EPILOG

4.9K 80 8
                                    

Urfi duduk dengan perasaan gugup, saling menggenggam tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Urfi duduk dengan perasaan gugup, saling menggenggam tangannya. Hari ini pernikahannya dengan Gahar di gelar, Urfi sudah siap dengan gaun pengantin, dan make up di wajahnya. Di luar sana, Gahar sedang mengucapkan ijab kabul. Urfi menunggu dengan cemas, berharap Gahar di beri kemudahan.

“Minum dulu, Kak”

Urfi menoleh kepada Geisha yang menyodorkan minuman untuknya. “Makasih, Gei” Urfi mengambil botol minuman yang diberikan Geisha, masih belum meminumnya.

“Bawa tenang, Fi. Jangan tegang” Tania menghampiri Urfi, membawa piring berisi makanan. Tania menarik salah satu kursi, duduk di sebelah Urfi. “Makan dulu, ntar kamu pingsan lagi pas resepsi” Tania menyodorkan sesendok nasi kepada Urfi.

Urfi menggelengkan kepalanya. “Aku nggak bisa makan, Tan” tolaknya.

Urfi merasa begitu gugup, dia tidak bisa makan apa pun semenjak mulai di dandani ketika subuh. Bahkan untuk minum pun dia tidak bisa. Tangan Urfi berkeringat dingin, sayup-sayup mendengar suara dari luar. Jantung Urfi berdebar menunggu dirinya di perbolehkan keluar ruangan.

“Lancar, Kak” sorak Geisha, masuk ke dalam ruangan. Geisha tampak tersenyum lebar. “Bang Gahar berhasil dalam sekali tarikan napas”

Urfi tersenyum senang, matanya berkaca. Mulai detik ini, dirinya resmi menjadi istri Gahar. Urfi menatap Tania yang ikut senang mendengarnya, Tania memegangi tangan Urfi.

“Pengantin wanita bisa keluar, ya” ucap salah satu orang yang mengurusi pernikahan Urfi.

Tania membantu Urfi untuk berdiri, menjadi pengiring sahabatnya itu. Sementara Geisha memegangi ekor dari gaun yang Urfi kenakan agar mempermudah Urfi untuk berjalan keluar. Urfi menggenggam tangan Tania begitu erat ketika dirinya melihat Gahar berdiri di ujung sana, menunggu kedatangannya.

Gahar mengusap sudut matanya, melihat Urfi, istrinya yang perlahan mendekat ke arahnya. Gahar tidak bisa menyembunyikan perasaan haru. Dia berhasil sampai di titik ini. Setelah banyaknya badai yang melanda kehidupan Urfi, Gahar berhasil membawa Urfi hidup bersamanya.

“Tisu, Mas”

Gahar menerima tisu yang disodorkan seseorang, mengusap sudut matanya dengan tisu. Gahar menghembuskan napas kasar, tangannya sedikit gemetar. Detik demi detik terlewati, langkah Urfi semakin dekat dengannya.

Gahar tersenyum, menyambut tangan Urfi dari Tania dan Geisha yang menjadi pengiring pengantin. “Kamu cantik, sayang” pujinya, menatap wajah Urfi lekat.

Tania menjauhi pelaminan, memilih duduk di salah satu kursi yang di penuhi oleh tamu undangan. Tania menatap Urfi yang sudah bersatu dengan laki-laki yang dia cintai, dan juga mencintainya. Tania ikut bahagia, tanpa sadar dirinya ikut menangis. Tania mengambil tisu untuk mengusap air matanya. Bukan hanya Tania, Linda dan Dewi pun ikut mengusap air matanya, mereka melepas anak mereka untuk memulai hidup baru.

Urfi tersenyum, matanya berkaca. “Aku mau nangis, Gahar. Tapi, nanti make up aku luntur” ucapnya.

Gahar terkekeh, mengusap sudut mata Urfi. “Nggak apa-apa make up-nya luntur”

“Selamat kepada kedua mempelai yang tengah berbahagia, mulai hari ini kalian resmi menjadi pasangan suami dan istri. Semoga bisa merangkai hidup yang penuh tawa di kemudian hari, dan memiliki anak-anak yang lucu”

Sorak tamu undangan bersiul ketika pembaca acara mengatakan anak-anak yang lucu. Gahar pun ikut tersenyum, matanya tidak lepas menatap Urfi. Tangannya berada di pinggang istrinya itu, memeluknya.

“Aku mau anak dua, ya, sayang”

Urfi tersenyum malu mendengar permintaan Gahar. “Gahar..”

Gahar membelai pipi Urfi. “Atau kamu mau 5?” godanya.

Urfi memukul pelan lengan Gahar, pipinya memanas.

“Sepertinya mempelai kita menganggap dunia milik mereka berdua, ya” canda pembawa acara laki-laki itu. “Kita langsung ke acara yang di tunggu-tunggu mempelai, dan kayaknya tamu undangan juga udah nunggu acara ini, ya”

Pembawa acara tertawa, tamu undangan saling bersahutan. “Kepada mempelai pria di persilahkan untuk mencium mempelai wanita”

Terdengar bunyi siulan dari tamu undangan, menggoda pengantin. “Cium. Cium. Cium”

Urfi tersenyum malu, melirik tamu yang begitu banyak memenuhi gedung, bukan hanya keluarga, ada teman Gahar, dan karyawan kantor. Untuk tamu undangan lebih banyak dari pihak orang tua, mereka mengundang semua teman-temannya.

“Mau cium di mana, Fi?” tanya Gahar.

Urfi menatap Gahar, mengulum senyum. “Di mana aja” Urfi pasrah, Gahar bebas menciumnya di mana saja, toh, Gahar sekarang suaminya.

Gahar tersenyum, mendekatkan wajahnya. Urfi memejamkan matanya ketika wajah Gahar semakin dekat. Urfi merasakan bibir Gahar mendarat di keningnya, dan sorak dari tamu undangan terdengar. Gahar menggeser wajahnya ke samping, berbisik di telinga Urfi, membuat Urfi membuka matanya.

“Sisanya di kamar, Fi”

********

Urfi duduk di depan meja rias kamarnya, kamar di apartemen Gahar yang sudah di dekorasi oleh Dewi dan Linda. Kamar yang di sediakan untuk malam pertama mereka. Pipi Urfi memanas membayangkan jika sebentar lagi dia akan melepas kegadisannya.

Urfi memandangi wajahnya yang masih mengenakan make up dan baju pengantin. Acara resepsi mereka baru selesai sekitar satu jam yang lalu, dan Gahar langsung membawa Urfi ke apartemen untuk beristirahat setelah penat berdiri seharian. Urfi rasa mereka tidak akan beristirahat malam ini. Tangan Urfi bergerak memegangi pipinya yang kembali memanas.

Urfi melirik ke arah pintu kamar mandi, Gahar sedang mandi, membersihkan dirinya. Saat mereka tiba di apartemen, mereka sempat terduduk sebentar, dan Gahar mengatakan ingin mandi terlebih dahulu kepada Urfi. Setelah Gahar mandi, mungkin Urfi yang akan mandi selanjutnya.

Urfi berdiri dari duduknya ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka, Gahar keluar bertelanjang dada, handuk melingkar di pinggang laki-laki itu. Urfi memalingkan mukanya ke arah lain, pipinya bersemu merah. Urfi tahu mereka sudah menikah, tapi bukan berarti Gahar bisa keluar dengan kondisi seperti itu.

“Kamu nggak mandi, Fi?” tanya Gahar, mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil.

Urfi menganggukkan kepalanya, masuk ke kamar mandi dengan langkah lebar, dan sedikit berlari. Urfi menutup pintu, tangannya bergerak memegangi dadanya, di balik sana, jantungnya meronta-ronta.

Gahar beralih mengambil ponselnya yang ada di nakas, mengecek ponsel yang sedari pagi dia abaikan. Gahar membuka pesan yang masuk tadi pagi, pesan yang belum sempat Gahar buka karena sibuk dengan pernikahannya. Gahar terdiam beberapa detik, menatap layar ponselnya.

“Gahar, aku lupa bawa handuk” cicit Urfi. Perempuan itu kembali keluar dari kamar mandi saat menyadari jika dirinya masuk ke dalam tanpa membawa handuk dan kapas untuk membersihkan make up-nya.

Urfi berjalan kembali ke meja rias, mengambil kapas, micellar water, serta handuk. Urfi melirik Gahar yang membelakanginya. Urfi sedikit mengernyitkan dahinya, sedang apa laki-laki itu? Urfi mengangkat bahunya, tidak mau ambil pusing, melangkah kembali, tapi langkah Urfi terhenti saat mendengar suara Gahar.

“Kamu bisa tidur di sini, Fi. Aku akan tidur di kamar sebelah”

Urfi mematung, butuh beberapa detik bagi Urfi untuk mencerna ucapan Gahar. Urfi membalikkan badannya, menatap Gahar yang kini juga menatap ke arahnya. “Bisa di ulang, Gahar. Tadi kayaknya aku salah dengar”

“Kita tidur pisah kamar, Fi”

Urfi menegang, semua barang yang ada di pangkuannya jatuh begitu saja. Micellar water yang jatuh mengenai kakinya tidak membuat Urfi mengalihkan pandangannya dari Gahar. “Maksudnya apa, Gahar? Kenapa kita pisah kamar? Kita udah nikah”

“Aku udah nggak cinta sama kamu, Urfi"

Bagaikan di sambar petir, Urfi merasakan seluruh tubuhnya tersengat listrik, tangannya gemetar, matanya memanas. Gahar tidak mencintainya?  Bagaimana bisa? Mereka baru saja berbahagia, melaksanakan pernikahan beberapa jam yang lalu.

Urfi tertawa miris. “Nggak lucu, Gahar”
Urfi berharap Gahar hanya berbohong saat ini, katakan Gahar jika kamu hanya bercanda. Harapan Urfi pupus, Gahar serius dengan ucapannya.

“Aku lagi nggak bercanda, Urfi. Aku serius, aku udah ngga cinta sama kamu”

Perlahan tubuh Urfi merosot, terduduk di lantai. Air mata yang sudah berkumpul di pelupuk matanya menerobos keluar. Secepat itu, secepat itu perasaan Gahar hilang untuknya. Urfi kira penderitaannya telah berakhir. Nyatanya, semuanya baru di mulai. Urfi kembali menerima luka, luka untuk kesekian kalinya. Apa Urfi di takdirkan untuk terus memeluk lukanya sendiri?

********

TAMAT

Cerita ini ada Sequel-nya, yaaa
Sequelnya udah aku tulis sampai tamat dan di update berkala di wattpad

Judulnya Mari, Berbagi Luka

Cari aja di profil aku

Terima kasih buat yang udah membersamai cerita ini

Walaupun enggak seramai penulis lain
Aku harap kalian suka dengan karya aku

Terima kasih buat yang udah vote
Dukungan kalian itu sangat berharga buat aku

Sama satu lagi, total aku punya 14 cerita di akun aku ini
Aku harap kalian mau baca juga cerita lainnya
Mohon di ramaikan

With love,
Uri_rin

KU PELUK LUKA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang