Tania melangkahkan kakinya memasuki lift dengan ponsel yang mengapit di telinganya, di dalam lift sudah ada Gahar yang juga ingin turun ke bawah untuk pulang. Tania sedikit membungkukkan badannya, menyapa Gahar sebelum memasuki lift. Tania berdiri di belakang Gahar.
“Iya, kamu tenang aja. Aku udah bikin surat izin buat kamu. Sekarang istirahat aja dulu, nggak usah mikir kerjaan. Tenangin diri aja dulu” ucap Tania pada Urfi di balik telepon.
Urfi tidak masuk kerja sudah 3 hari, perempuan itu masih belum bisa melakukan aktivitas sehari-harinya. Tania juga yang menyuruh Urfi untuk beristirahat sementara waktu sampai merasa jauh lebih baik. Tania sudah membuatkan surat izin untuk Urfi mengambil cuti selama beberapa hari. Tania ingin Urfi kembali bekerja ketika hatinya sudah sembuh. Meskipun Urfi memaksa masuk kerja, perempuan itu tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaannya.
Tania menganggukkan kepalnya. “Iya, nanti aku kalau sempat mampir ke rumah kamu, deh, Fi”
Tania memutuskan sambungan telepon, memasukkan ponselnya ke dalam tas. Gahar yang berdiri di depan Tania mendengar percakapan Tania dengan seseorang di balik telepon. Apa Tania berbicara dengan Urfi? Gahar tahu jika Urfi tidak masuk bekerja beberapa hari ini, dan Gahar dapat info dari Bu Betty bahwa Urfi izin karena sakit.
Tania menatap punggung Gahar, laki-laki itu masih berdiri di dalam lift, tidak berniat keluar saat pintu lift terbuka. Tania tidak mau ambil pusing, dia berjalan melewati Gahar. Tania kembali berpamitan dengan Gahar sebelum keluar dari lift.
“Saya keluar dulu, Pak. Udah sampai lantai dasar” ucap Tania, sedikit membungkukkan badannya.
Gahar tersadar, menatap Tania yang sudah berjalan, menjauhi lift. Gahar segera menyusul Tania, mempercepat langkah kakinya. “Dania” panggilnya.
Dania yang berada di meja resepsionis menatap heran ke arah Gahar yang memanggil namanya, tapi tatapan Gahar tertuju kepada Tania. Sedangkan Tania, dia masih terus berjalan, tidak memedulikan panggilan Gahar karena laki-laki itu tidak menyebut namanya dengan benar.
Gahar menghentikan langkah Tania, berdiri di depan perempuan itu. “Kamu nggak dengar Saya panggil kamu, Dania?”
Tania menengadahkan kepalanya, mengernyit. “Bapak panggil Saya?” tanyanya, menunjuk dirinya sendiri.
Gahar mengangguk. “Iya, siapa lagi yang Saya panggil. Cuma kamu yang bernama Dania”
“Saya bukan Dania, Pak. Dania di meja resepsionis” Tania menunjuk ke arah Dania yang menatap ke arah mereka.
Gahar mengikuti arah tunjukan Tania, di sana Dania menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, menyapa Gahar. Laki-laki itu berdeham, kembali menatap Tania. “Saya panggil kamu” ujarnya.
“Oh, iya, Pak. Kenapa, Pak?”
Tania sedikit kesal sebenarnya dengan Gahar yang salah dengan namanya. Lagi pula kenapa ada orang yang memiliki nama yang hampir mirip dengannya di kantor ini. Rasanya Tania ingin mengganti nama agar kejadian salah panggil nama tidak terulang lagi. Selama dia bekerja di sini, baru Gahar yang salah menyebut namanya.
“Urfi kenapa nggak masuk kerja?” tanya Gahar.
Tania sedikit bingung. Untuk apa Gahar menanyakan Urfi? Lagi pula urusan karyawan seperti mereka akan di urus oleh kepala Divisi, dan Direktur seperti Gahar tidak terlalu perlu mengetahui alasan karyawannya tidak masuk.
“Saya nanya kayak gini karena Urfi lagi bikin laporan lanjutan dari ide produknya”
“Oh” sorak Tania. Perempuan itu akhirnya tersenyum, pantas saja Gahar menanyakan Urfi. “Urfi lagi sakit, Pak. Kalau Bapak ada yang mau di sampaikan ke Urfi, biar nanti Saya sampaikan”
Gahar mengernyitkan dahinya. “Urfi sakit apa?”
Tania menggigit bibir bawahnya, mencari penyakit yang cocok untuk Urfi. Tania memutar otaknya mencari jawaban yang pas agar Gahar tidak curiga. Tania harus menyelamatkan Urfi, jika sampai atasan tahu Urfi libur hanya karena patah hati, riwayat Urfi bisa tamat di perusahaan ini.
“Ulu hatinya sakit, Pak” Gahar mengernyit mendengar jawaban Tania. “Udah beberapa hari ini dadanya sakit banget” Tania memegangi dadanya. “Di ulu hatinya itu, Pak. Kata dokter harus istirahat yang cukup dulu” tambah Tania.
Tania melihat reaksi Gahar. Apakah Gahar akan percaya dengan penyakit yang dia sebutkan? Tania tidak tahu akan menyebut penyakit apa lagi, yang terpikirkan olehnya hanya ulu hati, dengan begitu dia tidak sepenuhnya berbohong bukan?
Tania bernapas lega saat melihat Gahar menganggukkan kepalanya. “Kalau begitu Saya pulang dulu, ya, Pak” pamitnya.
Tania melangkahkan kakinya keluar dari gedung kantor, mata Tania terpaku melihat seorang laki-laki yang sedang berdiri di teras kantor. Tania menatap laki-laki itu tajam, mengepalkan tangannya di kedua sisi tubuhnya.
“Mau apa kamu kesini?!!” tanya Tania marah.
“Tania, Urfi mana?” tanya Razi, melihat ke belakang Tania, dia tidak menemukan keberadaan Urfi.
“Jangan pernah temuin Urfi lagi! Dasar laki-laki brengsek!”
PLAK..
Tania menampar pipi Razi begitu keras sampai tangannya terasa kebas. Tania terbawa emosi ketika melihat Razi dengan tidak tahu malunya masih mencari Urfi, laki-laki itu menunggu Urfi di depan kantor.
Razi memegangi pipinya, menatap Tania marah. “Aku juga mau ketemu, Urfi! Ini urusan aku sama dia!”
Tania tertawa sinis. “Sekarang, urusan Urfi! Urusan aku juga! Apalagi jika menyangkut kamu, Razi! Kamu laki-laki paling bejat yang pernah di temui Urfi!” Tania menunjuk-nunjuk Razi dengan mata nyalang.
“Ada yang mau aku omongin ke Urfi” ucap Razi pelan. “Tolong kasih tahu aku, di mana Urfi sekarang”
“Berhenti cari Urfi! Kamu udah nggak pantas buat Urfi! Bahkan buat lihat wajah Urfi aja kamu udah nggak layak! Kamu temuin Hana, selingkuhan kamu itu!”
Razi menatap Tania tajam. “Jangan pernah sebut nama Hana! Aku sama dia nggak ada hubungan apa-apa!”
“Fuck you, bitch!” Tania mengacungkan jari tengahnya ke arah Razi. “Nggak ada hubungan tapi kamu tidur sama dia” Tania menatap Razi tidak percaya, menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sekali brengsek, tetap brengsek!”
Tania meluapkan amarah yang dia pendam saat mendengarkan cerita Urfi. Mungkin, Urfi belum bisa menyampaikan amarahnya dengan baik kepada Razi, biar Tania yang mewakili Urfi. Tania akan memaki Razi sepuasnya, bahkan Tania ingin membunuh Razi saat ini juga.
“Ada apa ini?” tanya Gahar, mendekati Tania yang sedang membuat keributan di depan kantor. Gahar melirik Razi, meneliti penampilan laki-laki itu yang sedikit kacau dengan kemeja keluar dari celana.
“Nggak ada apa-apa, Pak. Cuma laki-laki brengsek yang nggak tahu diri!” jawab Tania, menatap Razi marah. Tania tidak peduli jika ucapannya terdengar tidak sopan dengan Gahar. Tania tidak bisa mengontrol dirinya untuk tidak menyebutkan kata brengsek, Razi bahkan lebih brengsek dari pada kata brengsek itu sendiri.
“Jangan buat keributan di kantor Saya, Mas” peringat Gahar, menatap Razi.
Razi menatap Gahar sekilas, kemudian kembali menatap Tania. “Bilang ke Urfi untuk buka blokirannya” ucapnya sebelum melangkahkan kaki menjauhi Tania dan Gahar.
“Nggak akan bajingan!” teriak Tania, menatap punggung Razi yang menjauh.
Tania tidak akan membiarkan Urfi membuka blokir nomor Razi, dia orang pertama yang akan menahan Urfi. Tania tidak akan membiarkan Razi mendapatkan kesempatan dari Urfi, laki-laki itu tidak pantas lagi mendapatkan maaf dari Urfi. Jika perlu, Tania akan mencarikan laki-laki baru yang bisa menjaga Urfi, yang jelas bukan Razi orangnya.
“Ada urusan apa dia sama Urfi?” tanya Gahar, penasaran. Gahar tidak tahu siapa laki-laki yang baru saja berbincang dengan Tania. Di lihat dari cara Tania berbicara dengan laki-laki itu, sepertinya dia telah membuat kesalahan.
Tania menoleh ke arah Gahar. “Nggak ada urusan, Pak. Emang gila aja dia, Pak”
********
KAMU SEDANG MEMBACA
KU PELUK LUKA (Tamat)
ChickLit(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE SECARA ACAK) Kehidupan Urfi yang penuh dengan luka, di tinggalkan oleh Ibunya di panti asuhan ketika bayi. Saat Urfi umur 3 tahun dirinya di adopsi oleh Ibu kandungnya yang sudah menikah...