42

7.9K 629 6
                                    

Berita kematian Marquess dan Marchioness segera merebak luas ke seluruh Kekaisaran. Kaisar dan kedua anaknya segera melakukan perjalanan ke Exoryxi.

Selama perjalanan itu, aku mengeratkan pelukanku pada diriku sendiri. Bagaimana dengan Alexio? Pikiran terus berputar mengenai lelaki itu.

Selama beberapa tahun aku menenggelamkan diriku di dunia fiksi di kehidupan sebelumnya, karakter seperti Alexio tentu menyimpan dendam kepada orang tuanya bukan? Kedua orang tua yang seharusnya menyayanginya malah menyiksa Alexio bahkan sampai mengabadikan momen itu di dalam lukisan.

Alexio pasti tidak akan merasa sedih! Dia pasti baik-baik saja kan? Seperti itulah yang aku harapkan.

Sampai saat kami tiba di mansions Marquess, Alexio tidak memyambut kami. Kepala pelayan mengarahkan kami menuju ruangan dimana terdapat beberapa bangsawan lain telah tiba.

Suasana tampak suram bagiku. Tak berselang lama, upacara pemakamannya dilakukan malam itu juga. Aku selalu berada di genggaman Ayah selama pemakanan.

Di depanku, dua peti berisikan Marquess dan Marchioness disiapkan untuk segera dikuburkan di pemakaman khusus.

Setelah kedua peti itu tertutup tanah, Alexio datang dengan pakaian serba hitamnya. Wajahnya datar tanpa ekspresi sama sekali. Dia datang membawa bunga mawar putih di salah satu tangannya.

Lelaki besar itu bersimpuh di depan makan kedua orang tuanya. Dari jarak yang sedekat ini, mataku menatap wajah datar Alexio. Tidak ada raut kesedihan di wajahnya tapi sorot matanya sangat gelap dan dingin. Sangat berbeda dengannya dahulu.

Hatiku berdenyut melihat Alexio. Apa dia tidak dapat merasaka kesedihan? Atau dia hanya berusaha menyangkal kesedihan itu?

Pundakku ditepuk seseorang. Aku berbalik melihat Aden tersenyum misterius kepadaku.

Bagaimana dia bisa berdiri di belakangku? Bagaimana caranya? Padahal aku berada di bawah keamanan paling tinggi karena berdekatan dengan Kaisar. Bagaimana dia bisa di sini? Pertanyaan seperti itu terus berputar di otakku.

Sampai Aden menyentil dahiku cukup keras. "Sudah saatnya kau mengetahui segalanya!"

Setelah mengatakan itu, Aden tersenyum mengerikan. Kepalaku terasa sakit seperti dihantam batu yang sangat besar. Secara perlahan, penglihatanku menghitam dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya selain Alexio yang berlari ke arahku.

...

Cahaya menyilaukan membuatku membuka mata. Di hadapanku terdapat anak kecil yang tengah membaca buku. Rambutnya hitam, matanya kelabu, serta kulitnya putih cerah. Dia sangat menggemaskan. Wajahnya mengingatkanku pada seseorang. Tapi siapa ya?

Aku menatap diriku sendiri, sejak kapan pakaianku berubah? Kenapa aku memakai gaun putih? Ah, sebelumnya pakaian apa yang aku gunakan?

"Alexio! Teruslah belajar! Kau harus menjadi pintar agar tidak sebodoh Ayahmu!"

Seorang wanita dewasa mencengkram kedua pundak anak kecil itu. Air mata mengalir ke pipi anak kecil itu setelah mendengar bisikan ibunya. Wajah kecilnya yang imut dipenuhi ketakutan.

"Hei! Kau tidak boleh melakukan itu pada anak kecil!" Teriakku padanya.

Anehnya, kejadian itu membeku layaknya film yang telah rusak. Cahaya yang tadinya cukup terang kini meredup. Anak kecil dan wanita dewasa itu turut lenyap digantikan anak kecil yang sudah tumbuh agak besar dari sebelumnya. Kakinya tengah dirantai di lantai dengan kedua lengan yang tertancap besi panas.

The Way To Protect My New Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang