Gahar membolak-balik dokumen proposal pengembangan produk baru dari Divisi Product Development. Dahi Gahar mengerut saat membaca proposal dari salah satu karyawan bernama Tania Andara yang memberikan ide untuk membuat alat pijat kelamin. Gahar menghela napas kasar, memijat pelipisnya, proposal macam apa yang di ajukan oleh karyawannya ini. Dengan kesal Gahar melemparkan proposal itu secara asal ke lantai.
Gahar tidak habis pikir dengan ide dari Tania, dan bisa-bisanya dia berani mengajukan langsung kepada Gahar tanpa ada tanda tangan persetujuan dari Bu Betty, selaku kepala Divisi. Beberapa proposal sudah berserakan di lantai, sampai akhirnya Gahar menemukan proposal yang cukup menarik baginya.
Proposal dengan judul The Door Smart Lock dengan ide yang begitu menarik, kunci pintu yang bisa di gunakan di semua jenis pintu. Kunci pintu ini terhubung dengan ponsel, bisa menutup pintu melalui ponsel, dan mengatur waktu kapan pintu terkunci dan terbuka. Kunci pintu yang di rencanakan memiliki alarm jika di buka secara paksa. Ide yang begitu brilian, dan Gahar menyukai proposal itu.
Gahar mengecek nama karyawan yang memunculkan ide sebagus itu. Urfi Dwi Wijoyo. Sepertinya nama ini sudah tidak asing, Gahar mencoba mengingat di mana dia melihat nama itu. Gahar baru ingat, Urfi, karyawan yang pernah bertemu dengannya kafe waktu itu.
Gahar meraih gagang telepon yang ada di atas mejanya, menghubungi langsung kepala Divisi Product Development karena Gahar belum mempunyai sekretaris. Untuk sementara, dirinya yang langsung berhubungan dengan kepala setiap divisi.
“Tolong suruh Urfi ke ruangan Saya” ucap Gahar langsung ketika sambungan telepon terhubung.
“Sama satu lagi” Gahar mencoba mengingat nama karyawan yang proposalnya menurut Gahar sedikit tidak senonoh, di tambah mengajukan tanpa persetujuan kepala Divisi. “Tania, suruh Tania menghadap ke ruangan Saya juga”
“Baik, Pak”
Gahar mengembalikan gagang telepon ke tempatnya. Gahar mengalihkan pandangannya ke ponselnya yang menyala di atas meja, ada sebuah pesan masuk dari Dewi, Mamanya. Gahar mengecek isi pesan dari sang Mama.
Mama
Nanti malam kamu pulang ke rumah kan, Gahar? Udah seminggu kamu nggak pulang
Gahar sampai lupa jika dirinya harus pulang ke rumah, sudah seminggu Gahar selalu menginap di apartemen karena apartemennya lebih dekat dengan kantor dari pada rumah. Tapi, Gahar harus tetap pulang, Mamanya pasti khawatir mengingat Gahar tidak pernah tidak pulang. Hanya saja, semenjak mengambil alih di kantor cabang Gahar memutuskan untuk membeli apartemen.
Belum sempat Gahar membalas pesan dari Dewi, pandangannya teralihkan ke arah pintu yang di ketuk seseorang. “Ya, masuk”
Perlahan pintu terbuka, Urfi dan Tania sedikit berdebat di depan pintu, saling mendorong, menyuruh masuk terlebih dahulu. Tania mendorong Urfi lebih kuat sampai akhirnya Urfi menyembulkan badannya di ruangan Gahar.
Gahar menatap Urfi heran. “Ya, masuk, Urfi”
Urfi tersenyum, tangannya bergerak menarik Tania yang masih bersembunyi di balik tembok. Tania ketakutan bertemu Gahar karena dirinya mengajukan proposalnya tanpa mendapatkan tanda tangan dari Bu Betty. Tania mengajukannya langsung karena Bu Betty tidak menyukai idenya, Tania takut Gahar marah ketika membaca proposalnya.
Tania menampakkan dirinya setelah di tarik oleh Urfi, perempuan itu menarik Tania untuk terus masuk ke dalam ruangan Gahar, berdiri di depan meja atasannya itu.
“Bapak manggil kami karena apa, ya, Pak?” tanya Urfi sopan. Dirinya tidak di beritahu alasan di panggil Gahar, Bu Betty hanya menyuruh mereka untuk menghadap Direktur.
“Siapa yang bernama Tania?” tanpa bertanya sebenarnya Gahar sudah tahu yang mana Tania, karena hanya ada dua orang karyawan di dalam ruangannya.
Tania meringis, mengangkat tangannya pelan. “Saya, Pak” jawabnya sedikit ketakutan.
“Kamu yang ngajuin proposal alat pijat kelamin?” tanya Gahar.
Tania semakin meringis. Mati kamu, Tania. Gahar pasti benar-benar marah dengan proposalnya itu. Tania mengintip Gahar sekilas, aduh, benar saja, wajah Gahar tampak tidak bersahabat.
“Emang Bu Betty setuju sama proposal kamu, Tan?” tanya Urfi dengan suara pelan. Dia sedikit terkejut proposal Tania berhasil lolos dari Bu Betty, seingat Urfi, terakhir kali Tania mengatakan jika Bu Betty tidak menyukai proposalnya.
Tania menggeleng pelan, tangannya bergerak mencubit-cubit kecil lengan Urfi, sedikit menyembunyikan badannya di balik tubuh Urfi.
“Mampus kamu, Tan” bisik Urfi lagi, tahu jika Tania mengajukan tanpa persetujuan Bu Betty.
Tania semakin meringis, dirinya begitu ketakutan. Apa dia akan di pecat? Kalau Bu Betty sampai tahu bisa-bisa atasannya itu mengamuk sampai menelannya hidup-hidup.
Gahar hanya melihat Tania dan Urfi di depannya, melipat tangannya di meja. Sepertinya mereka berteman baik, dari interaksi mereka berdua Gahar langsung tahu itu.
Urfi menarik kepalanya menatap Gahar yang terdiam. “Maaf sebelumnya, Pak Gahar. Kalau Saya boleh tahu, kita di panggil ke sini karena apa ya?”
“Saya panggil kalian, ya, karena proposal yang kalian ajukan”
Urfi menggigit bibir bawahnya. “Proposal Saya ada yang salah, Pak?” tanyanya hati-hati.
Gahar menggeleng, membuat Urfi bernapas lega. “Enggak, Saya suka sama proposal kamu”
Urfi tersenyum lega, tapi kemudian Urfi teringat dengan Tania yang masih mencubit-cubit kecil tangannya. “Bapak juga suka sama proposal Tania, Pak?” tanyanya.
Tania meremas tangan Urfi, membuat Urfi meringis. Pertanyaan Urfi itu sedikit tidak masuk akal, melihat ekspresi Gahar saja Tania tahu jika Gahar sangat tidak menyukai proposalnya. Apalagi Tania mengajukan tanpa meminta persetujuan Bu Betty.
“Sakit tangan aku, Tan. Nggak sekalian di gigit juga”
Gahar menutup mulutnya, menahan tawa yang akan meledak mendengar keluhan Urfi. Tania dan Urfi saling melempar pandang, menyadari jika Gahar tertawa meskipun di tutupi dengan mulut.
Gahar sadar jika kedua karyawannya itu menatapnya aneh. Gahar berdeham, membenarkan posisinya. “Untuk proposal Tania bisa di lihat di sana” Gahar menunjuk tumpukan proposal yang berserakan di lantai.
Urfi dan Tania menganga melihat proposal yang berserakan itu, mereka tidak menyadari hal itu ketika memasuki ruangan Gahar karena terlalu merasa cemas. Tania menutup mulutnya, kemudian menatap Urfi yang masih menganga.
“Mulutnya, Fi” Tania mengangkat dagu Urfi, membuat mulut Urfi kembali terkatup.
Gahar kembali menahan tawa melihat dua karyawannya yang terlihat sangat lucu itu. Bagaimana bisa Pratama Group memiliki karyawan seperti mereka?
“Pak, Saya minta maaf kalau seandainya proposal Saya terlalu menyeleweng, Pak. Tapi, jangan kasih tahu Bu Betty, Pak Saya mohon” Tania menyatukan kedua tangannya, menaruhnya di depan dada, memohon kepada Gahar.
“Terus kamu lebih takut Bu Betty dari pada Saya?” tanya Gahar.
Wajah Tania mengernyit, mampus, salah ngomong lagi. “Jujur aja, Pak, maaf sebelumnya, Bu Betty bisa nelan Saya hidup-hidup Pak kalau dia tahu Saya ngajuin proposal Saya langsung ke Bapak”
Ya, mau bagaimana, Bu Betty lebih menakutkan bagi Tania dari pada Gahar. Bu Betty akan mengungkit kesalahannya itu sampai mati. Bu Betty akan terus mengaitkan kesalahan itu di masa mendatang. Jadi, Tania tidak ingin membuat masalah yang akan terus jadi bahan sindiran oleh Bu Betty.
“Jadi, kamu tahu kalau perbuatan kamu itu salah, Tania?” tanya Gahar, menatap Tania.
Dengan wajah memelas Tania menganggukkan kepalanya. “Saya pikir Bapak akan menyetujui proposal Saya, soalnya Urfi bilang proposal Saya nggak terlalu buruk"
Urfi menjadi korban lagi, perempuan itu mendelik, menatap Tania. Apa aku harus berkorban lagi Tania? Urfi tersenyum saat Gahar menatap ke arahnya. “Ide Tania bagus kok, Pak, kan laki-laki butuh itu, termasuk Bapak”
Tania mencubit lengan Urfi kencang sampai perempuan itu meringis kesakitan, mengusap-usap tangannya yang di cubit Tania. Cari mati, Urfi benar-benar ingin cari mati. Apa Urfi menganggap Gahar sebagai temannya hanya karena mereka pernah mengobrol di kafe? Tania menyesal sudah membawa nama Urfi, bukan hanya di marahi, mungkin saja dirinya akan di pecat.
“Saya nggak butuh alat itu” ucap Gahar, memijat pelipisnya yang terasa pusing. “Tania, kamu boleh keluar. Saya akan melupakan masalah ini”
“Pak Gahar akan kasih tahu Bu Betty?”
Gahar membuka mulutnya setengah, tidak percaya jika Tania masih memikirkan tentang Bu Betty. “Nggak. Saya nggak akan kasih tahu Bu Betty. Kamu boleh keluar”
Tania tersenyum senang. “Terima kasih, Pak Gahar” ucapnya, membungkukkan badan. Tania juga menarik tubuh Urfi untuk ikut membungkuk bersamanya.
Tania berjalan mundur dengan posisi tubuh masih membungkuk, Urfi ikut di tarik oleh Tania. Langkah kaki mereka terhenti saat mendengar suara Gahar.
“Saya belum selesai berbicara sama kamu Urfi”
Tania melepaskan tangannya yang memegang punggung Urfi, meninggalkan Urfi sendirian di ruangan Gahar, menutup pintunya. Di luar pintu Tania berdoa semoga Urfi selamat karena sudah mengatakan hal tidak senonoh itu.
“Aku doain kamu aman, Urfi” ucap Tania, menatap pintu ruangan Gahar yang tertutup dengan tatapan sendu.
Urfi masih membungkuk, belum mengangkat tubuhnya. Urfi memutar otaknya. Kira-kira apa yang akan di bicarakan oleh Gahar kepadanya?
“Kamu akan seperti itu terus, Urfi?”
Urfi langsung berdiri tegap, menatap Gahar. “Iya, Pak” jawabnya.
“Ada yang ingin Saya bicarakan. Kamu akan terus berdiri di sana?”
Urfi berjalan mendekati meja Gahar dengan langkah cepat. “Iya, Pak”
Gahar menunduk, berusaha menahan tawanya. Gahar harus bersikap profesional jika ingin karyawan menghormatinya. Setelah di rasa ekspresinya sudah normal, Gahar kembali menatap Urfi. “Mengenai proposal kamu, Saya cukup suka dengan ide kamu ini. Saya mau kamu terus mengembangkan ide ini, nanti Saya akan berbicara dengan Bu Betty untuk segera di realisasikan, kamu bisa membuat detail rancangan dari proposal kamu dan kirimkan ke Saya”
“Baik, Pak” Urfi membalikkan badannya hendak keluar ruangan.
“Urfi” panggil Gahar.
Urfi berbalik lagi menatap Gahar. “Nama kamu benar Urfi Dwi Wijoyo?” tanyanya.
“Iya, Pak, sesuai yang tertulis di proposal Saya”
Gahar mengangguk. “Keluarga Wijoyo?”
Meskipun tidak ada hubungannya dengan proposalnya, Urfi tetap mengangguk. “Iya, Pak. Kenapa memangnya, Pak? Apa ada yang salah sama nama Saya?”
Gahar menggeleng. “Nggak ada”
******
KAMU SEDANG MEMBACA
KU PELUK LUKA (Tamat)
ChickLit(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE SECARA ACAK) Kehidupan Urfi yang penuh dengan luka, di tinggalkan oleh Ibunya di panti asuhan ketika bayi. Saat Urfi umur 3 tahun dirinya di adopsi oleh Ibu kandungnya yang sudah menikah...