46

711 136 6
                                    

Bab 46

"Bro ... ke mana aja lo? Ngilang dalam beberapa hari. Whats wrong? Ada masalah besar apalagi yang sampai buat lo sekusut ini?"

Langsung saja duduk di atas sofa, bersandar nyaman, sambil memerhatikan gerak gerik gue, Osta kelihatan banget penasaran dengan keadaan gue sekarang ini. Mungkin dia lupa gue punya masalah besar mengenai dua orang Shella, serta kecelakaan yang gue alami 5 tahun lalu. Memang sih, semua ini adalah masalah hidup gue. Tapi seharusnya Osta bisa lebih peduli, dan mengabaikan gue selama beberapa hari. Sahabat macam apa yang kelakuannya seperti Osta ini?

"Bro, woi. Gue tanya, lo kenapa?"

"Pusing gue," jawab gue datar.

Melemparkan hp secara asal ke atas ranjang, gue bergerak dari posisi sebelumnya menuju ke toilet sejenak tuk mencuci muka agar merasa jauh lebih segar. Harapan gue sih setelah lebih fresh, gue bisa menemukan jalan keluar untuk semua masalah yang sedang gue rasakan kali ini.

Tapi sayangnya semua yang gue harapin berakhir sia-sia. Walau gue ngerasa jauh lebih fresh, namun tetap aja enggak mengubah apapun dalam kondisi masalah besar tersebut. Baik kecelakaan itu, masalah Shella, bahkan sampai fakta kalau gue bukan anak kandung nyokap, semuanya kompak menyerang gue sekaligus. Sedikit aja gue enggak ada dikasih waktu tuk berpikir secara tenang. Bahkan gue ngerasa, kalaupun gue mati sekarang, semua masalah itu masih tetap menghantui gue di akhirat kelak.

Ngeri banget ngelajanin hidup macem ini. Padahal hidup cuma satu kali, tapi nyebelin banget kenapa masalahnya bisa berkali-kali tanpa ada waktu antri?

"Kenapa sih? Lo cerita lah sama gue. Jangan dipendem sendirian begini. Takut gue lihatnya."

Menepuk sofa di sebelahnya, kedua mata Osta berkedip berulang kali, mencoba merayu gue untuk duduk di sana. Sebenarnya enggak salah kalau gue cerita ke Osta mengenai semua perasaan yang gue rasain kali ini, terlebih lagi Osta sudah mengetahui kejadian sebelumnya sehingga memudahkan Osta untuk menerima cerita yang akan gue lakuin.

Cuma masalahnya, apa gue masih percaya dengan saran yang akan Osta kasih ke gue nantinya?

Beberapa waktu lalu gue udah dijebak sama dia tuk nemuin dukun cabul demi menyembuhkan PB gue yang kelihatan rusak dibagian saklar on off nya. Trus sekarang, apa bisa gue percaya lagi sama dia?

"Kok diem? Kenapa lo? Takut cerita masalah lo ke gue? Apa gimana?"

Gue menggeleng secara perlahan. Gue sedikitpun enggak takut tuk cerita sama Osta. Terlebih lagi kita saling mengenal sudah cukup lama, jadi rasanya keterlaluan aja kalau Osta sampai mengejebak gue 2 kali.

"Beberapa hari ini gue udah coba gali semua jawaban dari masalah yang sedang gue hadapi. Cuma menariknya gue malah ketemu banyak fakta yang bikin gue sakit sendiri."

"Fakta?"

"Hm. Gue enggak mau basa basi lagi, karena cepat atau lambat lo juga bakalan tahu. Sebelum gosip itu sampai ke lo, mending gue jabarin faktanya aja."

"Oke. Sek, wait, ini masih ada hubungannya sama Kendi? Eh ... maksud gue si Shella gendut? Ah, maksud gue Shella asisten Louis?"

Osta meralat berulang kali panggilan dia untuk si Kendi. Yah, gue tahu, kami berdua belum terbiasa dengan perbedaan ini. Mengenal dua Shella yang amat sangat bertolak belakang membuat kami ragu memberikan panggilan nama kepada salah satunya.

"Iya, masih. Semua masih berhubungan sama tuh cewek dan juga gue."

"Lo? Lo kenapa, bro?"

"Yang pertama, sekalipun gue mengelak kabar ini, tapi entah kenapa gue yakin semua yang gue dengar adalah fakta. Fakta dimana gue bukan anak kandung dari nyokap gue."

Whimsical LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang