Bagian 59 - Perang Mattium Lembar VIII

5 1 0
                                    

Setelah terhempas cukup jauh, Galio Corltopy terjerembab tepat ke hadapan Dios, Clero dan Benjamin Ficus.

Dios Cristata, dengan Exodial Raksa-nya, memiliki kemampuan untuk memanipulasi raksa berat dengan kekuatan yang luar biasa. Ia memandang Galio dengan tekad yang kuat, siap untuk bertarung.

Clero Thompson, yang memegang kekuatan Exodial Oksigen, adalah ahli dalam mengendalikan udara dan oksigen di sekitarnya. Ia tersenyum dengan percaya diri, siap untuk menunjukkan kekuatannya kepada musuhnya.

Benjamin Ficus, yang menggunakan Exodial Osmium, memiliki kekuatan untuk menciptakan dan mengontrol materi terkuat di alam semesta. Ia mengamati Galio dengan mata yang tajam, siap untuk menghadapi tantangan berat yang ada di depannya.

Di sisi lain medan perang, Galio Coltopy, yang memiliki kekuatan Anchentrys Tungsten dan Exodial Merkuri pencipta, berdiri dengan perlahan sembari membersihkan debu yang menempel di bajunya. Tubuhnya diliputi oleh senjata-senjata berbahaya yang siap diluncurkan ke arah musuh-musuhnya.

"Heh? Apa ini mimpi? Aku melihat Cristata dan Benjamin bekerja sama?," ucap Galio dengan suara yang menggema di antara gemuruh badai yang mulai berputar-putar.

Dios, Clero, dan Benjamin berdiri tegak, membentuk formasi pertahanan mereka. Mereka tidak punya pilihan selain bertarung sampai akhir untuk membalaskan dendam mereka atas apa yang dilakukan Eternity kepada keluarganya.

Pertempuran dimulai dengan ledakan yang dahsyat. Galio meluncurkan serangan pertamanya dengan cepat, menciptakan dinding-dinding tungsten yang melindungi dirinya dari serangan-serangan balik Dios, Clero, dan Benjamin. Serangan-serangan mereka bertubi-tubi, menghujani Galio dengan kekuatan mereka yang berbeda.

Dios menggunakan kekuatannya untuk menciptakan bola-bola raksa cair yang meledak menciptakan listrik yang merambat di sekitar Galio, menciptakan kekacauan di medan perang. Clero mengendalikan udara dan oksigen, menciptakan badai kecil yang menghalangi pandangan Galio dan mengganggu formasi pertahanannya. Benjamin menciptakan konstruksi osmium yang kuat, melindungi pasukan mereka dari serangan-serangan balik yang diluncurkan oleh Galio.

"Dios buat sesuatu yang lebih kuat!" teriak Benjamin Ficus.

"Baiklah!"

"Aku akan membantumu," ucap Clero Thompson.

Namun, Galio tidaklah lemah. Dengan kekuatan tungsten dan merkuri, ia melawan dengan gigih. Dinding-dinding tungsten yang dibuatnya sangat sulit ditembus, sementara serangan merkuri yang mematikan mengancam untuk menyerang dari arah yang tidak terduga.

Pertempuran terus berlanjut, dengan dentingan logam dan ledakan energi menggema di sekitar mereka. Dios, Clero, dan Benjamin saling berkoordinasi dengan sempurna, mengimbangi setiap gerakan Galio dengan serangan balasan yang teliti dan mematikan. Namun, Galio juga menunjukkan kekuatan yang mengesankan, mempertahankan dirinya dengan gigih meskipun serangan-serangan bertubi-tubi yang dia terima.

Akhirnya, setelah pertempuran yang panjang dan sengit, kelelahan mulai terlihat di wajah Galio. Serangan-serangan dari Dios, Clero, dan Benjamin mulai membuahkan hasil, melemahkan pertahanannya secara bertahap. Dinding-dinding tungsten Galio mulai retak, dan serangan-serangan merkuri-nya tidak lagi sekuat seperti sebelumnya.

Dios, Clero, dan Benjamin melihat peluang untuk menyerang. Mereka berkoordinasi dengan cepat, menggabungkan kekuatan mereka dalam serangan gabungan yang mematikan. Dios mengendalikan raksa untuk melumpuhkan tubuh Galio, Clero menciptakan badai oksigen yang menyebabkan kebingungan, dan Benjamin menggunakan kekuatannya untuk menciptakan senjata osmium yang tajam.

Dengan serangan terakhir, Galio Coltopy terjatuh ke tanah. Tubuhnya dipenuhi luka-luka akibat serangan-serangan yang ia terima. 

Galio secara mendadak meledakkan dirinya menjadi cairan merkuri yang dapat merusak jaringn kulit. Clero yang saat itu paling dekat dengan Galio terkena erangan mutlak di kakinya membuat Clero terpaksa harus memotong kakinya agar tidak merambat.

"CTASSS!!!"

"Clero!"

"Arghhh!!!" Benjamin Ficus turut serta terkena merkuri yang berbahaya di matanya menyebabkan Ficus harus kehilangan salah satu pengelihatannya.

Dios, Clero, dan Benjamin berdiri terpaku, terkejut oleh tindakan putus asa yang dilakukan oleh Galio. Mereka segera menyadari bahwa ini bukanlah akhir dari musuh yang tangguh ini, melainkan awal dari serangan balasan yang lebih ganas.

Clero Thompson, yang terkena ledakan merkuri yang tidak terduga, merintih kesakitan. Ia segera menciptakn pisau dari udara, memutuskan kakinya yang terkena cairan merkuri untuk menghentikan penyebaran zat beracun itu. Darah mengalir deras saat Clero berusaha menahan rasa sakit yang menusuk-nusuk.

"Dios, Benjamin, jaga jarak! Jangan biarkan merkuri itu menyentuh kalian!" ujarnya dengan napas tersengal-sengal, sambil berusaha mempertahankan kesadarannya.

Benjamin Ficus, yang terkena serangan merkuri di matanya, merasakan sensasi terbakar yang tak tertahankan. Ia merintih kesakitan, merasa seolah-olah api sedang membakar matanya. Dengan satu tangan, ia menutupi mata yang terkena, berusaha menahan rasa sakit dan menghindari penyebaran merkuri ke bagian lain tubuhnya.

Dios Cristata, yang selamat dari serangan merkuri berkat kecepatan dan ketepatan gerakannya, segera beraksi. Ia menggunakan kekuatannya atas raksa untuk membentuk perisai cairan di sekitar dirinya dan kedua rekannya. Perisai itu memantulkan cairan merkuri yang terlempar oleh Galio, menghindarkan mereka dari terkena dampak langsung zat beracun itu.

Galio, meskipun terluka parah, tidak menunjukkan tanda-tanda penyesalan. Ia tertawa cekikikan, melihat efek dari serangannya yang mematikan. "Kalian pikir kemenangan mudah didapat? Kalian telah meremehkan kekuatanku!" ucapnya dengan keadaan yang mengenaskan tubuhnya sudah tidak berbentuk, darah berceceran disekitar.

Dios menatap Galio dengan mata yang penuh kebencian. "Kami tidak akan terpengaruh oleh trik murahanmu, Galio! Kami akan mengakhiri ini!"

Dengan gerakan cepat, Dios menciptakan pisau raksa yang tajam dan meluncurkan serangan langsung ke arah Galio. Galio pun terdiam dan mati karena tubuhnya telah hancur.

Dios, Clero, dan Benjamin berdiri dengan napas terengah-engah, tubuh mereka penuh luka dan kelelahan yang sangat. Mereka memandang tubuh Galio yang sekarang terdiam, darah bercucuran di tanah di sekitarnya. Tubuh musuh mereka yang kejam telah hancur, dan akhirnya, mereka telah memenangkan pertempuran ini.

Clero, yang telah kehilangan kakinya, berusaha untuk tetap berdiri meskipun rasa sakit yang tak tertahankan. Dengan bantuan Benjamin, ia akhirnya bisa beristirahat sejenak. "Kita... kita berhasil," ucapnya dengan napas berat.

Benjamin, yang kehilangan salah satu matanya, mengangguk pelan. "Tapi ini baru permulaan. Masih banyak yang harus kita hadapi."

Dios menatap tubuh tak bernyawa Galio dengan penuh kebencian yang belum sepenuhnya hilang. "Kita harus memastikan bahwa ancaman seperti ini tidak pernah muncul lagi. Kita harus bersiap untuk pertempuran berikutnya."

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di kejauhan. Bukan pasukan Inersia dan Celosia yang datang, melainkan Zara Hevilia dan Vahra Helheim. Zara, dengan kekuatan Dial perangsang hormon langsung menyembuhkan luka yang dialami oleh Clero dan Benjamin Ficus.

Zara tersenyum lembut, melihat tubuh Galio yang hancur di tanah. "Kalian telah melakukan yang luar biasa," kata Zara dengan mata bersinar. 

"Kami turut berduka atas ayahmu dan Tuan Gazef Stronia," ucap Benjamin Ficus

Vahra Helheim mendekat, matanya penuh dendam karena kehilangan Gazef Stronia tanpa sepengetahuannya. "Kita harus segera merawat yang terluka dan memperkuat pertahanan kita. Aku akan membunuh semua yang melukai Tuan Putri Zara."

Di tengah hiruk-pikuk perawatan medis dan perencanaan strategi, Dios, Clero, dan Benjamin merasa beban yang luar biasa telah terangkat dari bahu mereka. Mereka tahu bahwa mereka telah memberikan segalanya dalam pertempuran ini, dan kemenangan mereka adalah hasil dari kerja keras dan pengorbanan yang tak terhitung.

Namun, di balik rasa lega dan kemenangan, mereka juga merasakan kesedihan dan kehilangan. Banyak teman dan rekan mereka yang gugur dalam pertempuran ini, dan mereka tahu bahwa jalan menuju kedamaian masih panjang dan penuh dengan rintangan.

Di sisi lain terlihat beberapa orang telah sampai ke medan tempur.

"Baiklah sekarang dimana Eternity sialan itu?!" ucap Akila Ziglar.

"Bersiaplah Eternity, Parade Detoria telah tiba!"

101-The Book**************

101-The BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang