“Terus kamu percaya?” tanya Tania, menatap Urfi yang duduk di sebelahnya.
Urfi menganggukkan kepalanya. Dia menceritakan penemuan pengaman di laci dasboard mobil Razi kepada Tania, tapi Tania tampak tidak percaya dengan alasan yang diberikan oleh Razi. Tania yakin ada sesuatu yang di sembunyikan Razi, apalagi Urfi dan Razi berhubungan sudah lama, dan Urfi belum pernah melakukan itu dengan Razi.
“Dia nyewa cewek kali” tuduh Tania.
Urfi mengibaskan tangannya di udara. “Nggak mungkin, Tan. Razi nggak mungkin kayak gitu, selama sama aku dia nggak pernah buat macam-macam” Urfi yakin jika Razi tidak akan menyewa perempuan hanya untuk memenuhi nafsunya.
“Ya, bisa jadi aja kan Urfi, kamu terlalu percaya sama pacar kamu itu. Namanya pikiran laki-laki nggak ada yang tahu Urfi. Aku kan udah bilang berkali-kali sama kamu, laki-laki itu isi otaknya nggak akan jauh-jauh dari itu”
“Ya, kan, Razi bilang itu punya adiknya” bela Urfi.
Tania menghela napas pelan, Urfi terlalu mudah di bohongi. “Kamu pernah cek HP Razi nggak?”
Urfi menggeleng, selama berpacaran dengan Razi, Urfi tidak pernah mengecek ponsel laki-laki itu. Urfi menghargai privasi Razi, tidak ingin ikut campur dengan urusan pribadinya. Urfi menaruh kepercayaan penuh kepada Razi.
“Apalagi itu, kamu harusnya cek HP dia, mana tahu dia punya aplikasi ijo. Bahaya itu kalau dia benaran sewa cewek, bisa nyebarin penyakit ke kamu. Kamu nggak mau kan nikah sama Razi, tapi malah dapat penyakit kelamin?”
Urfi menggeleng cepat. “Enggaklah, Tan. Nggak mau aku mah”
“Makanya, kamu cari tahu dulu, Urfi. Mumpung kamu belum nikah sama dia, nggak ada salahnya kan curiga sesekali, jangan terlalu percaya sama laki-laki. Aku ngomong gini bukan karena aku nggak suka, ya, kamu sama Razi. Aku dukung banget kamu nikah sama Razi, apalagi dia udah lamar kamu. Tapi, kalau dia nyewa cewek, itu mah udah nggak bisa di tolerir lagi, malah nanti kamu kena penyakit gara-gara dia”
Urfi menatap sekeliling, di ruangan tidak ada karyawan lain, yang lain sudah keluar untuk makan siang. Sementara Tania dan Urfi memilih untuk tidak makan siang, jadi Urfi bisa bebas bercerita dengan Tania. Meskipun suara Tania cukup kencang, tidak akan ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan mereka.
“Tapi, aku sama Razi udah niat mau serius, Tan. Gimana kalau aku berusaha cari tahu, malah nantinya bikin hubungan aku sama Razi hancur”
Akan sangat sia-sia jika hubungannya dengan Razi hancur begitu saja. Keingintahuan yang berlebihan hanya akan membuat Urfi menemukan kesalahan-kesalahan kecil yang Razi lakukan. Jika bisa memilih, Urfi lebih memilih tidak tahu apa-apa, dan tetap melanjutkan hubungannya dengan Razi seperti biasa.
Tania memegang tangan Urfi, memberikan sedikit pengertian kepada sahabatnya itu. “Urfi, jauh lebih baik kalau kamu tahu sekarang sebelum kamu melangkah lebih jauh sama Razi. Kalau dia sekali udah pernah main cewek di belakang kamu, ke depannya akan tetap begitu, Fi”
Urfi menggigit bibir bawahnya. “Tapi, aku takut, Tan”
“Sekarang aku tanya sama kamu, lebih baik mana, kamu tahu sekarang dari pada nanti kamu udah nikah sama Razi?”
“Aku memilih nggak tahu sama sekali, Tan. Aku sayang sama Razi, dia juga sayang sama aku, dia perlakuin aku dengan baik, itu aja udah cukup buat aku”
“Kamu terlalu naif, Fi. Dia berlaku baik di depan kamu, belum tentu di belakang kamu dia bisa menjaga dirinya, Fi. Aku bukannya berburuk sangka sama Razi, tapi kalau kamu udah nemuin kondom di mobil dia, sudah sepatutnya kamu menaruh curiga, Fi"
“Aku percaya sama dia, Tan” Urfi mengangguk-anggukkan kepalanya. “Aku yakin, Razi nggak mungkin bohong. Itu pasti punya adiknya”
Tania mendesah pasrah, penjelasan panjang lebarnya tidak berpengaruh bagi Urfi, sahabatnya itu sudah begitu percaya dengan Razi. “Oke, Fi. Aku nggak bisa maksa kamu buat ikut curiga sama kayak aku. Apa pun pilihan kamu, aku akan selalu dukung, Fi. Aku harap Razi benar-benar menjaga kepercayaan kamu”
Urfi tersenyum, tapi hatinya tetap merasa tidak tenang. Perasaan curiga pasti ada, di tambah mendengar penjelasan Tania. Tapi, Urfi mencoba untuk tetap terus percaya dengan Razi. Selama ini Razi tidak pernah macam-macam dengannya.
********
Urfi tidak pernah membahas perihal penemuan pengaman di mobil Razi lagi, hubungan mereka tetap berjalan seperti biasa. Urfi meyakinkan dirinya untuk terus percaya dengan Razi. Urfi membuang segala prasangka buruk yang muncul di benaknya, berpikir lebih positif lagi. Hubungannya dengan Razi akan baik-baik saja selama mereka saling menjaga kepercayaan itu. Sikap curiga hanyalah awal dari kehancuran suatu hubungan.
“Jadinya kapan Razi bawa orang tuanya ke rumah, Fi?” tanya Linda, menatap Urfi yang sedang menyantap sarapannya.
Hana yang duduk di sebelah Urfi ikut melirik ke arah Urfi. Hana mengamati Urfi yang hubungannya terus berjalan maju dengan Razi, sementara dirinya tetap menjadi selingkuhan Razi. Bahkan, akhir-akhir ini Razi sering tidak ada kabar, Razi selalu ada alasan untuk tidak menemuinya. Hana rasa, Razi sengaja melakukan itu untuk menjauhinya secara perlahan, dan kemudian memutuskan hubungan mereka.
Urfi menaruh sendoknya di piring, memfokuskan dirinya menatap Linda. “Orang tua Razi masih di kampung halamannya, Ma. Saudaranya ada yang meninggal, jadi aku harus nunggu dulu, Ma. Paling nanti pas orang tua Razi udah balik dari kampung”
Urfi juga baru mendapatkan kabar jika kakak dari Mama Razi meninggal dunia seminggu yang lalu. Razi sempat pulang kampung juga, tapi hanya sehari, laki-laki itu balik lagi karena harus bekerja. Sementara kedua orang tuanya tetap di kampung, membantu keluarga di sana.
“Bilangin sama Razi Mama turut berbelasungkawa, ya, sayang”
Urfi mengangguk. “Iya, Ma”
Linda beralih menatap Wandi yang terus sibuk dengan makanannya, tidak terlalu tertarik dengan pembicaraan antara dirinya dengan Urfi. “Menurut kamu gimana, Mas? Kalau Urfi di pinang Razi, kamu setuju nggak, Mas?”
Wandi meneguk minumannya, kemudian mengelap bibirnya dengan tisu. “Aku ngikut kamu aja, Ma”
“Aku tanya pendapat kamu, Mas. Bukan ngikut aku aja, kamu kan Papa Urfi”
Hana tertawa, membuat Linda menatap Hana heran. “Maaf, Ma. Aku tiba-tiba ingat guyonan teman aku”
Hana tertawa bukan karena ucapan temannya, melainkan mendengar Linda mengatakan jika Wandi Papa Urfi. Semenjak tahu Urfi hanya anak angkat, Hana tidak lagi menghargai Urfi, bahkan Mamanya yang berusaha membuat Urfi di perlakukan layak anak angkat oleh Papanya terasa lucu bagi Hana.
“Lain kali nggak boleh gitu, Hana. Mama lagi bicara serius sama Papa” peringat Linda. Kemudian, Linda kembali menatap Wandi yang sudah menghabiskan makanannya. “Gimana, Mas?” tanyanya lagi.
Wandi sedikit melirik Urfi yang juga menunggu pendapatnya. “Ya, kalau emang Razi mau meminang Urfi, Papa nggak akan larang. Pilihannya ada di tangan Urfi, kalau dia suka, ya, kita izinkan”
Urfi tersenyum. “Terima kasih, Pa”
Wandi mengangguk, kemudian bangkit dari duduknya. Wandi melirik Hana yang masih belum menghabiskan makanannya. “Hana mau Papa antar ke kampus nggak? Katanya hari ini ada bimbingan”
“Hana nanti bawa kendaraan sendiri aja, Mas. Jangan terlalu di manjain ke mana-mana di antar” ucap Linda. “Lagian makanan Hana belum habis”
“Loh, manjain anak sendiri nggak apa-apa, Ma. Kan bukan anak orang lain juga” jawab Wandi. “Hana mau habisin makanannya? Papa tungguin kalau iya”
Hana menggeleng, bangkit dari duduknya. “Aku udah nggak nafsu makan, Pa. Bosan sarapan nasi goreng”
“Tuh, Ma. Hana bosan nasi goreng. Besok bikin menu yang lain, ya, Ma, biar Hana makannya banyak” pinta Wandi.
Urfi terdiam melihat itu, Urfi mengalihkan pandangannya ke arah lain, pura-pura tidak mendengar perbincangan antara Hana dan Wandi. Urfi memilih menyuap nasi gorengnya, menelannya dengan pelan.
“Iya, besok Mama bikinin menu lain. Hana lagi pengen makan apa?” tanya Linda.
Hana tampak berpikir. “Mau bubur sih, Ma. Hana kangen sama bubur yang sering Mama bikinin pas Hana lagi sakit”
“Yaudah, besok Mama bikinin, ya”
“Yeyyy, makasih Mama” Hana memeluk Linda, mencium pipi Mamanya itu.
Linda tersenyum, kemudian dia beralih menatap Urfi yang sibuk dengan makanannya. “Urfi sekalian berangkat bareng Papa aja, Fi”
Urfi menengadah, menatap Wandi dan Hana yang sudah siap untuk berangkat. Urfi bisa melihat jika Wandi yang tadi tersenyum, perlahan menatap Urfi datar. Urfi menggelengkan kepalanya. “Enggak, Ma. Sarapannya belum habis” ucapnya, beralasan.
“Ayo, dong Kak. Sesekali kita berangkat bareng. Kak Urfi belum pernah kan di antar Papa” ajak Hana, sengaja mengatakan itu, bermaksud menyindir Urfi yang memang belum pernah di antar oleh Wandi.
Urfi tersenyum. “Kapan-kapan aja, Hana. Lagian kantor Kakak jauh dari tempat Papa, di tambah Papa harus antar kamu ke kampus”
Urfi memikirkan jarak yang akan di tempuh Wandi jika harus mengantarkan dirinya juga. Terlebih kampus Hana tidak searah dengan kantor Wandi, jadi Wandi harus bolak balik. Apalagi jika harus mengantarkan Urfi juga.
“Yah” Hana mendesah kecewa. “Padahal kita nggak pernah berangkat bareng” Hana memasang wajah kecewa.
“Yaudah, nggak apa-apa” Linda mengusap lengan Hana yang tampak kecewa. “Kamu berangkat lagi, itu Papa udah keluar tuh” ucapnya, melihat Wandi yang sudah meninggalkan meja makan tanpa menunggu jawaban Urfi.
Linda berjalan beriringan dengan Hana menyusul Wandi. Setelah mengantar Wandi dan Hana keluar rumah, Linda kembali ke meja makan, duduk di kursi yang ada di depan Urfi.
Linda tersenyum kepada Urfi. “Urfi lagi pengen makan apa? Biar besok Mama bikinin juga”
Urfi tersenyum tipis, menggelengkan kepalanya. “Urfi makan apa aja kok, Ma. Apa yang Mama bikinin Urfi suka semua”
Bukannya Urfi tidak menginginkan sesuatu, bukannya Urfi tidak memiliki makanan favorit, tapi dia tidak mau merepotkan Linda dengan membuat makanan kesukaan Hana dan juga dirinya. Pasti akan sangat repot jika membuat dua menu sekaligus, Linda pasti harus bangun lebih pagi lagi. Urfi tidak ingin itu terjadi, dia akan memakan apa saja yang Linda buat, suka tidak suka itu urusan belakangan.
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
KU PELUK LUKA (Tamat)
ChickLit(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE SECARA ACAK) Kehidupan Urfi yang penuh dengan luka, di tinggalkan oleh Ibunya di panti asuhan ketika bayi. Saat Urfi umur 3 tahun dirinya di adopsi oleh Ibu kandungnya yang sudah menikah...