kehidupan kota terasa paling hidup. Setiap sudut kota memancarkan pesonanya sendiri, mengundang siapa saja untuk menikmati keindahan dan keberagaman yang ada. Dengan setiap langkah, setiap pandangan, dan setiap hembusan angin sore, New York menawarkan keajaiban yang tak pernah habis untuk dijelajahi.

Tiga tahun telah berlalu sejak Aruna meninggalkan Jakarta bersama segala kenangan pahit dan manisnya. Setelah resmi berpisah dan bercerai dengan Bian, Aruna memutuskan untuk kembali ke New York dan memulai lembaran baru dalam hidupnya. Sejak saat itu juga, Aruna tidak pernah dan tidak pernah ingin mendapatkan kabar dari siapapun di Jakarta. Dirinya pun memutuskan semua kontak dengan siapa pun yang berhubungan dengannya di Jakarta.

Di Central Park, sinar matahari sore menembus celah-celah daun pohon yang rimbun, menciptakan pola-pola bayangan yang menari di atas rerumputan hijau. Orang-orang duduk di bangku taman, menikmati momen damai sambil membaca buku atau sekadar berbincang dengan teman. Anak-anak berlarian di taman bermain, tertawa riang dalam kebebasan yang hanya bisa dirasakan di bawah langit sore yang lembut.

Semantara itu, Aruna kini tengah menikmati cemilan roti yang baru saja ia beli dari toko roti favoritnya di dekat gedung apartemennya serta secangkir kopi panas dengan aromanya yang menyegarkan. Di pangkuannya, sebuah buku terbuka. Aruna tenggelam dalam cerita yang ditulis dengan indah, membiarkan imajinasinya melayang jauh ke dunia yang berbeda. Suara gemerisik daun dan cuitan burung menjadi latar belakang alami yang menyempurnakan momen tersebut. Sesekali, ia mengangkat pandangannya dari halaman buku, memandang sekeliling dan tersenyum melihat kehidupan yang terus bergerak di sekitarnya—anak-anak berlarian, pasangan yang bercengkerama, dan pengendara sepeda yang melintasi jalur-jalur taman.

Di tengah ketenangan sore di Central Park, saat Aruna tenggelam dalam dunia buku yang sedang dibacanya, sebuah suara memecah keheningan.

"Is this seat taken?" tanya seorang lelaki dengan nada sopan, melayang lembut di antara desiran angin dan riuhnya suara burung.

Aruna terkejut dari lamunannya dan mengangkat wajahnya, matahari sore menerangi wajahnya. Ketika matanya bertemu dengan lelaki tersebut, pupilnya melebar dan waktu seakan berhenti sejenak. Momen ini terasa seolah-olah nasib telah mengatur pertemuan mereka di tengah hiruk-pikuk Central Park yang luas.

Dengan sedikit keraguan dan rasa hati yang bercampur aduk, Aruna akhirnya mengangguk, memberikan isyarat bahwa tempat di sampingnya tidak terpakai. Lelaki itu duduk di sebelahnya, menjaga jarak namun cukup dekat untuk merasakan kehadiran satu sama lain. Di antara sisa-sisa hari yang cerah dan keheningan sore yang nyaman, mereka berdua dibiarkan merenung dan meresapi arti pertemuan tak terduga ini.

End.

———————

A.N:
Akhirnya kita pun sampai di bab Epilog.  Terima kasih sudah membaca!
Sabar tungguin extra chap ya! ( ◠‿◠ )

Out of curiosity, aku mau tahu dong kalian bisa ketemu cerita ini darimana? Apa dari platform media sosial tempat aku promosi atau justru langsung dari wattpad?

Sembari menunggu extra chapter Aruna-Bian, feel free to read Tama-Seruni's story. Available for you guys to read on my profile!

Presenting: Past, Present, and Us A Game of Love

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Presenting: Past, Present, and Us
A Game of Love

Starring:
Nareswara Tamawijaya Praba Marsudi & Andina Seruni Winata

Badai Yang Tak Kunjung BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang