Bagian 56 - Perang Mattium Lembar V

6 1 0
                                    

"Dia menghilang!?" Ixora mengernyit kaget, seolah dunia di sekelilingnya berhenti sejenak. Detak jantungnya berpacu tak terkendali, menyalurkan gelombang kecemasan ke seluruh tubuhnya.

"Shina..." ucapku dengan nada termenung, bergema yang tiba-tiba sunyi mendengar ucapan dari Prunus. Dalam hatiku, kecemasan dan ketakutan berputar, seperti badai yang tidak ada habisnya.

"Apa yang akan dilakukan bajingan itu kepada Shina?!" Clero Thompson menggertak dengan amarah yang membara, menghantam tanah dengan kepalan tangan yang keras. Suara itu menggema, menambah tegang suasana.

Aira tiba dengan wajah datar, namun matanya menyala dengan kemarahan yang ditahan. Apa yang dilakukan oleh Prunus kepada para Suku Saraca sungguh kejam, dan kini dendam itu membakar di dalam dirinya.

Dengan mata mendelik dan tangan gemetar, Aira berbicara dengan penuh emosi, "Ayo bunuh mereka semua di Mattium." Kata-katanya seperti api yang menyambar minyak, memantik semangat balas dendam.

Agnis pun segera menyela, menenangkan Aira yang sedang murka. "Serangan tanpa rencana hanya akan membuat kita menjadi mainan mereka. Clero, Dios, dan Ixora, panggil semua anggota squadron kalian masing-masing. Ini adalah misi terakhir mereka sebagai anggota squadron. Kita akan melakukan perang habis-habisan," ucap Agnis dengan penuh keyakinan, menggerakkan kami semua dengan semangat yang tak tergoyahkan.

Sementara itu, aku masih termenung. Tangan ku bergetar. Aku sangat takut. Seakan aku akan kehilangan sahabatku untuk kedua kalinya. Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Gusta, tenanglah, kataku pada diriku sendiri, berusaha mengendalikan ketakutan yang mencekam.

"Gusta, aku tahu ini akan berat. Akan tetapi kau harus membuang semua emosimu karena kau tidak tahu siapa yang akan kau hadapi di pertempuran nanti. Kau mungkin akan bertanya, memangnya siapa aku yang berani berbicara seperti itu?" ucap Agnis, suaranya membawa kebingungan dan harapan.

"Apa maksudmu?" tanyaku, bingung dengan maksud dari kata-katanya.

"Aku telah kehilangan banyak orang yang aku cintai, mungkin aku mengerti bagaimana perasaanmu. Tapi untuk saat ini, hanya kau satu-satunya keluargaku dan kumohon jangan bertindak gegabah. Aku tidak sanggup kehilangan bangsaku lagi," sahut Agnis dengan nada yang lebih lembut namun tegas, membuatku semakin paham.

Agnis kemudian menghampiri Hica Swazicoff. "Hica, bisakah kau mengantarku lewat Exodial milikmu itu ke Negara Celosia?" tanyanya dengan nada serius.

"Aku pernah menjalani misi penelitian di sana. Aku bisa mengantarmu, Agnis," sahut Hica bersemangat, sorot matanya penuh dengan tekad.

"Hei, kau ingin ke kampung halamanku, tapi kau tidak mengajak ku?!" dengus Mira Evodia, nadanya penuh kegetiran yang tajam.

"Hahaha, baiklah Penari Celosia. Kau ikut bersamaku untuk mengirim pesan bahwa Inersia ikut serta dalam perebutan wilayah Mattium," sahut Agnis, tawanya menggema, memecah keheningan.

"Aira, kau pimpin mereka untuk berangkat ke Mattium segera. Jangan melakukan pertarungan sebelum pihak Negara Celosia datang," sanggah Agnis kembali dengan tegas.

"Baiklah, Tuan!" sahut Aira dengan semangat membara, tangannya mengepal, siap untuk memimpin.

"Baiklah sekarang semua telah memiliki tugas masing-masing. Silahkan lakukan dengan baik," seru Agnis Inersia, memecah ketegangan dengan kepastian.

---------------------

Sementara itu, di Kerajaan Nwara yang telah rata menjadi reruntuhan, Vahra mendengar kabar ini dan langsung menuju pusat kerajaan untuk melihat keadaan. Langkahnya cepat, hatinya dipenuhi kegetiran.

101-The BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang