Tahun 2001, Urfi umur 3 tahun,
Urfi bermain bersama anak-anak lain di dalam ruangan panti asuhan Kasih Bunda. Sudah 3 tahun lamanya Urfi tinggal di sini, di jaga dengan baik oleh Bu Fatma yang Urfi kira sebagai ibunya.Urfi memainkan boneka beruang yang diberikan oleh Bu Fatma padanya, tapi boneka di tangan Urfi di rebut oleh anak perempuan lainnya. Urfi menangis saat bonekanya di rebut, boneka itu merupakan boneka kesayangannya, boneka yang selalu dia bawa tidur.
Bu Fatma keluar dari ruangannya, datang menghampiri Urfi yang menangis. “Urfi kenapa menangis?”
“Boneka... Ufi” Urfi menunjuk boneka beruangnya yang di ambil oleh salah satu temannya.
Bu Fatma melirik ke arah boneka Urfi, kemudian kembali menenangkan anak perempuan itu. “Cila, pinjam boneka Urfi sebentar, mungkin Cila mau main sama boneka Urfi”
Urfi masih terus menangis sesenggukan. “Boneka.. Ufi” rengeknya.
Cila yang merasa tidak tega berjalan mendekati Urfi, memberikan boneka beruang itu. Cila yang berumur lebih tua dari Urfi mengerti kesalahannya yang merebut boneka dari pangkuan Urfi. “Ini boneka Urfi”
Bu Fatma menatap Cila sambil tersenyum, meraih boneka dari tangan Cila. “Lain kali kalau Cila mau pinjam boneka Urfi, Cila izin dulu ke Urfi ya, Sayang” ucapnya lembut.
Cila mengangguk. “Iya, Ibu”
Bu Fatma mengembalikan boneka Urfi. “Ini Cila sudah mengembalikan boneka Urfi. Sekarang Urfi jangan menangis lagi” Bu Fatma mengusap sisa air mata di pipi Urfi.
Urfi mengangguk, mengusap pipinya dengan tangan kecilnya.
Bu Fatma membantu Urfi berdiri, kemudian beralih menatap Cila yang terdiam sambil menunduk. Sambil tersenyum Bu Fatma meraih tangan Cila. “Cila kalau sudah berbuat salah harus ngapain?”
“Minta maaf” jawab Cila pelan.
“Minta maaf ke siapa, sayang?”
“Ke Ufi”
“Bilang langsung ke Urfi, Cila minta maaf ya Urfi” suruh Bu Fatma, mengajarkan anak-anak di panti untuk selalu meminta maaf ketika berbuat salah.
Cila menatap Urfi yang matanya memerah sehabis menangis. “Maafin Cila, Ufi”
Urfi mengangguk. “Ufi maafin Cila”
Bu Fatma tersenyum, memegang tangan Cila. “Urfi sudah memaafkan Cila, sekarang Cila bisa bermain lagi sama yang lain”
Cila mengangguk, kembali bergabung bermain dengan anak-anak yang lain.
Bu Fatma beralih menatap Urfi, menggendong anak perempuan itu. “Ada yang ingin bertemu Urfi” ucapnya, membawa Urfi masuk ke dalam ruangannya.
Di dalam ruangan ada seorang perempuan yang terduduk membelakangi pintu. Ketika menyadari pintu di buka seseorang, perempuan itu berbalik, matanya berkaca saat melihat Urfi di dalam gendongan Bu Fatma. Dia Linda, Ibu kandung Urfi, perempuan itu kembali ke panti asuhan setelah 3 tahun lamanya.Linda tertegun melihat anaknya yang dia tinggalkan sudah bertumbuh besar, tampak sangat lucu dengan rambut yang di ikat ke atas.
Bu Fatma berjalan menghampiri Linda. “Ini Mama baru Urfi” ucapnya, memperkenalkan Linda kepada Urfi.
Linda bangkit dari duduknya, terus menatap Urfi, anaknya yang malang. “Aku boleh menggendong Urfi, Bu?” tanyanya.
Bu Fatma tersenyum. “Boleh, kamu ibunya”
Linda mengambil alih Urfi dari gendongan Bu Fatma, mencium pipi anaknya itu penuh kerinduan. Meskipun bukan dia yang merawat Urfi selama ini, tapi ikatan batin antara ibu dan anak tidak akan pernah terpisah. “Kamu sudah besar sayang”
Urfi yang masih kecil belum mengerti apa-apa, dia diam saja ketika ada seorang perempuan yang menciumnya. Urfi hanya menatap ke arah Bu Fatma dengan tatapan bingung. Bu Fatma meraih tangan mungil Urfi sambil tersenyum.
“Sekarang Urfi akan tinggal bersama Mama baru Urfi” ucap Bu Fatma, napasnya sedikit tercekat. Dirinya sudah lama merawat Urfi, dia pasti akan merindukan anak itu nantinya. Tapi, Bu Fatma juga senang karena akhirnya Urfi bisa tinggal bersama ibu kandungnya.
Bu Fatma mencium pipi Urfi untuk terakhir kalinya. “Ibu akan sangat merindukan Urfi. Urfi harus bahagia di sana ya”
“Aku pasti akan menjaga Urfi, Bu. Aku akan memberikan kasih sayang yang belum sempat aku berikan kepada Urfi sebagai ibunya” ucap Linda, merasakan perasaan senang membuncah di dadanya. Senang karena akhirnya dia bisa melakukan perannya sebagai ibu bagi Urfi, anak kandungnya.
********
Linda tersenyum menatap Urfi yang terlelap dengan nyaman di kasur, tangannya terus menggenggam tangan kecil itu. Akhirnya Linda bisa melihat anaknya, menemani anaknya sampai memasuki dunia mimpi. Linda membenarkan selimut yang menutupi tubuh Urfi, mencium pipinya cukup lama.
“Aku ingin berbicara dengan kamu”
Linda menoleh ke arah pintu yang di buka, di sana suaminya, Wandi berdiri menatap ke arahnya. Linda tersenyum, melangkah meninggalkan kamar Urfi, kamar yang sudah dirinya siapkan beberapa hari yang lalu. Linda menutup pintu dengan pelan agar Urfi tidak terbangun.
“Kamu ingin bicara apa, Mas?”
Wajah Wandi tampak tidak senang. “Kamu yakin akan merawat anak itu, Lin? Dia bukan anak kita, dia anak yang di buang orang tuanya”
Hati Linda terasa di cubit saat Wandi berkata seperti itu terhadap Urfi. Suaminya itu tidak tahu kebenaran jika Urfi adalah anak kandungnya, anak yang dia titipkan ke panti asuhan. Linda tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada Wandi, suaminya itu akan semakin tidak menerima keberadaan Urfi jika tahu kenyataannya.
“Kita sudah membicarakan ini sebelumnya Mas. Kamu setuju untuk mengadopsi anak di panti asuhan. Ini juga sebagai pemancing supaya aku segera hamil anak kamu”
Wandi menatap Linda. “Kita baru menikah 2 tahun, kamu tidak perlu terburu-buru untuk hamil”
“Kamu memang tidak menuntut aku untuk hamil, tapi orang tua kamu selalu bertanya kapan aku hamil, Mas” ucap Linda, memalingkan muka. Dia sudah bosan dengan pertanyaan kedua orang tua Wandi yang menanyakan kehamilannya.
Wandi terdiam. Orang tuanya memang selalu menanyakan apakah Linda sudah hamil atau belum. Pertanyaan itu juga yang membuat mereka sepakat untuk mengadopsi anak yang katanya berguna sebagai pemancing supaya cepat hamil.
Wandi menghela napas, memegangi kedua bahu Linda. “Baik, aku akan menerima anak itu”
Linda menatap Wandi berbinar. “Benarkah?”
Wandi mengangguk. “Tidak ada salahnya mencoba untuk melakukan yang di katakan orang, walaupun aku tahu itu hanya mitos”
Meskipun Wandi berkata seperti itu, Linda tetap merasa senang, bibirnya tertarik membentuk senyuman. “Terima kasih, Mas”
Kemudian Linda kembali menatap suaminya setelah terpikirkan sesuatu. “Bagaimana jika kita beri dia nama Urfi Dwi Wijoyo?”
“Kenapa dia harus diberi nama keluargaku?” tanya Wandi, terlihat tidak senang nama keluarganya di berikan di belakang nama anak yang mereka adopsi.
Senyuman Linda perlahan memudar. “Dia akan menjadi anak kita, tentu saja memakai nama keluargamu”
“Tapi, dia bukan anak kandung kita, dia hanya anak angkat”
“Jadi, kamu tidak setuju?”
Wandi terdiam beberapa saat. “Terserah padamu saja, tapi aku tidak akan pernah menganggapnya sebagai anak kandungku” ucapnya, meninggalkan Linda.
Linda menatap punggung suaminya yang menghilang, masuk ke kamar mereka. Linda menarik napas kasar, membalikkan badan kembali masuk ke kamar di mana Urfi tertidur. Linda menggapai tangan Urfi, menatap wajah damai anaknya itu.
“Maafkan Mama Urfi, Mama tidak bisa berbuat apa-apa” gumam Linda.
Setetes air mata jatuh mengaliri pipinya, Linda menepis air mata itu. Sampai kapan pun dia tidak akan bisa membuat Urfi diakui oleh suaminya karena Urfi hanya anak kandungnya, bukan anak kandung suaminya. Setidaknya, Linda masih di beri kesempatan untuk menjaga Urfi di sisinya meskipun hanya sebagai anak angkat. Dia tidak akan membiarkan Urfi tahu jika dia anak angkat di keluarga ini. Urfi harus merasakan kebahagiaan, memiliki keluarga yang utuh.
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
KU PELUK LUKA (Tamat)
ChickLit(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE SECARA ACAK) Kehidupan Urfi yang penuh dengan luka, di tinggalkan oleh Ibunya di panti asuhan ketika bayi. Saat Urfi umur 3 tahun dirinya di adopsi oleh Ibu kandungnya yang sudah menikah...