***
Ibu Kartika Marsudi
Aruna, sayang
Apa Ibu boleh minta tolong?Aruna Ismawan
Ada apa, Ibu?Ibu Kartika Marsudi
Hari ini sebenarnya Ibu ada acara di Four Seasons, tapi kebetulan jadwal Ibu bentrokan sama acara ulang tahun keponakan Ibu di Bogor.
Ibu boleh minta Aruna gantiin Ibu kah? Kalau Aruna nggak bisa, it's okay Kabarin Ibu ya, sayangAruna Ismawan
Aruna bisa, IbuIbu Kartika Marsudi
Syukur deh kalau gitu
Detailsnya Ibu kirim yaAruna menatap ruang obrolannya dengan Kartika sambil mengutuk dirinya sendiri. Sejujurnya, hari ini ia akan pulang sedikit lebih terlambat karena terdapat masalah pada pemilihan jenis kain yang akan diproduksi untuk koleksi pakaian terbarunya, yang akan dirilis pada bulan September nanti. Namun, karena merasa sungkan untuk menolak permintaan tolong dari ibu mertuanya, ia tanpa ragu langsung mengiyakan permintaan Kartika untuk menggantikan wanita paruh baya tersebut di acara sosial di Four Seasons.
Tanpa berpikir lama lagi, Aruna memanggil Cindy untuk segera datang ke ruangannya melalui interkom yang sudah tersambung langsung. Ia hanya memiliki waktu beberapa jam untuk menyelesaikan segala pekerjaannya hari ini, ditambah lagi rapat tambahan yang harus ia hadiri pukul 4 nanti. Maka dari itu, Aruna tidak bisa membuang-buang waktunya sedetik pun.
"Permisi, apa yang bisa aku bantu, Mba?" Cindy bertanya sembari menutup pintu ruang kerja Aruna dengan pelan. Wanita tersebut lalu melangkahkan kakinya mendekat ke arah meja Aruna. "Oh iya, ini aku sekalian mau ngasih laporan data penjualan dari divisi sales, Mba."
Aruna menerima laporan data yang Cindy berikan dan mulai membacanya halaman demi halaman. "Kamu bisa carikan aku gaun, nggak, Cindy?" tanyanya sambil tetap fokus pada laporan di tangannya.
"Maaf, boleh diulangi lagi, Mba?" Cindy bertanya dengan ragu, wajahnya menunjukkan kebingungan.
"Tolong carikan aku gaun pesta, high heels, dan beberapa produk makeup. Aku harus menggantikan ibu mertuaku yang tidak bisa menghadiri acara di Four Seasons malam ini. Ini kartu aku, pinnya tanggal ulang tahun Mas Bian. Kamu inget kan?" Aruna kemudian mengeluarkan salah satu kartu ATM miliknya dan memberikannya ke Cindy yang terlihat ragu untuk menjawab pertanyaan yang diajukannya di akhir kalimat. "12, 02, 95."
Cindy mengangguk perlahan dan mengambil kartu yang diberikan oleh sang atasan. "Baik, Mba. Nanti kalau ada tambahan apapun chat aku ya, Mba. Saya akan pergi sekarang, permisi."
Setelah Cindy pergi, Aruna kembali memeriksa laporan data penjualan yang telah diberikan. Sambil membaca hasil laporan, Aruna sesekali melirik ke arah ponselnya yang hanya menampilkan layar yang hitam. Dengan gelisah, ia menggigit bibirnya, merasa sedikit cemas ketika menemukan bahwa pesan yang dikirimkan ke Bian belum dibalas atau bahkan belum dibaca olehnya. Setelah sejenak memikirkan situasi tersebut, Aruna memutuskan untuk mengirim pesan lagi kepada Bian. Ia membuka obrolannya dengan Bian dan mengetik sebuah pesan kepada suaminya, berharap agar pesannya akan segera dibaca atau setidaknya tidak terlewatkan di antara pesan lain yang mungkin juga diterima Bian saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Yang Tak Kunjung Berlalu
RomanceAruna dan Bian seharusnya tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Aruna dan Bian seharusnya tidak pernah dipertemukan dari awal. Dengan hubungan yang dibangun oleh campur tangan kedua orang tua mereka, kini Aruna dan Bian mau tak mau harus mengikat...