“Kenapa, Fi? Dari tadi melamun terus?” tanya Tania heran, menatap Urfi yang melamun lagi dengan makanan yang masih utuh, sendoknya hanya di pegang saja.
Urfi tersadar dari lamunannya, menatap Tania yang kini juga menatapnya. “Kalau ada orang yang nanya pendapat aku tentang perjodohan gimana, Tan?”
Urfi masih memikirkan pertanyaan dari Gahar sebelumnya, merasa sedikit aneh dengan pertanyaan atasannya itu. Berapa kali pun Urfi mencoba berpikir, tidak ada alasan bagi Gahar untuk menanyakan itu padanya, dan Urfi tidak memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Gahar.
“Pak Gahar nanya gitu sama kamu?”
Urfi menatap Tania kaget, memutar kepalanya meneliti sekeliling, takut orang lain mendengar apa yang Tania ucapkan. “Kok tahu?!”
“Ya, jelas tahu, Urfi. Kamu mulai melamun semenjak balik dari ruangan Pak Gahar!”
Tania sudah menyadari itu semenjak Urfi keluar dari ruangan Gahar, dan di tambah sekarang Urfi menanyakan hal yang tidak masuk akal itu padanya. Sudah dapat Tania pastikan jika Gahar yang mengajukan pertanyaan itu kepada Urfi, tidak ada orang lain yang mengajukannya selain Gahar yang bertemu Urfi.
“Pelan-pelan, Tania” Urfi menutup mulut Tania setengah kaget, suara yang dikeluarkan oleh Tania cukup kencang. “Kalau orang lain dengar bahaya, Nanti di kira kita ngomongin Pak Gahar di belakangnya” bisiknya.
Tania melepaskan tangan Urfi yang membekap mulutnya. “Ini kamu bekapnya pakai tenaga ekstra, ya, sampai aku kesulitan napas” Tania menarik napasnya yang sempat kesulitan bernapas ketika Urfi membekap mulutnya.
Urfi menyengir. “Eh, nggak sengaja, aku refleks aja”
“Untung kamu teman aku, Urfi. Lagian kan kita emang benaran omongin Pak Gahar di belakangnya Urfi” Tania meneguk minumannya sejenak, kemudian mencondongkan tubuhnya ke samping, mendekati Urfi. “Dan masalah pertanyaan Pak Gahar itu, dia emang di jodohin kali”
Urfi terbatuk, memukul-mukul dadanya. Urfi menatap ke arah Tania dengan wajah memerah. Urfi menerima minuman yang disodorkan oleh Tania, meneguknya. Kemudian, baru Urfi angkat bicara. “Nggak mungkin laki-laki kayak Pak Gahar dijodohin, orang dia mapan, wajahnya juga lumayan, pasti punya pacar mah”
“Kenapa nggak mungkin coba. Kan bisa aja tebakan aku benar” sungut Tania, kembali menyendok makanannya.
Kali ini menu di kantin ayam kecap dengan sayuran cah kangkung, Tania yang tidak suka cah kangkung, tidak mengambilnya, jadi di piringnya hanya ada nasi dan ayam kecap.Urfi tampak memikirkan ucapan Tania, bisa saja ucapan Tania benar. Gahar bertanya bagaimana jika mereka di jodohkan, tapi sudah memiliki pacar, kemungkinan itu pertanyaan tentang diri Gahar sendiri. Bisa jadi, Gahar dijodohkan, tapi dia memiliki pacar, makanya Gahar tampak bimbang untuk menerima perjodohan dari orang tuanya.
Urfi merutuki dirinya sendiri, mengingat apa yang sudah dia ucapkan kepada Gahar. Bagaimana jika sarannya itu malah membuat hubungan Gahar dan pacarnya hancur? Urfi akan menjadi perusak dari hubungan atasannya sendiri.
“Ayam kecap kali ini enak, ya?” ucap Tania, mengunyah ayam kecap yang ada di nampannya.
Urfi melirik Tania, kemudian mencoba sedikit ayam kecapnya, menganggukkan kepalanya, pertanda setuju. “Iya, emang biasanya nggak enak?”
Tania menggeleng. “Enggak. Enak juga. Pengen bilang kalau ayam kecapnya enak aja”
Urfi menatap Tania datar, kemudian melanjutkan makannya.
“Gimana kelanjutan hubungan kamu sama Razi?”
Urfi mengernyitkan dahinya. “Nggak gimana-gimana, kayak biasa aja” jawabnya.
Tania mengangguk. “Dia masih bantuin Hana?”
Urfi menggeleng. “Enggak. Mulai besok aku udah bisa keluar sama Razi lagi” Urfi sedikit mengulum senyumnya.
Tania menyuapkan satu sendok nasi ke mulutnya, menoleh ke arah Urfi. “Fi” panggilnya.
Urfi menoleh kepada Tania, mengernyit ketika Tania menatapnya begitu serius. “Kenapa? Wajah aku ada yang aneh ya?”
Tania menggeleng. “Apa pun masalah kamu, tolong di bagi ke aku, ya. Aku mau jadi pendengar terbaik buat kamu, Fi. Meskipun nanti Razi udah jadi suami kamu, tetap bagi ceritanya sama aku, ya”
Urfi tersenyum. “Iya, nanti aku bagi cerita sama kamu, takut kangen, ya, kalau tiba-tiba aku ceritanya malah ke Razi, bukan ke kamu lagi”
Tania menggeleng. “Bukan kangen, Fi. Takutnya ada yang nggak bisa kamu ceritain ke orang lain, tapi kamu harus cerita ke aku. Karena aku teman kamu” kemudian, Tania menggelengkan kepalanya cepat. “Karena aku saudara kamu, Fi, walaupun kita nggak ada ikatan darah” ralatnya.
Urfi tersenyum lagi, Tania saudara tanpa ikatan darahnya. “Aku akan cerita sama kamu, Tan. Ingat selama ini kalau aku lagi sedih larinya ke siapa? Ke kamu, kan?”
Tania mengangguk, Urfi memang selalu mengadu kepadanya jika sedang bersedih. Bahkan ketika Urfi putus dengan mantan pacarnya yang terdahulu pun, Tania yang pertama memeluk Urfi, menenangkan sahabatnya itu. Tania menunggu Urfi sampai merasa tenang, meskipun hujan badai, Tania akan tetap menemani Urfi.
*********
Urfi tersenyum melihat Razi yang melambaikan tangan padanya, laki-laki itu sedang membeli bakso dari penjual gerobak jalanan. Mereka bingung harus jalan-jalan ke mana, jadi Urfi mengajak Razi untuk membeli jajanan di tepi jalan saja, dan memakannya di mobil. Saat ini, mobil Razi terparkir di sisi jalanan yang di seberangnya ada beberapa penjual yang menjual berbagai jenis makanan. Urfi tertarik dengan bakso berhubung cuaca mendukung, di luar sedang gerimis.
Selagi menunggu Razi memesan bakso, Urfi bercermin di kaca dashboard, melihat penampilannya, lip gloss yang dia kenakan sudah mulai menghilang. Urfi mengambil tasnya yang di taruh di kursi belakang, mencari lip gloss yang biasa dia bawa, tapi Urfi tidak menemukannya, mungkin dia lupa memasukkannya saat terburu-buru tadi.
“Kayaknya aku ada nyimpan di mobil Razi, deh” gumamnya, mencari lip gloss yang pernah dia tinggalkan di mobil Razi. Urfi membuka laci dashboard, mencari-cari lip gloss-nya di antara barang-barang yang ada di sana. Kebanyakan yang ada di sana adalah barang Urfi, seperti jepitan rambut, headset, dan barang yang sering Urfi pakai ketika di mobil. Urfi tanpa sengaja menjatuhkan satu barang dari dashboard, tangan Urfi bergerak mengambil yang berbungkus bulat itu.
“Ini kan..” Urfi menatap barang yang dia pegang, meskipun belum pernah membelinya, tapi Urfi tahu apa itu. Barang yang baru saja dia jatuhkan adalah pengaman laki-laki. Apa ini punya Razi?
Urfi segera memasukkan pengaman itu ke dalam laci dashboard saat melihat Razi yang sudah menyeberangi jalan. Urfi mengurungkan niatnya yang ingin mencari lip gloss miliknya, mungkin sudah dia ambil.
Razi masuk ke dalam mobil, memberikan satu mangkok bakso kepada Urfi. “Ini punya kamu, sayang, nggak pakai toge, dan cabenya dua sendok”
Urfi tersenyum, mengambil mangkok bakso itu. Razi langsung tahu pesanannya tanpa di beritahu terlebih dahulu, Urfi tidak suka dengan toge, dan dia pencinta pedas. “Makasih, sayang”
Razi mengangguk, menutup kembali pintu mobil. Bajunya sedikit basah terkena rintik hujan. Urfi mengambilkan tisu untuk Razi, membantu laki-laki itu mengelap bajunya yang basah. “Udah, sayang. Biarin aja lagi, nggak terlalu basah ini, kena ujan dikit aja”
Urfi mengangguk. “Lagian kamu nggak pakai payung”
Razi tersenyum. “Susah sayang kalau pakai payung, kan aku harus bawa dua mangkok bakso, ntar aku pegang payungnya pakai apa”
“Aku bisa ikut sama kamu”
Razi menggeleng. “Enggak, di luar lagi ujan, nanti kalau kamu kena ujan terus demam gimana? Aku yang panik”
Urfi tersenyum, Razi selalu memikirkan Urfi, tapi tidak memikirkan dirinya sendiri yang terkena hujan. “Terus kalau kamu kena ujan nggak bakal sakit?"
“Kalau aku sakit, ada kamu yang manjain aku” goda Razi, mengedipkan sebelah matanya.
Urfi membalasnya dengan senyuman lebar. Tangan Urfi bergerak mengaduk bakso, mencicipi kuahnya, terasa begitu nikmat ketika kuah hangat dan pedas itu menyentuh lidahnya. Cuaca dingin seperti ini memang cocoknya makan yang hangat dan pedas.
“Mau minum, sayang?” tanya Razi, memperhatikan Urfi yang sedang menyuap kuah bakso.
Urfi menggeleng. “Enggak. Nggak terlalu pedas”
Razi menaruh mangkoknya di atas dashboard, membukakan minuman untuk Urfi meskipun Urfi mengatakan tidak. “Minum, itu bibir kau udah memerah, masih bilang nggak pedas” Razi menyodorkan botol minuman kepada Urfi.
Urfi tersenyum, bibirnya memang sudah terasa panas. “Makasih, sayang” Urfi meneguk minuman yang di berikan Razi, setelah selesai, Razi kembali mengambil botol minuman itu, menutupnya.
Urfi melirik Razi yang sedang memakan baksonya, mata laki-laki itu tertuju kepada ponsel yang sedang menampilkan tayang ulang pertandingan sepak bola. “Tadi, di mobil kamu aku nemu kondom”
Uhuk.. Razi terbatuk-batuk, Urfi segera menaruh mangkok baksonya di dashboard, memberikan minum untuk Razi. Urfi menyesal sudah menanyakan hal itu ketika Razi sedang menyuap kuah bakso. Urfi mengusap-usap punggung Razi, menatap Razi yang wajahnya sedikit memerah.
Setelah di rasa tersedaknya sudah hilang, Razi menatap Urfi. “Kamu ketemu di mana?” tanyanya.
“Tadi aku nyari lip gloss aku, terus nggak sengaja jatohin kondom” Urfi sedikit memelankan suaranya ketika menyebut kondom. “Dari laci dashboard”
Razi melumat bibir Hana dengan rakus, baju Hana sudah terbuka, memperlihatkan dadanya. Razi meremas dada Hana sehingga perempuan itu mendesah.
“Nggak mau ke hotel dulu?” tanya Hana.
Razi menggeleng. “Di sini aja” ucapnya, tangannya bergerak membuka bungkus pengaman, mengeluarkan isinya satu, memakaikannya ke miliknya.
Hana mendesah panjang saat Razi memasuki tubuhnya, perlahan Hana menggoyangkan pinggulnya, memuaskan Razi yang berada di bawahnya. Razi begitu bernafsu saat bersama Hana, laki-laki itu selalu meminta Hana untuk memuaskannya.
“Apa Urfi bisa ngasih ini ke kamu?” tanya Hana, menatap mata Razi yang tampak menikmati permainan mereka.
Razi tidak menjawab, merasa dirinya akan meledak di dalam tubuh Hana. Setelah percintaan di mobil yang terbilang singkat itu, Razi menyimpan sisa pengaman yang dia punya di laci dashboard secara asal.
Razi pasti lupa mengambil pengaman yang dia pakai kemarin. Razi memang sering bertemu Hana meskipun bukan hari Minggu, sepulang kerja Razi menemui Hana di luar tanpa sepengetahuan Urfi.“Kayaknya punya adik aku deh, sayang, soalnya kemarin dia pinjam mobil aku. Aku nggak tahu kalau dia bakal nyimpan kondom di sana” bohong Razi.
Urfi mengangguk. “Kalau punya kamu juga nggak apa-apa kok”
“Nggak mungkin punya aku, sayang” jawab Razi cepat, membuat Urfi menatapnya heran. Razi yang menyadari reaksinya terlalu berlebihan, berdeham singkat. “Maksud aku, buat apa aku simpan kondom, sayang. Kecuali kalau aku udah nikah sama kamu, baru deh” serunya.
Pipi Urfi memanas, Razi mengatakan itu secara frontal. Kalau pun mereka sudah menikah, Razi tidak perlu menggunakan kondom, toh, mereka pasangan halal, sudah seharusnya melakukan itu.
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
KU PELUK LUKA (Tamat)
ChickLit(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE SECARA ACAK) Kehidupan Urfi yang penuh dengan luka, di tinggalkan oleh Ibunya di panti asuhan ketika bayi. Saat Urfi umur 3 tahun dirinya di adopsi oleh Ibu kandungnya yang sudah menikah...