“Udah belum?” tanya Urfi, menatap Tania yang sibuk berdandan di toilet kantor. Sudah hampir setengah jam Urfi menunggu Tania, tapi perempuan itu belum selesai dengan aktivitasnya.
“Bentar lagi, Fi, nanggung nih” Tania memakaikan eyeshadow ke kelopak matanya.
“Kayak yang mau ke mana aja deh, Tan, sampai dandan kayak gitu” gerutu Urfi, kakinya sudah terasa begitu pegal.
“Harus dandanlah Urfi. Ini kita mau makan malam kantor, mau nyambut Pak Gahar. Mana tahu Pak Gahar ke pincut sama aku kalau aku dandan” ucap Tania, kini perempuan itu sedang memakai maskara.
Urfi memutar bola matanya kesal, hanya karena mereka akan makan malam menyambut kedatangan Gahar, si Direktur baru itu, Urfi harus sabar menunggu Tania selesai berdandan.
Urfi melirik jam tangan yang melingkar di tangannya, pukul 18.30. “Tania, kalau kamu danda lebih lama lagi, bisa-bisa kamu nggak jadi ikut makan malamnya. Ini udah pukul setengah 7, acaranya pukul 7”
Tania menoleh sekilas kepada Urfi, kemudian kembali menatap cermin di toilet. “Bentar lagi, pakai lipstik dulu” ujarnya, memoleskan lipstik ke bibirnya, lipstik berwarna merah muda.
Tania sudah selesai, dia beralih menatap Urfi yang berdiri bersandar pada tembok kamar mandi, menatap ke arahnya dengan malas. “Kamu pakai lipstik itu, Fi. Pucat banget” Tania mengarahkan lipstik ke arah Urfi.
“Enggak” Urfi menutup mulutnya. “Aku nggak mau pakai lipstik, udah gini aja”
“Ih, pucat bibirnya di kira orang sakit kamu nanti” Tania masih kekeh terus mengarahkan lipstik ke Urfi.
“Aku punya lipgloss” ucap Urfi memundurkan tubuhnya beberapa langkah. “Aku nggak mau pakai lip cream, berat” Urfi merogoh tasnya, mengeluarkan lipgloss yang selalu dia bawa.
“Oh, yaudah, lipgloss di bawa-bawa tapi nggak pernah di pakai” Tania kembali memasukkan lipstik yang dia punya ke dalam tas.
Urfi menempelkan bibirnya dengan gerakan berulang, bermaksud meratakan lipgloss yang dia pakai. “Udah kan?” tanyanya, memperlihatkan warna bibirnya ke arah Tania.
Tania tersenyum. “Nah, itu baru cakep. Ini pucat banget kayak orang sakit”
Urfi mendelik, memasukkan lip gloss ke dalam tasnya. “Ayo, Tan. Keburu yang lain berangkat duluan”
Tania dan Urfi keluar dari toilet, bergabung dengan teman-teman kantor yang lain. Mereka akan pergi ke restoran yang sudah di booking sebelumnya secara bersama. Ada yang memakai kendaraan pribadi, dan ada yang memakai mobil kantor bagi yang tidak memiliki kendaraan. Urfi ikut bersama Tania, naik motor, kebetulan hari ini Urfi tidak membawa kendaraan.
“Mending tadi kita naik mobil kantor aja, Fi. Ini aku percuma dandan kalau ujung-ujungnya kena debu juga” ucap Tania di telinga Urfi dengan sedikit berteriak.
Urfi yang sedang membawa motor sedikit merasa terganggu karena telinganya berdengung mendengar teriakan Tania. “Jangan teriak, aku masih bisa dengar”
“Jangan kencang-kencang bawa motornya, Fi. Kamu belum perbarui SIM C kamu, nanti nabrak berabe”
Urfi mendelik. “Ya, kamu jangan doain nabrak, Tan. Harusnya kamu doa kita selamat sampai tujuan”
Meskipun suara mereka berbaur dengan angin, mereka tetap terus berbincang karena jika hanya diam saja di atas motor rasanya ada yang kurang. Apalagi yang ada di boncengan Urfi sekarang Tania, perempuan itu tidak akan bisa diam.
“Aduh, remnya jangan mendadak, Urfi” Tubuh Tania terdorong ke depan saat Urfi mengerem mendadak.
Urfi pun ikut terdorong sampai dadanya menabrak bagian depan motor. “Turun, Tan” suruhnya saat Tania tidak kunjung turun dari motor.
“Udah sampai ya?” tanya Tania, turun dari motor.
Urfi memarkirkan motor Tania di depan restoran tempat mereka akan makan malam untuk menyambut Direktur baru. Urfi melepaskan helm yang dia pakai meletakkannya di spion motor. Tania memberikan helmnya kepada Urfi untuk di letakkan di atas motor.
Tania merapikan rambutnya yang sedikit berantakan terkena angin. “Udah rapi belum, Fi?” tanyanya, menatap Urfi.
Urfi membantu merapikan rambut Tania, menyisir-nyisirnya dengan tangan.
“Aw, jangan kencang-kencang, kamu nyisirnya kayak dendam sama aku” keluh Tania, meringis merasakan rambutnya di tarik.
Urfi terkekeh. “Nggak sengaja ke tarik. Udah rapi nih”
“Makasih Urfi sayang” Tania tersenyum, matanya memperhatikan Urfi yang kini melepaskan jepitan rambutnya. “Mending tadi aku pakai jedai juga biar rambutnya nggak kena angin” keluhnya, menatap rambut Urfi yang tetap rapi.
Urfi menyugar rambut bagian atasnya dengan tangan, sekedar menatanya saja. “Sedia jedai sebelum motoran” ucapnya, menyimpan kembali jepitan rambutnya ke dalam tas. Jepitan yang pasti ada di dalam tas Urfi, di gunakan untuk berjaga-jaga jika gerah ketika rambut panjangnya di gerai.
“Kayaknya yang lain udah pada di dalam kali ya?” Tania mengedarkan pandangannya, di luar restoran tidak ada karyawan Pratama Group, tapi parkiran sudah penuh.
“Masuk ajalah” ajak Tania, mengamir tangan Urfi untuk masuk ke dalam restoran.
Benar saja. Di dalam restoran sudah ramai, sesak di penuhi oleh para karyawan Pratama Group. Semua sudah menempati kursi di restoran yang memang di pesan khusus untuk penyambutan Pak Gahar, Direktur baru. Urfi membiarkan Tania menarik tangannya untuk bergabung di meja Divisi Product Development. Di meja itu sudah di tempati oleh Bu Betty, selalu kepala Divisi bersama dengan 6 orang karyawan lainnya.
“Aduh, Bu Betty silau” ucap Tania, menutup matanya dengan tangan. Penampilan Bu Betty yang memakai dress berwarna silver. “Bling-bling sekali” pujinya dengan senyuman palsu, Tania menarik kursi di dekat Bu Betty untuknya duduk.
Di meja itu hanya tersisa kursi di dekat Bu Betty, karyawan lain pasti tidak akan ada yang mau duduk berdekatan dengan Bu Betty, atasan yang terkenal dengan keganasannya. Urfi juga menarik kursi, duduk di sisi satunya lagi, di sebelah Bu Betty tentunya.
Bu Betty tersenyum, memamerkan baju yang dirinya pakai. “Iya, dong. Kita harus tampil cantik, kan mau ketemu Direktur baru” ucapnya bangga.
Tania tertawa, tawa yang di buat-buat. “Iya, ya, Bu. Saya sampai pangling pas lihat Bu Betty tadi, Saya kira anak baru loh, sampai Saya nggak ngenalin”
Makin besar hidung Bu Betty, perempuan itu tersenyum senang. “Ah, masa sih? Kamu bisa aja ngambil hati Saya”
Tania tertawa lagi. Perempuan itu memperhatikan penampilan Bu Betty yang berdandan menor. Tania yakin jika sebelum Bu Betty ke sini, dia berganti baju dulu karena ketika di kantor Bu Betty tidak memakai dress ini, melainkan hanya blazer yang biasa dia gunakan saat bekerja.
Tania menundukkan kepalanya, mengambil ponsel, mengirimkan pesan kepada Urfi yang duduk di depannya. Tania menggerakkan matanya, menyuruh Urfi untuk mengecek pesan darinya.
Taniaku
Bu Betty lebih siap dari aku, pantang kalah kayaknya🤣
Mana dressnya udah kayak ikut gala premiere aja, padahal Cuma makan malam kantor
Urfi cekikikan, menahan tawa saat membaca pesan dari Tania, matanya melirik Tania yang juga tersenyum-senyum penuh arti. Urfi menggerakkan jemarinya, mengetikkan pesan balasan untuk Tania.
Ufi Urfi
Awas nanti kamu di tikung Bu Betty
Taniaku
Iya, lagi. Harus siap-siap nih, takutnya ke duluan Bu Betty
Urfi semakin cekikikan, membuat Bu Betty menatap Urfi aneh. “Ada masalah Urfi?” tanya Bu Betty.
“Hah?” Urfi menatap Bu Betty setengah terkejut, atasannya itu menatapnya. “Enggak, Bu. Ini lagi balas chat pacar Saya”
“HP-nya di taruh ya, yang sopan, di sini kita mau menyambut direktur baru”
“Iya, Bu” Urfi segera menyimpan ponselnya, melemparkan pandang kepada Tania yang menahan tawa geli.
Semua karyawan berdiri saat Pak Raden memasuki restoran, di samping Raden ada laki-laki yang mungkin umurnya tidak jauh berbeda dengan Urfi. Sepertinya itu yang bernama Gahar, sebab banyak karyawan yang berbisik-bisik. Urfi memperhatikan Gahar yang bisa di bilang cukup tampan dengan wajah bersihnya, hidung mancung, bibir yang merona kemerahan. Astaga, kenapa Urfi malah memperhatikan penampilan Gahar?
Urfi menggelengkan kepalanya dengan cepat, menundukkan kepalanya saat Pak Raden dan anaknya melewati meja yang Urfi tempati. Memperhatikan laki-laki begitu bisa di anggap sebagai selingkuh Urfi. Ingat, kamu sudah punya pacar Urfi.
“Semuanya silakan duduk kembali” suruh Pak Raden, berdiri di salah satu meja kosong yang memang untuknya dan Gahar, meja yang tidak terlalu jauh dengan meja Divisi Product Development.
Semua karyawan mulai duduk kembali, mata mereka berfokus menatap ke arah Pak Raden yang masih berdiri, sementara Gahar sudah duduk di kursi. Dan inilah saatnya Pak Raden memperkenalkan anaknya yang akan menjabat sebagai direktur di anak cabang Pratama Group.
“Maksud Saya mengadakan acara makan malam ini adalah untuk memperkenalkan Direktur baru yang akan mengurus anak cabang Pratama Group” Pak Raden melirik Gahar, menyuruhnya untuk berdiri.
Gahar bangkit dari duduknya, berdiri di sebelah Pak Raden. Saat Gahar berdiri, bisikan-bisikan dari karyawan perempuan terdengar. Telinga Urfi seperti di kerubungi kawanan nyamuk. Urfi menatap Tania yang ikut antusias menatap Gahar, sedikit menendang kaki Urfi.
“Apa sih, Tan!” kesal Urfi. Suaranya itu malah mengundang tatapan tajam dari Bu Betty.
Pak Raden merangkul bahu Gahar. “Perkenalkan, ini Direktur baru Pratama Group, Gahar Ananda Pratama, sekaligus anak Saya. Meskipun dia anak Saya, jika dia tidak melakukan pekerjaannya dengan baik, dan menyeleweng dari aturan perusahaan, kalian bisa melaporkannya langsung kepada Saya”
Urfi mencibir, Gahar yang berdiri dengan kedua tangan masuk ke saku celana. Harusnya Gahar menyapa karyawannya bukan?
“Kalian bisa menikmati makan malamnya” ucap Pak Raden, duduk di kursinya, di ikuti oleh Gahar.
Tepuk tangan terdengar meriah, para karyawan mengucapkan terima kasih atas makan malam yang diadakan oleh perusahaan. Urfi memakan daging yang ada di panggangan dengan wajah bosan. Menurutnya acara makan malam seperti ini sangat tidak cocok dengannya. Urfi menumpu kepalanya dengan tangan, menatap karyawan yang begitu senang menikmati makan malam ini, begitu juga Tania.
“Pak Gahar natap ke meja sini nggak sih?” bisik Tania, perempuan itu sudah pindah duduk di sebelah Urfi.
Urfi mengernyit. “Kamu sejak kapan duduk di sebelah aku Tania?”
“Kamu yang melamun dari tadi, Fi” ucap Tania, tangannya bergerak memutar kepala Urfi untuk menatap ke arah meja yang di tempati oleh Gahar.
Urfi bertatapan dengan Gahar selama beberapa detik, kemudian Gahar mengalihkan pandangannya, mendengarkan Pak Burhan, manajer yang duduk di sana. Sesekali Gahar tertawa, sepertinya mereka sedang membicarakan hal yang lucu.
“Perasaan kamu aja kali” sungut Urfi, kembali memutar kepalanya menatap Tania.
“Masa sih? Padahal dari tadi dia lihat ke sini” Tania yakin jika Gahar menatap ke meja mereka. Apa benar hanya perasaannya saja?
“Nggak sengaja mungkin lihat ke sini, kan nggak ada salahnya kalau dia lihat ke sini”
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
KU PELUK LUKA (Tamat)
ChickLit(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE SECARA ACAK) Kehidupan Urfi yang penuh dengan luka, di tinggalkan oleh Ibunya di panti asuhan ketika bayi. Saat Urfi umur 3 tahun dirinya di adopsi oleh Ibu kandungnya yang sudah menikah...