25

10.7K 737 5
                                    

Pagi ini, Ayah mengajakku berkeliling taman Istana setelah sekian lama kami tidak bertemu. Hal itu terjadi karena Julie akan melakukan perjalanan ke Ethelind untuk menjemput keluarganya, hingga rutinitas minum teh setelah sarapan bersama tidak terlaksana.

Ayah banyak membicarakan masa kecil yang tidak aku ketahui dari ingatan Grizelle. Hal itu cukup mengangguku. Aku merasa benar-benar berada di dunia yang tidak nyata. Seolah aku bukan bagian dari mereka dan hanya akan menjadi orang asing yang berpura-pura menjadi putri dalam semalam.

"Apa kau ingat, Grizelle? Sebulan setelah pernikhan Frey adalah hari peringatan kematian Ibumu." Ucap Ayah terdengar penuh kesedihan.

Aku menghentikan langkahku. Ayah tampak sangat sedih, lagi pula lelaki mana yang tidak sedih ditinggal wanita yang sangat mereka cintai? Pasti reaksi Frey sama dengan Ayah. Aku jadi takut karena tidak merasakan emosi yang sama. Aku masih dapat menerima fakta bahwa Frey dan Ayah adalah keluargaku yang baru. Hal itu terjadi karena kami masih berkomunikasi dan saling membuat kenangan baru. Namun mendiang Permaisuri? Aku bahkan tidak tahu seperti apa suaranya dan bagaimana sikapnya padaku.

Apa ini benar? Aku semakin merasa jauh dari mereka. Bahkan kedekatan Julie dan Ayah mulai kubenarkan dalam otakku.

"Begitukah?" Gumamku. Aku sampai tidak menyadari nada suaraku yang mendingin.

Ayah membalikkan badannya setelah meninggalkanku beberapa langkah. "Putriku satu-satunya. Belum saatnya kamu mengerti dengan semua ini. Kelak kau akan mengerti dan menerimanya dengan sendirinya." Ucap Ayah kembali berjalan.

Aku mengikuti beliau dari belakang. Aku merasa sungkan untuk berjalan di sampingnya lagi sekarang. Aku merasa tidak pantas.

Mataku memicing kala melihat Alexio datang sepagi ini. Dia bahkan sudah berpenampilan rapi di taman Istana.

"Yang Mulia." Alexio membungkuk memberi salam.

"Kau datang terlalu pagi, apa berkasnya sudah lengkap?" Tanya Ayah dengan nada yang lebih riang.

Alexio menegakkan tubuhnya lalu berdeham sejenak. "Saya sudah membawakannya." Ucap Alexio menyerahkan beberapa kertas dokumen.

Aku melirik dokumen itu perlahan namun segera mendapatkan pelototan dari Alexio. Aku menyiutkan nyaliku.

Kasar sekali!

"Baiklah, kau sudah bekerja keras. Hari ini beristirahatlah di kastilmu." Ucap Ayah meninggalkan kami berdua di taman.

Aku tersenyum kikuk. Apa aku perlu menyapanya?

"Kau ada jadwal hari ini?" Tanya Alexio dengan wajah datarnya seperti biasa.

Aku menggeleng. Pertemuan yang akan aku lakukan adalah pertemuan kecil untuk para nona bangsawan yang bekerja denganku besok hari. Jadi hari ini sepertinya aku libur.

"Mau temani aku?" Tawar Alexio penuh misteri.

"Kau mau pergi kemana?" Tanyaku penasaran.

"Mancing."

...

Begitulah akhirnya aku menemani lelaki ini memancing di sungai dekat kastilnya. Alexio dengan sabar menunggu ikan yang tergoda oleh umpan yang dia pasang. Sementara aku membiarkan alat pancingku begitu saja. Sering kali benang itu bergerak-gerak namun aku malas mengangkatnya. Aku yakin umpan yang aku pasang pasti sudah habis. Akibatnya Alexio selalu mengomel padaku karena terlalu bodoh, mungkin. Aku juga tidak tahu karena dia hanya berbicara pelan namun penuh kekesalan.

"Kau menyesal menemaniku memancing?" Tanya Alexio dengan wajah polos itu.

"Bukankah ini membosankan?"

The Way To Protect My New FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang