BAB 20

1.3K 49 0
                                    

Urfi menyandang tasnya, berjalan memasuki lift bersama Tania

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Urfi menyandang tasnya, berjalan memasuki lift bersama Tania. Urfi berjalan dengan mata berfokus pada layar ponsel, jarinya bergerak-gerak mengetikkan sesuatu di sana. Razi, pacarnya itu mengirimkan rekomendasi tempat yang bisa mereka datangi besok. Urfi mengecek beberapa tempat yang Razi cari di internet, tempat yang cocok untuk di datangi dengan pasangan.

“Fokus HP terus, Urfi” sindir Tania, melirik Urfi yang mengulum senyum dengan mata menatap layar ponsel.

Urfi menoleh kepada Hana. “Ini, Razi ngasih beberapa pilihan tempat buat besok”

Tania ikut melihat pesan dari Razi. “Aku tahu nih tempat ini” tunjuknya pada satu foto tempat yang seperti sebuah kafe.

“Oh, ya? Kamu pernah ke sana?”

Tania mengangguk. “Pernah, udah lama, sih”

“Bagus nggak tempatnya?”

Tania tampak berpikir sejenak. “Lumayan, di sana bisa naro sticky note gitu loh, Fi. Ada juga spot foto yang bagus, fotonya bisa di tempel di dinding kafe juga”

Urfi mangut-mangut, di lihat dari foto yang di kirimkan oleh Razi sepertinya memang ada tempat untuk memajang foto di kafe itu. Sebagai kenang-kenangan bagi pasangan yang pernah berkunjung ke sana. Urfi mengetikkan pesan balasan untuk Razi.

Urfi
Kita ke sini aja besok, Zi

Urfi memilih kafe yang di tunjuk oleh Tania tadi, kemudian Urfi membaca pesan baru dari Hana. Tumben Hana mengirimkan pesan untuknya. Urfi segera membuka pesan dari Hana, kurang lebih seperti ini isi pesannya.

Hana
Kak, datang ke hotel Sandrina ya, kamar nomor 203, jemput aku

Dahi Urfi mengernyit heran, sedang apa Hana di hotel? Dan kenapa Hana meminta Urfi untuk menjemputnya? Biasanya Hana akan meminta Papanya untuk menjemput. Apa mungkin Hana berbuat macam-macam di sana dengan pacarnya?

“Tania” panggil Urfi, memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Tania berdeham, menatap Urfi tepat ketika pintu lift terbuka di lantai dasar. Tania melangkahkan kakinya keluar lift bersamaan dengan Urfi. “Kenapa tadi?” tanya Tania.

Urfi berhenti melangkahkan kakinya, Tania juga melakukan hal yang sama. “Kamu bawa motor nggak?” tanyanya.

Tania mengangguk. “Minta di antar pulang?”

Urfi menggeleng, membuat Tania mengernyitkan dahi. “Boleh antarin aku ke Hotel Sandrina nggak? Kalau kamu nggak bisa, nggak apa-apa juga”

“Hotel Sandrina?” ulang Tania. “Ngapain, Fi, ke sana?”

“Mau jemput Hana, Tan. Aku takut kalau Hana di apa-apain sama orang di sana. Dia nyuruh aku buat jemput, pas aku tanya dia ngapain di sana, nggak di balas lagi”

Urfi sempat mengirimkan pesan balasan untuk Hana, menanyakan sedang apa Hana di hotel itu, tapi tidak di balas. Urfi takut Hana kenapa-kenapa, sekarang sudah pukul 8 malam.

“Yaudah, aku antarin ke sana”

Urfi tersenyum, berjalan beriringan dengan Tania menuju tempat Tania memarkirkan motornya. Jarak dari hotel ke kantor Urfi tidak terlalu jauh, hanya butuh waktu 30 menit untuk dia sampai di sana. Urfi turun dari motor Tania saat motor itu berhenti tepat di depan hotel.

“Aku tunggu di bawah, ya, Fi” teriak Tania kepada Urfi yang sudah berlari memasuki hotel. Urfi pasti khawatir dengan Hana yang berada di hotel.

Urfi melangkahkan kakinya memasuki lift, menuju lantai 2. Saat lift terbuka, Urfi mencari nomor kamar yang di sebutkan oleh Hana. Kaki Urfi berhenti tepat di kamar yang berada tidak jauh dari lift. Tangan Urfi terangkat mengetuk pintu kamar bernomor 203 itu, menunggu sampai Hana yang berada di dalam membukakan pintu untuknya.

Urfi merasakan jika waktu berhenti saat melihat orang yang membukakan pintu untuknya, mata Urfi memanas. Dia melihat Razi, pacarnya itu sedang bertelanjang dada, membuka pintu kamar hotel yang di sebutkan oleh Hana.  “Razi” gumamnya.

“Urfi, kamu kenapa bisa ke sini?” tanya Razi terkejut. “Kita ke bawah dulu” Razi hendak keluar dari kamar hotel, menahan Urfi supaya tidak masuk ke dalam, tapi suara dari dalam menarik perhatian Urfi.

“Siapa, sayang?” teriak Hana dari dalam kamar, Hana merebahkan tubuhnya di kasur dengan posisi tangan menopang kepalanya.

“Sayang?” Ulang Urfi, menatap Razi tidak percaya.

“Aku bisa jelasin nanti sama kamu, Fi. Kita ke bawah dulu”

Urfi menghempaskan tangannya yang di pegang Razi dengan kasar. Meskipun langkah berat, Urfi menarik kakinya memasuki kamar hotel. Urfi merasakan tungkainya melemas saat melihat Hana yang berbaring di kasur dengan baju seksinya.

Air mata Urfi langsung berderai saat itu juga, badan Urfi hampir terjatuh jika tangan Razi tidak menahan tubuhnya. Urfi menatap Razi tajam dengan tubuh gemetar, matanya memburam oleh air mata. “Kalian ngapain di sini?” tanyanya bergetar.

Hana yang berbaring di atas kasur tidak terkejut sama sekali melihat kedatangan Urfi, dia sengaja menyuruh Urfi ke sini, membongkar hubungannya dengan Razi. Hana tidak rela jika Razi tetap menikahi Urfi, dan hidup berbahagia.

“Urfi, aku bisa jelasin sama kamu. Kasih aku kesempatan buat jelasin semuanya”

“Jelasin apa, Razi?” tanya Hana, berjalan mendekati Urfi. “Jelasin kalau kita punya hubungan di belakang Kak Urfi”

Urfi beralih menatap Hana. “Kalian punya hubungan?” tanyanya.

Hana mengangguk, melipat tangannya di dada. “Jauh dari dugaan Kak Urfi. Kakak nggak bisa lihat kondisi kamar disini”

Urfi meneliti kondisi kamar yang berantakan dengan baju Razi berada di lantai, dan Hana yang memakai pakaian seksi. Urfi mengusap rambutnya dengan tangan, tubuhnya semakin gemetar. Pacarnya dan adiknya bermain api di belakangnya.

“Kami tidur bareng” tambah Hana.

“DIAM KAMU, HANA!” bentak Razi, menatap Hana tajam.

PLAK..
Satu tamparan Urfi layangkan ke pipi Razi. Perempuan itu menatap Razi nanar, tangannya gemetar hebat. “Sejak kapan, Zi?” tanyanya.

“Sayang, beri aku...”

“SEJAK KAPAN?!!!” teriak Urfi, bahunya naik turun menahan emosi yang memuncak, kesedihan, kekecewaan,  dan kemarahan menyatu menjadi satu.

“Apa perlu aku yang jawab, Razi?” tanya Hana, melirik Razi yang menunduk, terdiam. Hana menganggukkan kepalanya. “Udah jalan setahun, ya, Zi”

Jadi, selama ini Razi sudah berhubungan dengan Hana sebelum Hana mengerjakan skripsi bersama Razi. Urfi selama ini di bohongi oleh Razi. “Semuanya bohong, kan, Zi?” tanya Urfi, menatap Razi.

Razi menarik kepalanya menatap Urfi, kepalanya digelengkan. “Aku cinta sama kamu, aku serius mau nikahin kamu”

“KALAU KAMU CINTA AKU KENAPA KAMU SELINGKUH?! SAMA HANA, ZI! KAMU TAHU DIA ADIK AKU!”

“HANA YANG RAYU AKU, FI!”

“Enak aja kamu, Zi! Kita ngelakuinnya sama-sama mau, ya” Hana tidak terima Razi menuduhnya yang merayu, ya, walaupun tidak sepenuhnya salah.

Urfi melepaskan cincin yang melingkar di tangannya dengan gerakan kasar. Tangan gemetarnya membuat Urfi kesulitan melepaskan cincin di jarinya. Urfi terus memaksa cincin itu terlepas, bahkan membiarkan tangannya lecet.

“Cincinnya, harusnya kamu kasih ke Hana, Zi” ucap Urfi gemetar.

Razi menggelengkan kepalanya. “Enggak. Aku bisa jelasin ke kamu, tolong beri aku kesempatan kedua”

Urfi menggenggam erat cincin pemberian Razi. “nggak ada kesempatan kedua bagi orang yang berselingkuh” ucapnya penuh penekanan.

Urfi berusaha keras menahan air matanya, menguatkan kakinya untuk tetap berdiri di depan Razi meskipun Urfi merasakan jika dunianya sedang hancur. Kepercayaan yang dia berikan kepada Razi di sia-siakan begitu saja.
Urfi beralih menatap Hana, adiknya itu tampak santai, malah terlihat senang melihat Urfi yang hancur. Urfi memberikan cincin yang ada di genggamannya kepada Hana. “Semoga kalian bahagia”

Urfi meninggalkan kamar hotel itu dengan hati yang hancur. Urfi tidak menghiraukan Razi yang memanggilnya. Urfi membekap mulutnya sekuat tenaga, dan melangkah memasuki lift. Tangisan Urfi pecah saat berada di lift.

Laki-laki seperti apa lagi yang harus Urfi percaya? Laki-laki seperti Razi yang memperlakukan dirinya begitu baik saja bisa berselingkuh, bahkan sudah setahun lamanya Razi menjalin hubungan dengan Hana.

Urfi membiarkan orang-orang di lobi hotel menatapnya aneh. Langkah kakinya semakin terasa berat, Urfi berhambur ke pelukan Tania yang masih menunggunya di depan hotel.

“Kenapa, Fi?” tanya Tania, cemas saat melihat Urfi keluar dari hotel berlinang air mata.

Urfi terisak di pelukan Tania, dadanya terasa di hantam palu, memukul hatinya sampai hancur berkeping. “Bawa aku pergi dari sini”

*******

KU PELUK LUKA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang