BAB 3

1.4K 56 0
                                    


Urfi tersenyum menatap layar ponselnya yang menampilkan pesan singkat dari Razi, pacarnya itu mengirimkan pesan ucapan selamat pagi kepadanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Urfi tersenyum menatap layar ponselnya yang menampilkan pesan singkat dari Razi, pacarnya itu mengirimkan pesan ucapan selamat pagi kepadanya. Urfi menggerakkan jemarinya, mengetikkan balasan untuk Razi.

My Razi❤️
Selamat pagi sayang❤️
Tidurnya nyenyak semalam?

Urfi
Pagi juga sayang
Nyenyak banget
Kamu gimana?

“Pagi-pagi udah senyam-senyum aja, Mbak?”

Urfi terlonjak kaget saat kepala Tania tiba-tiba muncul di dekatnya. Urfi mengusap dadanya, menatap Tania kesal. “Kamu ngagetin aja, Tan”

Tania tergelak. “Kenapa senyum-senyum gitu?” cibirnya, melirik ponsel Urfi. “Pacarmu lagi, hmm?”

Urfi tersenyum. “Kamu tahu kalau cuma dia yang bikin aku senyum-senyum di pagi hari”

Tania mendesah, menopang kepalanya dengan satu tangan yang membentuk siku-siku di atas meja. “Kamu pagi-pagi udah bisa senyum, lah aku baru aja di amuk Bu Betty” keluhnya.

“Kamu buat masalah lagi?” tanya Urfi sedikit berbisik.

Saat ini Urfi sudah berada di kantor tempatnya bekerja, sebuah perusahaan yang merupakan anak cabang dari Pratama Group. Tania merupakan rekan kerja Urfi, sekaligus teman dekatnya, mereka sudah dekat sebelum masuk ke perusahaan ini. Urfi di perusahaan ini bekerja di Divisi Product Development yang bertugas melakukan riset pasar dan mengembangkan ide untuk produk baru.

Tania menghembuskan napas kasar, merebahkan kepalanya di atas meja, menjadikan lengannya sebagai bantal. “Bu Betty nggak suka ideku” ucapnya kecewa.

“Idemu yang ingin buat alat pijat itu?”

Tania mengangguk. “Padahal ideku cemerlang, Fi” Tania membenarkan posisinya, duduk dengan benar.  “Kamu juga mikir gitu kan? Tapi, Bu Betty nganggap ideku sama sekali nggak berguna”

“Menurutku Bu Betty ada benarnya sih”

“Kamu juga bilang ideku nggak berguna, Fi?” tanya Tania, menatap Urfi sedikit kesal.

Urfi tertawa kecil. “Pelanin suaramu, Tan” peringatnya, Tania berbicara dengan suara sedikit nyaring. “Yang lain bisa terganggu kalau kamu ngomong keras-keras” Urfi melirik beberapa rekan kerja yang lain, mereka menatap ke arah meja Tania dan Urfi.

Tania mengedarkan pandangannya ke sekitar, beberapa orang menatapnya sambil berdesis. Tania memutar bola matanya kesal, kemudian kembali menatap Urfi. “Biarin aja, toh, aku cuma ngomong, sama sekali nggak ganggu mereka”

Urfi terkekeh, jika sedang kesal Tania tidak akan peduli dengan orang-orang di sekitarnya. “Kamu mau aku temani buat riset lagi? Mungkin kamu harus sedikit mengubah idemu itu”

“Coba kamu bayangin, Fi. Di mana orang yang nggak butuh alat pijat, ideku ini sangat cemerlang”

Memang ide Tania sangat cemerlang, tapi. “Alat pijat yang kamu rencanain buat kelamin laki-laki Tania” ucapnya pelan.

“Nah, itu makanya Urfi. Ideku cemerlang, dengan begitu laki-laki nggak perlu pusing lagi senam lima jari, mereka cuma perlu beli alat pijat dan menikmati sensasi di pijat. Mereka nggak perlu menyewa cewek lagi buat muasin nafsu....”

Urfi membiarkan Tania terus mengoceh, dia mengalihkan fokusnya ke layar komputer yang ada di depannya. Urfi menutup wajahnya dengan malu, semua pandangan karyawan lain tertuju ke meja Tania yang sibuk menjelaskan ide gilanya itu dengan suara lantang. Sepertinya Tania harus belajar menurunkan volume suaranya.

“Kamu nggak dengerin aku, Fi?” tanya Tania, menyadari jika Urfi tidak mendengarkannya.

“Aku dengerin kamu, Tania. Aku bisa dengerin sambil kerja, bahkan semua orang yang ada di ruangan ini dengar apa yang kamu jelasin”

Tania mendelik kesal menatap Urfi. “Kamu nggak akan ngerti, Fi. Semua itu kebutuhan bagi semua laki-laki. Pacarmu pasti juga gitu”

Urfi menoleh, menatap Tania yang sudah memutar tubuhnya menghadap ke komputer yang ada di mejanya. Benarkah Razi juga membutuhkan itu? Jawabannya sudah jelas iya, Urfi. Razi lelaki normal, tapi selama bersama Urfi, Razi tidak pernah meminta yang macam-macam. Hubungan mereka tidak pernah melewati batas, hanya pegangan tangan dan sesekali berciuman.

“Apa yang kamu pikirin, Fi? Kamu mikirin yang jorok ya?”

Urfi menepis pelan tangan Tania yang menudingnya, perempuan itu menatapnya curiga. “Aku nggak mikirin apa-apa”

“Dasar perawan tua!” ledek Tania.

Urfi melebarkan matanya, menatap sekeliling. Ucapan Tania itu cukup keras, perempuan itu memang tidak bisa menurunkan volume suaranya. “Kamu mau ngasih tahu semua orang, Tania” bisiknya, penuh penekanan.

Tania menyengir, mengangkat dua jari di samping kepala. “Aku kelepasan, Fi. Lagian umur kamu udah 26 tahun, mau sampai kapan kamu menjaganya”

“Sampai aku siap”

Bukan Urfi yang menjawabnya, melainkan Tania juga yang menjawabnya sendiri. Tania sangat tahu jika Urfi akan menjawab itu. Urfi, perempuan itu masih sangat suci, begitu suci di umurnya yang sudah 26 tahun, dia sama sekali belum pernah berhubungan intim dengan lelaki mana pun.

Tania kembali menoleh ke arah Urfi yang sudah sibuk bekerja, sedikit mencondongkan badannya ke arah Urfi. “Aku baru aja dengar berita yang menghebohkan” bisiknya, terdengar sangat antusias.

Urfi menoleh. “Wajah kamu terlalu dekat, Tan” saking terlalu dekatnya, Urfi bisa merasakan embusan napas Tania.

Tania terkekeh, sedikit memundurkan tubuhnya. “Tadi kamu nyuruh aku ngomong pelan”

“Gosip apa lagi yang kamu dengar?” tanya Urfi, langsung tahu jika Tania akan menyampaikan gosip baru. Tania akan berbisik jika sedang ingin bergosip dengan Urfi.

Tania mengalihkan pandangannya menatap sekeliling, karyawan lain sibuk bekerja, setelahnya baru dia menatap Urfi. “Perusahaan kita akan kedatangan Direktur baru” Tania menahan perasaan antusiasnya itu.

Urfi mengernyit heran. “Bukannya Direktur kita masih Pak Raden?”

Tania mengangguk, semakin membuat dahi Urfi mengerut. “Pak Raden akan fokus di kantor pusat, dan di kantor cabang, di sini, Pak Raden nyuruh anaknya buat ngurus”

“Oh” Urfi mangut-mangut, kembali menatap layar komputer.

“Oh doang, Fi?” tanya Tania sedikit kecewa. Dia kira Urfi akan bersorak, atau setidaknya memasang wajah terkejut dengan mata melotot dan mulut terbuka.

“OH, YANG BENER!?”

Urfi melakukannya, perempuan itu membulatkan matanya, menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan. Tania mendengus kesal. “Nggak usah di buat-buat juga, Fi”

Urfi tertawa kecil, berhasil membuat Tania kesal setengah mati. Tania selalu menyukai jika orang yang dia kasih tahu gosip bereaksi berlebihan, tapi tidak bagi Urfi, perempuan itu tidak terlalu peduli dengan gosip-gosip yang beredar di kantor ini.


********


********

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






KU PELUK LUKA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang