Aku kembali ke Exoryxi setelah satu minggu kemudian. Tentu kedatanganku bersama dengan Tuan Tanahnya. Kami menghabiskan waktu perjalanan kami dengan cerita panjang dari Alexio mengenai awal terbentuknya Exoryxi.
Menurut cerita yang beredar sudah lebih dari ratusan tahun di Exoryxi, awalnya tanah ini adalah gabungan dari hutan belantara yang memisahkan Roseted dengan Ethelind. Namun seorang pejuang yang entah berasal dari mana membantu Roseted meluaskan wilayahnya sampai ke hutan itu.
Pejuang itu lantas meminta tanah sebelah barat untuk dijadikannya pemukiman kecil. Pemukiman itu hendak ia gunakan untuk anaknya kelak. Sang Kaisar kala itu memberikan tanah yang diminta pejuang sebagai hadiah.
Pejuang itu lantas membangun pemukiman dimana tanahnya tidak begitu subur. Ia memboyong keluarganya utnuk tinggal di sana. Mereka hidup cukup sengsara namun tetap bahagia.
Sampai pada masa pemerintahan Ayah Alexio takdir yang membelenggu Exoryxi terus berlanjut. Tidak sampai Alexio memutus tali takdir itu.
"Jadi kau memanggil dirimu sendiri pahlawan karena itu?" Ujarku mencibir.
Tawa Alexio menggema di kereta kuda. "Anggap saja seperti itu."
"Dasar pria narsis!"
Kereta kuda terhenti. Alexio membuka pintu kereta kuda, setelahnya ia mengulurkan tangannya ke arahku. Perlakuannya membuatnya terlihat begitu manis. Dia seperti pejuang yang ia ceritakan barusan, Maskulin dan dewasa sekaligus.
Pemanandangan pertama yang menyambutku adalah kastil yang tidak sebesar rumah Alexio di Ibu Kota. Namun kastil putih ini di kelilingi taman yang penuh dengan tanaman rambat yang ditata cantik.
Alexio memanduku memasuki area kastil. Di depan tangga menuju pintu masuk kastil, terdapat dua patung pria dan wanita yang tengah berdansa. Di sekeliling patung itu dibuatkan kolam ikan yang terbuat dari batu marmer.
"Ini?" Tanyaku menatap patung yang memukau itu.
"Ayah dan Ibuku." Sahut Alexio cepat.
Ia mebawaku memasuki kastil yang didominasi warna putih tulang. Di Atap-atap kastil terdapat lukisan bewarna-warni. Lukisan itu seolah menceritakan waktu pertama kali Marquess bertemu dengan Machioness. Sangat manis dan romantis.
"Jauhkan pikiranmu dengan apa yang kau pikirkan saat ini!" Ujar Alexio menyentil ujung jidatku.
Mataku terbelalak karena tindakannya. "Kau orang pertama yang berani menyentilku setelah Frey."
"Baguslah."
"Bagus apanya? Kau barusan berbicara seolah dapat membaca pikiranku."
"Kau tidak tahu? Wajahmu itu dapat dengan mudah ku tebak." Ucapnya dengan nada mengejek.
Mendengar ejekannya, aku pun menatapnya dengan curiga. Selama ini aku selalu pandai dalam menyembunyikan apa yang aku pikirkan. Apa yang barusan itu terlalu mencolok? Mungkin begitu karena aku juga sangat terrkejut melihat gaya arsitektur kastil ini.
"Kastil ini dibuat saat Marquess pertama kali bertemu dengan Marchioness."
Alexio mulai bercerita kembali. Kami berjalanan beriringan di temani semilir angin pagi yang sejuk. Dedaunan pohon yang menyapa di balik jendela ikut berayun seolah menghayati kejadian langka seperti hari ini.
Aku tidak tahu masa lalu apa yang dilalui Alexio dan keluarganya hingga membuatnya begitu emosinal hari ini. Pria yang lebih banyak diam kini mulai membicarakan masa lalunya. Dia seolah yakin akan berakhir denganku hingga berani menceritakan masa lalu keluarganya.
"Ayah bertemu dengan Ibu kala Ibu hanya seolah rakyat biasa yang tinggal di pinggiran Exoryxi. Seperti yang terlukis pada lukisan di atas sini, mereka bertemu di tebing."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way To Protect My New Family
FantasyNerissa, seorang gadis pengangguran yang sering membaca komik. baginya menamatkan satu serial komik dalam tiga hari adalah sebuah kewajiban. namun secara tiba-tiba, dia tertidur pulas dan tidak bangun lagi, jantungnya berhenti berdetak. Apakah Neris...