Gahar membukakan pintu untuk Linda yang datang ke apartemennya. Gahar mengabari Linda tentang keberadaan Urfi yang sekarang bersamanya. Setelah mengunjungi Urfi di rumah Tania, Gahar membawa Urfi untuk ikut dengannya. Akan lebih baik jika dirinya yang berada di sisi Urfi.
“Urfi nggak mau ketemu sama tante, tapi aku tahu tante pasti khawatir sama keadaan Urfi” ucap Gahar, menatap Linda yang baru masuk ke dalam apartemennya.
Linda tersenyum dengan mata berkaca. “Terima kasih, Gahar, karena kamu mau memberitahu Tante. Tante nggak bisa nemuin Urfi di mana pun. Ada yang perlu tante kasih tahu ke Urfi”
Gahar mengangguk. “Urfi ada di dalam kamar. Aku nggak akan biarin tante maksa dia. Kalau dia nggak mau pulang ke rumah, biarin Urfi tinggal di sini sama aku”
“Tante nggak akan maksa Urfi, Gahar”
Gahar membiarkan Linda masuk ke dalam kamar untuk menemui Urfi, membiarkan mereka berbicara dari hati ke hati. Urfi juga sudah merasa lebih tenang, dan kemungkinan bisa menerima penjelasan Linda dengan kepala dingin.
Linda menutup pintu kamar, berjalan mendekati Urfi yang berbaring di kasur. “Urfi” Linda membelai rambut Urfi, menitikkan air mata.
Urfi mengerjapkan matanya, menyipit saat melihat seseorang yang duduk di dekatnya. “Mama” gumamnya, bangkit dari duduk.
Linda menganggukkan kepalanya. “Iya, ini Mama, sayang. Maafin Mama karena sudah bohong sama kamu”
Urfi menatap Linda dengan mata memanas. “Nggak apa-apa, Ma. Urfi mengerti”
Urfi sudah berdamai dengan keadaan, sudah menerima kenyataan jika dirinya hanya anak angkat yang di besarkan oleh Linda dengan penuh kasih sayang. Linda menyayangi Urfi layaknya anak kandung.
Linda menggelengkan kepalanya. “Mama nggak bohong pas bilang kalau kamu benar anak yang Mama lahirin sendiri, Fi. Mama minta maaf karena nggak bisa jujur sama kamu dan Papa”
Urfi menatap Linda bingung.
Bibir Linda bergetar, dia harus memberitahu Urfi kebenarannya, dan memohon ampun dengan anaknya itu. “Kamu anak kandung Mama, Fi. Mama hamil kamu sebelum nikah sama Papa”
Urfi terkejut mendengar pengakuan Linda, menggelengkan kepalanya. “Enggak, Mama nggak perlu bohong lagi, Ma. Aku terima kalau aku memang anak angkat”
“Mama bisa buktiin ke kamu, Fi. Mama yang mengandung kamu” Linda menggenggam tangan Urfi. “Ikut Mama pulang, ya, sayang. Mama akan perbaiki semuanya, Papa juga menerima kamu. Papa juga merasa bersalah sama kamu, Fi”
Wandi juga sudah menyesal karena selalu memperlakukan Urfi tidak adil. Jika saja Wandi tahu Urfi anak kandung Linda, maka Wandi akan memperlakukannya layaknya anaknya sendiri.
Urfi menggelengkan kepalanya. “Urfi belum bisa pulang, Ma. Urfi masih butuh waktu sendiri. Urfi akan pulang nanti, setelah Urfi berdamai dengan diri Urfi sendiri”
Meskipun berat, Linda akan menerima keputusan Urfi. Linda tidak bisa memaksa Urfi, pasti menyakitkan jika berada di rumah, bertemu dengan orang yang sudah membohonginya. Terutama bertemu Linda yang sudah tega membuangnya di panti asuhan ketika bayi.
“Mama tunggu kamu pulang. Mama harap kamu bisa kembali bersama Mama”
Linda melangkahkan kakinya keluar dari kamar, menemui Gahar yang duduk di sofa ruang tamu. Gahar berdiri ketika Linda berjalan mendekatinya. Linda mengusap sisa air matanya dengan tangan, tersenyum kepada Gahar.
“Tolong jaga Urfi, Gahar”
Gahar menganggukkan kepalanya. “Aku pasti akan jaga Urfi tanpa tante minta”
Linda merogoh tasnya, mengeluarkan cincin yang di tinggalkan Urfi. “Tante balikin cincin yang di ambil Hana. Maafin Hana karena dia menginginkan yang bukan miliknya”
Gahar mengambil cincin itu, menggenggamnya erat. Gahar menatap punggung Linda yang meninggalkan apartemennya.Gahar menghela napas sejenak, kemudian melangkahkan kakinya memasuki kamar, mengecek keadaan Urfi. Perempuan itu duduk di tepi kasur sambil melamun.
Gahar duduk di sebelah Urfi, memasangkan kembali cincin ke jari manis Urfi. “Tempatnya di sini, Fi”
Urfi menatap jari manisnya yang sudah terpasang cincin kembali, kemudian mengangkat kepalanya menatap Gahar. “Aku anak kandung Mama, Har”
Gahar mengernyit, tapi tidak bertanya, membiarkan Urfi bercerita.
“Mama tinggalin aku di panti asuhan pas aku bayi, dan adopsi aku setelah menikah dengan Papa” Urfi menelan air liurnya, napasnya tercekat.
Linda menceritakan semuanya kepada Urfi, alasan kenapa Linda menitipkan Urfi ke panti asuhan, dijelaskan semuanya. Urfi bisa menerima alasan Linda, Mamanya itu pasti juga dalam keadaan sulit saat itu. Tapi, Urfi masih belum bisa jika harus kembali ke rumah itu, ini bukan hanya soal Linda, melainkan ada Wandi, dan juga Hana.
Gahar mengusap setetes air mata yang mengalir di pipi Urfi, memegangi bahu perempuan itu. Dia menghadapkan tubuh Urfi padanya. “Mulai sekarang, kalau kamu sedih, merasa terluka, kamu datang ke aku, Fi. Kamu bagi lukanya sama aku. Kamu punya aku yang bisa kamu jadikan tempat untuk bercerita”Gahar menyelipkan rambut Urfi ke belakang telinga. “Kalau kamu membagi lukanya ke aku, akan terasa jauh lebih ringan, dan sembuhnya lebih cepat”
*******
Gahar menempelkan telapak tangannya di kening Urfi, memeriksa suhu tubuh perempuan itu. Semalam badan Urfi panas karena terlalu berlarut dalam kesedihan. Gahar sudah memberikan Urfi obat, dan mengompresnya, tapi rasanya panasnya tidak berkurang. Gahar tidak yakin dengan tangannya, dia menempelkan telapak tangan yang satu lagi ke keningnya, membandingkan suhu tubuhnya dengan suhu tubuh Urfi.
“Aku udah mendingan, Har” Urfi menjauhkan tangan Gahar di keningnya.
Gahar mengangguk, duduk di tepi kasur, di sebelah Urfi. “Semalam kamu panas banget, Fi. Aku khawatir”
Gahar sampai ingin membawa Urfi ke rumah sakit, tapi mengurungkan niatnya karena sudah pukul 2 pagi ketika Gahar mengecek keadaan Urfi di kamar. Urfi meringkuk di balik selimut, meracau tidak jelas, dan dahinya berkeringat parah semalam.
“Untung aku punya obat penurun panas” tambah Gahar. Bersyukur dirinya tidak membuang obat yang pernah Dewi bawakan. Dewi sempat membawakan beberapa obat untuk Gahar, berjaga-jaga jika Gahar tidak enak badan saat sendirian di apartemen.
“Besok aku mulai kerja aja lagi, Har”
Urfi sudah hampir seminggu tidak masuk kerja, merasa tidak enak jika terus menunda pekerjaan yang menumpuk di kantor. Urfi juga harus melakukan kegiatan lain supaya tidak terus memikirkan hal-hal yang membuatnya merasa sedih.
“Nanti aja pas kamu udah baikan, Fi”
Urfi menggelengkan kepalanya. “Enggak, aku udah lama nggak masuk kerja. Walaupun kamu kasih aku izin buat libur, tetap aja aku nggak enak sama karyawan lain. Kerjaan aku juga udah numpuk di kantor”
“Aku udah suruh Tania buat handle pekerjaan kamu, Fi”
Urfi menatap Gahar tidak suka. “Kasihan Tania, Gahar. Kerjaan dia udah banyak, kamu main oper kerjaan aku ke dia aja”
“Yaudah, nanti aku suruh Tania taruh kerjaan kamu lagi”
Urfi menggelengkan kepalanya. “Aku harus masuk kerja besok, Tania pasti akan tetap ngerjain kerjaan aku”
Gahar terkekeh, Urfi tidak mempercayainya ternyata. “Iya, Urfi sayang” ucapnya, tertawa kecil. Merasa geli karena ini pertama kali dirinya memanggil Urfi sayang.
Urfi memukul lengan Gahar, pipinya memerah. “Aku serius, Gahar”
Gahar tergelak. “Aku juga serius sayang sama kamu, Urfi”
Urfi langsung terdiam, tidak lagi menanggapi Gahar yang menggodanya. Gahar beralih mengambil mangkuk yang dia taruh di atas nakas. “Sarapan dulu, Fi”
Gahar menyendokkan sesuap bubur, mendekatkannya ke bibir Urfi. Gahar menggerak-gerakkan sendok saat Urfi tak kunjung membuka mulut. “Makan, Fi. Aaa”
Urfi tetap tidak membuka mulut, matanya menatap bubur yang ada di mangkuk. “Aku nggak suka bubur, Har” ungkapnya.
Urfi sama sekali tidak suka bubur, selama ini dia memakan bubur hanya karena Linda yang membuatkannya. Bahkan, bubur yang Linda buat jarang Urfi makan, dia lebih sering membuangnya saking tidak ingin menyinggung perasaan Linda jika tahu dia tidak menyukai bubur buatan Linda. Terkadang Urfi harus menelan paksa bubur yang Linda suapi padanya.
Gahar menarik kembali sendoknya, mengembalikan mangkuk bubur ke nakas. “Aku nggak tahu, Fi. Aku main beli bubur aja tanpa tanya kamu dulu”
Urfi menganggukkan kepalanya. Gahar membelikan bubur juga demi Urfi, supaya Urfi bisa makan mengingat dirinya sedang sakit. Orang yang sakit makanannya tidak jauh dari bubur dan sup.
“Kamu mau apa? Biar aku beliin”
Urfi menggelengkan kepalanya, dirinya sedang tidak bernafsu makan. “Aku mau pulang, Har”
“Pulang ke rumah?” tanya Gahar, memastikan. Urfi tidak pernah membahas akan pulang ke rumahnya. Kenapa mendadak pagi ini Urfi ingin pulang?
Urfi menganggukkan kepalanya. Mungkin sudah waktunya dia kembali ke rumah, Linda pasti sudah menunggu kedatangannya. Urfi harus menyelesaikan masalahnya dengan keluarganya, berdamai dengan keadaan, dan memperbaiki hubungan mereka agar kembali seperti semula, seperti kata Linda ketika menemuinya.
“Apa karena aku kasih kamu bubur, makanya kamu mau pulang?”
Urfi tertawa. “Enggak, Gahar. Aku emang udah mikir mau balik ke rumah. Aku nggak mungkin tinggal di tempat kamu lama-lama”
“Nggak apa-apa, Fi. Malah aku senang jadi bisa jagain kamu”
Urfi menggelengkan kepalanya, tangannya bergerak membelai wajah Gahar. “Aku mau pulang karena aku harus menyelesaikan masalah aku, Gahar. Aku nggak bisa terus lari dari kenyataan”
Tangan Gahar menggapai tangan Urfi, membawanya untuk dia genggam. “Yaudah, nanti aku antarin kamu pulang”
**********
KAMU SEDANG MEMBACA
KU PELUK LUKA (Tamat)
ChickLit(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE SECARA ACAK) Kehidupan Urfi yang penuh dengan luka, di tinggalkan oleh Ibunya di panti asuhan ketika bayi. Saat Urfi umur 3 tahun dirinya di adopsi oleh Ibu kandungnya yang sudah menikah...