55

863 163 20
                                    

"Si bangsat?"

Louis mondar-mandir dalam langkah panjang dan gelisah. Aku mendesah. Sikapnya lebih baik dari perkiraanku. Sebenarnya aku sempat membayangkan dia bakal membalik meja dan mengaum sambil menyemburkan napas api setelah aku memberitahunya soal rencanaku cuti. Alih-alih mengamuk, dia cukup sopan dengan memaki 'bangsat' kepada zezeorang yang kita tahu emang bangsat betulan slash si bangsul slash bapake bayiku.

"Gue tahu ada sesuatu di antara lo dan Ganta, tapi sampe bunting..." Louis menggeleng sembari memegang kepalanya dengan tangan kanan. "Beneran bangsat cowok ini."

Aku mengangguk. Bangsat emang Ganta tuh. Baru sekali coblos, langsung gol. Aku saja kaget sejuta kali lipat.

"Lagian lo gimana sih, Shel?" Louis duduk di kursi kebesarannya yang ada di balik meja.

"Gimana yang gimana?" Aku bingung sendiri.

"Main cantik dikit. Baru kenal, kenapa mau langsung dibuang di dalam. Apa dia maksa lo?"

Ngasih alasan 'keenakan terus kebablasan' masih pantas di telinga, nggak?

"Dia nggak maksa..."

"Terus kenapa lo mau? Lo masih kecil banget, Shel. Gini nih kalo pendidikan seks kurang diajarin di sekolah. Lo tahu soal buang di dalam ama di luar bisa ngasih perbedaan besar dalam hidup lo, kan?"

Aku berasa sedang dikuliahi. Lagian sebelah mananya diriku yang pantas dideskripsikan kecil, woy?!

"Ganta lebih tua tapi bisa-bisanya dia manfaatin kepolosan lo. Harusnya gue tahu lebih awal jadi gue bisa hindari lo jadi korban. Yah, gue bacot gini sebenarnya telat banget. Lo udah hamil. Gue perlu nelepon Ganta dulu. Ada yang mau gue bahas ke dia soal kondisi lo."

"Ngapain nelepon Ganta? Kan saya yang hamil." Aku menunjuk perutku yang bulat.

"Gue mau ceramahin dia, sekalian ngeluarin unek-unek gue. Bisa-bisanya dia ngambil asisten gue dari semua cewek."

"Kalo lo ngomong begitu, kesannya kayak gue berharga banget buat lo," gumamku.

"Njir. Besar kepala banget lo." Louis berdecak.

Aku terkekeh karena baru sadar gumamanku terdengar olehnya.

"Gue punya kerjaan numpuk dan lo yang biasa bantu gue. Kalo lo absen, otomatis yang bantu gue nggak ada."

Ujung-ujungnya Louis mau mengeluhkan soal beban kerjanya ke Ganta. Fokus pembicaraan Louis sudah berpindah dari kehamilanku ke pekerjaan. Benar-benar tipikal Louis si gila kerja.

"Cuti lo baru keluar pas bulan delapan kehamilan. Urus pengajuan cuti lo dari sekarang ke Intan soal apa aja yang perlu lo siapin."

"Yah, masak pas bulan kedelapan?"

Louis berdecak. "Nggak usah ngeluh. Catat yang ini."

Aku segera membuka buku catatan dan bersiap menulis. Badanku sudah otomatis bersiap dengan tumpukan daftar kerja seabrek dari Louis.

"Buat iklan lowongan kerja buat admin. Kriterianya simple aja, nggak perlu S1, asal paham Excel dan pintar komputer, sama mau belajar. Job des-nya bikin kayak kerjaan admin biasa di sini. Minta Intan yang urus interview-nya. Lo yang urus lamaran masuk. Nanti admin ini bakal under lo. Bulan kelima hamil, lo boleh WFH."

Tumben baik, pikirku.

"Siap, Pak." Aku bangkit dari kursi sebelum dia berubah pikiran.

Begitu keluar ruang kerja Louis, aku diam sejenak untuk menimbang situasi ini. Aku sudah tahu bakal susah memperoleh cuti dan keputusan Louis sudah termasuk kemurahan hati mengingat situasi kantor yang serba riweuh. Namun aku ingin menjaga kehamilan. Menghirup aroma pengharum ruangan dari ruang kerja Pak Gerry yang persis di sebelah ruangan Louis saja sudah membautku mual. Ini nih yang membuatku tertekan ada di kantor.

Whimsical LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang