Cowok bego, ngapain sih masih datang ke sini?
Pulang sana!
Aku menggerutu dalam hati. Dadaku dipenuhi gemuruh amarah. Bisa-bisanya dia muncul di saat suasana hatiku sedang buruk dan pikiranku carut-marut. Memang cowok itu paling cocok disamakan dengan setan. Datang bikin masalah, nggak nongol pun memancing masalah. Buat apa dia datang kalau menimbulkan masalah. Sok-sokan merebut nanasku dengan dalih menghindarkanku jadi pembunuh. Pembunuh apaan sih? Nggak tahu apa-apa tapi sotoy.
"Shel, tungguin gue."
Dia masih terus membuntutiku dan meracau soal bicara berdua.
Siapa yang mau?
Aku mau pulang.
Aku belum mau bicara dengannya.
Langkahku melambat saat mataku mendapati Bu Adem Sari berdiri di depan gerbang rumah bersama Bu Las, tetangga kami. Dari raut wajah ibuku, aku bisa membaca situasinya seketika. Bu Adem Sari sudah siap meledak.
Pasti mama begini karena melihat Ganta di belakangku.
Aduh. Repot nih.
Aku nggak pro si bangsul, tapi aku juga nggak mau berpihak ke Bu Adem Sari. Bukannya aku durhaka loh. Aku kenal sifat ibuku yang nggak kenal kalah saat bertengkar dan aku nggak mau ibuku lagi-lagi menjadi tontonan warga. Selain itu, aku nggak mau Bu Adem Sari mengamuk lagi ke Ganta. Sudah cukup sakit yang dia miliki. Aku nggak mau ibuku mengorek luka lama karena bertemu muka dengan Ganta.
Aku berbalik. "Pulang sekarang. Gue nggak mau lo ketemu nyokap gue," kataku agak berbisik.
Ganta memandangku, lalu beralih melihat melintasi bahuku. Dia mempertimbangkan Bu Adem Sari.
"Gue mau ngomong sama nyokap lo," katanya. Ucapan dan wajahnya berkebalikan. Ucapannya boleh terdengar berani. ekspresinya yang menunjukkan dia gentar.
"Udah pulang aja deh," desakku nggak sabaran. Siapa pun bisa lihat dia takut.
"Ngapain dia ke sini?" Bu Adem Sari berdiri di sampingku dengan dagu diangkat tinggi-tinggi. Dengan tingginya yang nggak mencapai 155 cm, aku akui keberanian ibuku menantang Ganta yang tingginya nyaris 180 cm.
"Dia mau pulang, Ma. Ayo kita-"
Bu Adem Sari menyentak tanganku yang mencoba membimbingnya masuk rumah. Dari tempatku berdiri, Bu Las mengamati dari depan gerbang. Duh, di antara semua tetangga, kenapa mesti Bu Las yang jadi saksi mata? Dia itu paling bocor di sini. Bisa-bisa besok kami jadi pembicaraan di arisan RW dan posyandu.
"Berani banget dia datang lagi ke sini. Mau apa lagi dia datang? Mau minta nyawa keluarga kita yang lain?" Bu Adem Sari menyindir di depan muka Ganta.
Aku mendesah antara pasrah dan letih. "Ma, mending masuk aja," bujukku.
Ibuku melirik Ganta yang sejak tadi mematung. "Jangan pernah berpikir datang ke sini lagi. Kita bakal ketemu di pengadilan. Liat aja, kamu bakal bayar semua dosa-dosa kamu di penjara."
Badanku merinding. Mataku mencari sosok Ganta. Pria itu menegang. Mungkin dia nggak tahu ada gerakan yang ibuku lakukan untuk membalas perbuatannya. Mestinya aku senang melihatnya menciut dan pucat, yang aku rasakan adalah rasa takut. Ya, aku takut Ganta dipenjara.
"Ma, tolong," mohonku sambil memegang tangan Bu Adem Sari. Aku takut kalau-kalau dia akan melemparkan tinju ke Ganta.
Bu Adem Sari menolak, tapi aku memegangnya lebih kuat. Aku benar-benar nggak mau ada pertengkaran saat ini.
"Pergi dari sini. Jangan pernah balik ke sini!" peringatan terakhir Bu Adem Sari.
Aku menarik tangan ibuku. Kali ini dia mengalah dan mengikuti aku masuk ke rumah. Aku sempatkan melirik ke belakang sebelum melewati gerbang. Ganta menatapku dengan tatapan pilu entah karena alasan apa. Mungkin dia takut kali ini nggak bisa lepas dari hukuman penjara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whimsical Love
RomanceKesalahan terbesar Shella tahun ini adalah maksain peruntungan buat balas dendam. Alih-alih balas dendam, dia malah kehilangan keperawanan. Mau kesal, tapi kok keenakan? *** Ganta tahu masalah setiap cowok adalah memastikan jamur mereka nggak salah...