Urfi terduduk di ruang tunggu salah satu rumah sakit, Gahar menggenggam tangannya erat. Urfi tampak gelisah dalam duduknya itu, cemas dengan hasil yang akan dia terima. Dua minggu yang lalu, Wandi meminta Linda untuk melakukan pengecekan tes DNA antara dirinya dan Urfi. Wandi ingin tahu apakah Urfi anaknya atau memang anak dari orang yang telah memperkosa Linda di masa lalu.
Tidak jauh berbeda dengan Urfi, Wandi juga berdiri dengan cemas, mondar-mandir tidak jelas menunggu dokter mengambilkan hasil tes DNA mereka. Wandi berharap Urfi adalah anaknya, tapi di satu sisi Wandi akan merasa sangat bersalah jika Urfi benar anaknya, selama ini dia tidak pernah menganggap Urfi ada. Mengetahui kenyataan Urfi anak kandung Linda saja sudah membuat Wandi terpukul, dia sudah kejam dengan anak istrinya.
Wandi dan Linda langsung mendekati dokter yang baru keluar dari ruangan laboratorium. Urfi ikut berdiri, tapi tidak berani melangkahkan kakinya mendekati dokter. Urfi takut jika hasilnya tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan.
Wandi segera membuka amplop yang di berikan oleh dokter kepadanya, matanya menjelajah, membaca hasil tes DNA, cocok 99,99%. Urfi terbukti sebagai anak kandungnya, bahu Wandi merosot, ada perasaan lega, dan juga haru. Urfi anaknya, selama ini dia berlaku kejam kepada anaknya sendiri.
Linda menutup mulutnya, setetes air mata mengalir di pipinya. Linda tidak menyangka jika anak yang dia sembunyikan dari Wandi adalah anak laki-laki itu. Linda yang khawatir jika dirinya mengandung anak dari laki-laki yang memperkosanya, membuatnya tega meninggalkan Urfi di panti asuhan.Betapa bodohnya Linda selama ini. Kenapa dia tidak memikirkan untuk melakukan tes DNA kepada Urfi ketika masih kecil? Jika saja Linda melakukan ini lebih awal, mungkin semua ini tidak akan terjadi.
Kaki Urfi melemas melihat reaksi kedua orang tuanya. Gahar memapah tubuh Urfi, menahan pinggang perempuan itu agar tidak terjatuh. Urfi rasa hasilnya tidak sesuai dengan yang dirinya harapkan. Urfi mendudukkan dirinya di kursi dengan di bantu Gahar.
“Kita lihat hasilnya dulu, Fi”
Urfi menggeleng, menahan tangan Gahar untuk tetap berada di sisinya. “Aku nggak siap, Har”
Urfi tidak siap mendengar hasilnya, dia takut kecewa lagi. Kedua orang tuanya terlihat kecewa ketika membaca kertas hasil tes DNA. Urfi yakin jika hasilnya menunjukkan dirinya bukan anak kandung Wandi. Urfi juga tidak berharap lebih ketika setuju untuk melakukan tes DNA dengan Wandi.
Urfi menengadahkan kepalanya saat melihat Wandi bersimpuh di depannya. Wandi menitikkan air mata, tangannya menggapai tangan Urfi. Gahar menjauhkan dirinya dari sana, memberikan Wandi ruang untuk berbicara dengan Urfi. Sementara Linda menatap haru ke arah Urfi, air matanya sudah mengalir membasahi pipi, membekap mulutnya demi menahan isak tangis.
“Maafin, Papa, Urfi. Papa udah salah sama kamu selama ini. Papa udah memperlakukan kamu tidak adil. Papa membenci kamu hanya karena kamu di adopsi di panti asuhan”
Linda mendekati tempat duduk Urfi, memberikan kertas hasil tes DNA kepada anaknya itu. Urfi terlihat kebingungan karena dia belum tahu hasilnya. “Maafin Mama, sayang. Harusnya Mama melakukan ini lebih awal”
Urfi menatap kertas itu, dan merasa begitu lega mengetahui hasilnya, dia anak kandung. Urfi mulai menangis, tangis haru. Meskipun terlambat, Urfi merasa bahagia mengetahui dirinya anak kandung dari kedua orang tuanya. Setelah kenyataan pahit menghantamnya, kini dia di banjiri kenyataan yang membuatnya bahagia.
“Papa” Urfi berhambur ke pelukan Wandi. Urfi bisa memeluk tubuh laki-laki yang selalu menjaga jarak dengannya. Urfi bebas memanggilnya Papa, bisa memeluknya kapan saja.
Wandi mengangguk, membalas pelukan Urfi. “Iya, Sayang. Ini Papa. Maaf, Papa terlambat menyadarinya”
Urfi menggelengkan kepalanya. Wandi tidak perlu meminta maaf, dia tidak salah. Hanya saja mereka sedikit terlambat untuk mengetahui kebenarannya. Butuh waktu 23 tahun sampai Wandi mengetahui jika anak yang dia anggap hanya anak angkat, ternyata anak kandungnya sendiri.
Gahar melihat keluarga itu berpelukan, saling melepaskan segala penyesalan atas yang terjadi di masa lalu, berbagi tangis dengan penuh haru. Gahar mengusap sudut matanya, dia ikut berbahagia, merasakan apa yang Urfi rasakan. Pacarnya itu pasti merasa begitu lega, dan bisa menata kembali hatinya yang sempat terluka.
********
3 bulan kemudian,
Dewi membolak-balik brosur yang dia dapatkan dari beberapa vendor, sudah sebulan Dewi habiskan untuk mencari tahu vendor yang sekiranya bagus untuk pernikahan anaknya. Ada beberapa vendor wedding organizer yang di rekomendasikan oleh teman arisan Dewi.
“Mama lebih cocok sama vendor yang ini deh buat ngurus pernikahan kalian” Dewi memperlihatkan brosur salah satu vendor yang menurutnya paling bagus di antara yang lainnya.
Di samping Dewi, ada Urfi yang duduk, dan di samping Urfi ada Gahar. Dewi meminta pendapat kedua calon pengantin itu untuk menentukan vendor yang sesuai menurut mereka, ya, walaupun ujung-ujungnya Dewi yang memilih. Dewi tetap harus melibatkan mereka agar nanti proses menuju pernikahan bisa selalu di ingat.
“Urfi ngikut sama pilihan Mama aja” ucap Urfi, dia kurang mengerti dengan vendor begitu. Lebih baik semuanya dia serahkan kepada Dewi.
Urfi dan Dewi sudah sering bertemu untuk membahas masalah pernikahan dengannya. Semenjak Urfi setuju untuk melangsungkan pernikahan dengan Gahar, Dewi selalu meminta pendapat Urfi tentang pilihannya. Jika Urfi tidak bisa menemui Dewi, maka Dewi akan mengirimkan fotonya kepada Urfi.
“Masa ikut Mama aja, kan kalian yang mau nikah, harus sesuai sama kemauan kalian”
Urfi melirik Gahar, tangannya bergerak mengusap paha laki-laki itu. Urfi tidak terlalu ingin memilih-milih, yang terpenting tujuan mereka hanya untuk menikah, menyatukan dua keluarga. Tapi, bagi orang tua mereka, pernikahan harus di rayakan semeriah mungkin.
“Urfi serahin ke Mama karena udah percaya sama pilihan Mama. Urfi udah yakin kalau pilihan Mama bagus” ucap Gahar, mencoba membantu Urfi menghadapi Mamanya yang rempong memikirkan vendor untuk pernikahan mereka.
“Oke. Jadi, kalian setuju kita pakai vendor yang ini, ya” Dewi beralih mengambil buku lain, buku yang berisi beberapa foto gaun pengantin. “Kalau gaunnya kamu lebih cocok sama yang mana, Fi?” tanyanya, menaruh buku itu di meja, di depan Urfi.
Urfi membolak-balik buku, melihat-lihat beberapa gaun yang di miliki oleh vendor yang akan mereka pakai. Urfi menggigit bibir bawahnya, semua gaun itu tampak cantik di mata Urfi. Sambil menutup mata Urfi bisa menunjuk secara asal, dan pada gaun mana pun telunjuknya jatuh, dia tidak akan menyesal.
“Gimana? Yang ini bagus nggak?” Dewi menunjuk salah satu gaun pengantin yang lengannya terbuka, dengan ekor yang menjuntai.
“Urfi bisa kedinginan kalau pakai gaun kayak gitu, Ma” protes Gahar, tangannya bergerak menunjuk gaun yang sebelumnya di tunjuk Dewi. “Ini bagian punggungnya ke buka. Mama mau Urfi pamer punggungnya ke semua orang?”
“Ya, kan nggak apa-apa, namanya gaun pernikahan”
“Tapi, Gahar nggak mau, Ma. Gahar nggak setuju kalau Urfi pakai gaun itu” Gahar tidak mau jika punggung Urfi di lihat oleh banyak orang. Tamu undangan yang akan datang ke pernikahan mereka nanti pasti banyak laki-laki juga. Bagian itu khusus untuk Gahar saja.
“Terus kamu mau yang mana, Gahar?” tanya Dewi kesal, Gahar hanya bisa memprotes, tapi tidak mau membantu memilih.
Urfi semakin pusing mendengarkan perdebatan antara Mama dan anak ini, mereka memiliki pendapat yang bertentangan. Urfi memusatkan matanya ke sebuah gaun yang bagian punggungnya tidak terbuka. “Yang ini aja, Ma” tunjuk Urfi.
Gahar mengikuti arah telunjuk Urfi. “Kamu mau pamer dada, Fi” protesnya lagi.
“Ini punggungnya ke tutup Gahar”
Memang bagian punggungnya tertutup, tapi bagian depannya terbuka. “Itu belahan dadanya rendah banget, Fi. Kamu kalau pakai baju itu dadanya kelihatan sama orang lain. Bagian itu khusus aku yang lihat”
Pipi Urfi memanas, Gahar mengatakan dada berulang kali tanpa berpikir terlebih dahulu. Urfi melirik Dewi yang menatap Gahar semakin kesal, jika saja Dewi bisa mengeluarkan laser dari matanya, mungkin laser itu sudah menembus dada Gahar.
“Nggak sekalian aja kamu suruh Urfi pakai gamis Gahar?!!”
“Nah, itu bagus, Ma. Pakai gamis aja” jawab Gahar, membuat Dewi naik pitam.
“Pusing, kan, Kak dengerin mereka berdebat?” tanya Geisha, mendudukkan bokongnya di single sofa. Geisha baru saja balik dari dapur dengan membawa segelas kopi. Dia merasa tertarik saat mendengar keributan di ruang tamu.
Urfi tersenyum kaku. Kalau di tanya pusing, jawabannya jelas. Siapa yang tidak pusing jika harus menghabiskan waktu liburnya untuk melihat-lihat vendor. Urfi sudah berada di rumah Gahar dari pagi, dan sekarang sudah pukul 8 malam, mereka masih belum menemukan yang cocok. Hanya tinggal gaun ini yang harus Urfi pilih agar semuanya dapat selesai.
“Itu yang sering aku dengar tiap kali Mama bahas vendor nikahan Kak Urfi sama bang Gahar” tambah Geisha, sedikit terkekeh.
“Aku mau pakai gaun yang ini aja, Ma” tunjuk Urfi, beralih menunjuk gaun lain, punggungnya tidak terbuka, dan belahan dadanya tidak rendah, hanya saja bagian bahunya tetap terekspos karena gaunnya tanpa lengan.
“Itu..”
Urfi menatap Gahar memohon, dia ingin perbincangan tentang vendor dan tetek bengeknya segera usai. “Ini aja, ya, Gahar”
Gahar menghela napas pasrah. “Yaudah”
Urfi tersenyum, menatap Dewi, menunjukkan gaun yang dia pilih. “Gimana menurut Mama?” tanyanya.
“Bagus, kok. Berarti ini aja, ya?”
Urfi menganggukkan kepalanya. “Udah semua, kan, Ma?”
Dewi mengangguk, menandai gaun yang di pilih Urfi dengan sedikit melipat ujung bukunya. “Untuk sekarang ini dulu. Mama hubungi vendornya dulu sama tanya-tanya buat tanggal segitu kosong atau enggak”
Tanggal pernikahan Gahar dan Urfi memang sudah di tentukan, pernikahan itu akan di laksanakan 4 bulan lagi dari sekarang. Waktunya sudah semakin dekat. Urfi harap-harap cemas karena dalam waktu 4 bulan dia akan melepas gelarnya sebagai perempuan lajang, dan akan berubah menjadi istri Gahar.
“Capek?” tanya Gahar, melingkarkan lengannya di leher Urfi, dan tangannya itu bergerak mengusap-usap kepala Urfi.
Dewi dan Geisha sudah tidak berada di ruang tamu lagi, di sini hanya tinggal Gahar dan Urfi. Urfi memejamkan matanya, membiarkan dahinya di usap Gahar. Hari ini cukup membuatnya pusing, ternyata menyiapkan pernikahan tidak semudah yang dia kira. Jika tahu begini Urfi lebih memilih menikah sederhana saja, dan di hadiri oleh keluarga terdekat. Tapi, keinginan itu sepertinya sangat mustahil.
Urfi mengangguk kepalanya. “Aku mau cepat-cepat selesai ngurus ini, Gahar. Bahkan di kantor pun Tania terus nanyain progress nikahan kita gimana”
“Yang sabar, ya. Aku jauh lebih nggak sabar dari kamu” ungkap Gahar, tersenyum jenaka.
Urfi menatap Gahar penuh selidik. “Nggak sabar apa? Kamu nggak bantuin ngurus, cuman diam aja”
“Kan aku bantuin, sayang”
“Bantuin ngerecokin iya, Gahar” kesal Urfi. Gahar hanya merecoki seperti tadi saat pemilihan gaun, dia terlalu banyak protes, tapi tidak membantu Urfi memilih.
“Ya, aku kan harus siapin tenaga, Fi. Aku harus simpan-simpan tenaga buat nanti”
Urfi menatap Gahar curiga, jangan-jangan ucapan Gahar mengarah ke hal mesum. Karena semenjak mereka merancang pernikahan, pikiran mesum Gahar mulai keluar. Terkadang Gahar berbicara frontal, bahkan di depan orang tuanya sendiri. “Siapin tenaga buat apa?”
Gahar menoleh, tersenyum nakal. “Malam pertama, lah” jawabnya enteng.
Urfi memukul Gahar dengan bantal sofa, tapi laki-laki itu malah tergelak, menghindari pukulan Urfi. Harusnya Urfi tidak menanggapi Gahar jika ujung-ujungnya dirinya yang akan di buat malu oleh ucapan Gahar.
“Udah, sayang” Gahar menahan tangan Urfi, menariknya sampai tubuh Urfi berada di atas tubuh Gahar. Tangan Gahar bergerak membelai pipi Urfi, menyibakkan rambut Urfi yang sedikit menutupi wajah perempuan itu.
Tatapan Gahar begitu menusuk sampai Urfi terdiam kaku. Matanya seakan di tarik magnet membuatnya terus menatap ke arah Gahar. “Aku cinta sama kamu, Fi. Sangat”
Gahar mendekatkan wajahnya, mencium Urfi, tangannya menahan tengkuk Urfi. Gahar benar-benar tidak tahu tempat, dia mencium Urfi ketika mereka berada di ruang tamu rumahnya. Walaupun hanya ada mereka berdua di sana, tetap saja tindakan itu begitu berani.
“Jangan sampai kelepasan, Gahar”
Urfi segera menjauhkan tubuhnya dari Gahar saat mendengar suara seseorang. Urfi bergerak dengan canggung, duduk di samping Gahar saat melihat Dewi berdiri tidak jauh dari mereka. Urfi merasa sangat malu karena Dewi memergoki mereka. Urfi melirik Gahar, laki-laki itu malah terlihat santai saja, dan bahkan bisa tersenyum.
Dewi yang tadi berniat mengambil buku vendor yang tertinggal di ruang tamu harus melihat anaknya tengah berciuman. Dewi tidak masalah sebenarnya, toh, mereka akan menikah tidak lama lagi.
Gahar tersenyum. “Gahar bisa nahan diri sejauh ini kok, Ma”
Dewi mengangguk, mengambil buku vendor di atas meja. “Iya, Mama ngingetin aja. Tinggal 4 bulan lagi, masa nggak bisa sabar”
Urfi menundukkan kepalanya, merutuki dirinya. Bagaimana dia akan menghadapi Dewi nanti? Dewi pasti berpikiran yang macam-macam?
Dewi menatap Urfi, tersenyum. “Mama nggak marah, loh, Urfi” Urfi mengangkat kepalanya. “Nggak apa-apa kalau kalian udah nggak tahan, udah sama-sama dewasa juga. Tapi, jangan di sini, di kamar aja” Dewi mengedipkan matanya, kemudian menjauhi ruang tamu.
“Mau ke kamar, Fi?”
Urfi menatap Gahar tajam, laki-laki itu malah tergelak di tatap begitu. Gahar masih bisa tertawa setelah kepergok Mamanya. Urfi tidak habis pikir, pikiran Gahar sepertinya sudah habis terkuras.
********Sisa epilog habis ini
Nanti bakal ada sedikit plot twist di epilogKarena cerita ini bakal ada sequel-nya
Judulnya Mari, Berbagi Luka
Ini kisah after marriage Urfi dan GaharEnding Ku Peluk Luka agak sad🥲🥲
Sesuai judul yaaaBuat yang mau tahu kelanjutannya bisa masukin cerita yang satu itu ke library kalian yaa
Soalnya selesai publish ini sampai tamat, aku bakal lanjut cerita Gahar dan Urfi di sana
Cari aja di profil aku ceritanya
Udah dari lama aku masukin wattpadAku mohon ramaikan cerita yang lainnya, yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
KU PELUK LUKA (Tamat)
ChickLit(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE SECARA ACAK) Kehidupan Urfi yang penuh dengan luka, di tinggalkan oleh Ibunya di panti asuhan ketika bayi. Saat Urfi umur 3 tahun dirinya di adopsi oleh Ibu kandungnya yang sudah menikah...