Urfi mengerjapkan matanya berulang kali, tangannya bergerak memegangi kepalanya yang terasa pusing. Apa dirinya mabuk semalam?
Urfi menyipitkan matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Sejak kapan kamarnya terdapat jendela yang begitu besar, dan langsung memperlihatkan gedung tinggi. Mata Urfi membulat, terlonjak dari posisi tidurnya. Pandangannya mengedar melihat ruangan kamar, ini bukan kamarnya, ruangan kamar dengan nuansa abu.
Apa yang terjadi semalam?
Urfi mencoba mengingat-ingat apa yang dia lakukan semalam. Semalam dia makan malam bersama Gahar dan Tania, Urfi sempat mual memakan steak setengah matang. Urfi menggelengkan kepalanya, bukan, dia harus mengingat yang terjadi setelah itu. Setelah Gahar kembali ke meja, mereka menikmati makan malam dengan normal. Ah, iya, Tania sudah mulai berbincang santai dengan Gahar sambil meminum white wine, sesekali mereka tertawa.
Apalagi, ya, ayo, Urfi, ingat. Urfi memejamkan matanya dengan wajah meringis. Dia harus mengingat yang terjadi, ayo, Urfi bisa mengingatnya. Ketika Tania berbincang dengan Gahar, Urfi meminum white wine segelas karena merasa bosan. Iya, Urfi meminumnya. Sehabis itu, mereka keluar restoran dengan kondisi Urfi setengah mabuk, di papah Gahar dan Tania.
Apa selanjutnya?Urfi menggerak-gerakkan jemarinya cemas, apa yang terjadi setelah itu. Apa Urfi membuat kesalahan? Urfi menggigit jarinya, mencoba memutar otaknya. Tania pulang menggunakan taksi, dan Urfi di tinggalkan bersama Gahar. Mata Urfi melotot sempurna saat mengingat yang terjadi ketika Tania sudah pergi.
Gahar memapah tubuh Urfi, mendudukkannya di kursi samping kemudi, memasangkan seatbelt. Urfi tersenyum menatap wajah Gahar yang begitu dekat dengannya. Tangan Urfi bergerak menangkup pipi Gahar, mengerucutkan bibir laki-laki itu. Urfi tertawa melihat bibir Gahar yang mengerucut.
“Lucu kayak bebek” ucap Urfi, memperhatikan bibir Gahar.
“Kamu mabuk, Fi. Aku udah larang kamu buat minum, tapi aku lengah” Gahar melepaskan tangan Urfi yang menangkup pipinya. “Aku antar kamu pulang, ya?”
Urfi menggelengkan kepalanya, tangannya dilingkarkan di leher Gahar. “Aku ikut kamu aja” Urfi menjatuhkan kepalanya di leher Gahar, napas panasnya berembus menerpa leher Gahar.
Gahar sedikit menjauhkan Urfi darinya. “Kamu nggak bisa ikut aku, Fi”
Urfi terus tersenyum dengan pipi yang memerah, tangannya yang mengalung di leher Gahar berpindah menangkup pipi laki-laki itu lagi. “Kamu berisik”
Urfi mendekatkan wajahnya, menempelkan bibirnya pada bibir Gahar. Urfi tersenyum ketika merasakan benda empuk itu menyentuh bibirnya. Urfi menggerakkan kepalanya, melumat bibir Gahar dengan lahap. Urfi membayangkan jika bibir Gahar adalah daging steak yang dia makan.
Gahar mendorong Urfi, menjauhkan dirinya. “Kamu akan menyesal pas sadar nanti, Fi”
Urfi menggeleng, menarik tangan Gahar, kembali mencium laki-laki itu. Urfi memejamkan matanya, melumat habis bibir Gahar, tangannya mengalung di leher laki-laki itu.
Gahar tidak bisa menolak lagi, dia sudah menahan Urfi, tapi perempuan itu kembali menciumnya. Tangan Gahar bergerak menangkup pipi Urfi, balas mencium Urfi, tidak kalah ganas. Gahar menggigit kecil bibir Urfi, saat mulut Urfi terbuka, lidah Gahar langsung mendesak masuk, menelusuri mulut perempuan itu.
Gahar meringis saat Urfi menggigit bibirnya cukup keras. Gahar menjauhkan wajahnya, menatap Urfi yang tersenyum menatapnya dengan mata sayu. Gahar mengusap sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah.
Urfi tertawa. “Enak” ucapnya, perlahan matanya terpejam, dan napasnya mulai teratur.
Apa Urfi tertidur? Gahar menghela napas pelan, membenarkan posisi kepala Urfi. Dia mungkin tidak bisa mengantarkan Urfi pulang dalam keadaan mabuk dan tertidur.
Urfi menutup mulutnya yang terbuka lebar, matanya membulat. Apa yang sudah dia perbuat? Urfi hanya mengingat dirinya mencium Gahar, habis itu dirinya tidak mengingat apa-apa lagi.Urfi menundukkan kepalanya, bajunya masih terpasang, dan masih baju yang sama dengan semalam. Gahar tidak mungkin memperkosanya. Urfi menggelengkan kepalanya, mengingat sikapnya kemarin ketika mabuk, bisa saja Urfi yang memperkosa Gahar. Tidak mungkin bukan mereka tidur bersama? Tidak. Baju Urfi masih terpasang, Urfi yakin jika mereka hanya berciuman.
Urfi mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar yang terbuka, Urfi melihat Gahar masuk ke kamar membawa nampan yang berisi semangkuk sup hangat dan susu. Urfi menatap Gahar waspada, menutupi tubuhnya dengan selimut.
“Aku kira kamu belum bangun” ucap Gahar, melangkah mendekati kasur. “Aku buatin sup buat kamu, buat ngilangin pengar, Fi” Gahar menaruh nampannya di nakas, samping ranjang.
Urfi terus memperhatikan pergerakan Gahar. Apa ini? Kenapa Gahar bersikap manis dengan menyiapkan sup penghilang pengar untuknya? Urfi sama sekali tidak berkedip meskipun Gahar membalikkan badan, menatap ke arahnya. Pandangan Urfi jatuh ke bibir Gahar yang terluka karena dia menggigit bibir itu semalam. Lalu, pandangan itu bergerak turun, dan, mata Urfi membulat saat melihat bekas kemerahan di leher Gahar. Apa itu ulahnya juga? Sepertinya Urfi melewatkan sesuatu, tapi apa itu?
Gahar menatap Urfi heran, dia duduk di tepi ranjang, tangannya bergerak hendak menggapai kepala Urfi, tapi perempuan itu memundurkan badannya. Gahar menarik kembali tangannya, tersenyum kepada Urfi. “Kamu mau mandi dulu atau sarapan dulu, Fi?” tanyanya.
Urfi mengerjapkan matanya, menormalkan ekspresi terkejutnya. “Gahar, kita semalam..” Urfi menggelengkan kepalanya cepat. “Enggak, semalam aku apain kamu?”
Gahar terkekeh. “Kamu lebih khawatir kalau kamu berbuat macam-macam ke aku, Fi? Nggak takut kalau aku yang berbuat macam-macam sama kamu?” tanyanya. Harusnya yang Urfi takutkan adalah Gahar yang berbuat macam-macam kepada Urfi. “Semalam kamu mabuk, bisa aja aku berbuat aneh sama kamu”
Urfi menggelengkan kepalanya, dia yakin jika dirinya lebih berbahaya saat mabuk dari pada Gahar. Dari sepenggal ingatan itu, dan bibir Gahar yang terluka, Urfi yakin jika dia yang berbuat macam-macam kepada Gahar. “Aku yakin kalau aku jadi binatang buas semalam”
Gahar tergelak, benar, semalam Urfi terlihat seperti binatang buas. Jika saja Gahar tidak menahan diri, mungkin dia sudah berakhir di ranjang bersama Urfi. “Lain kali jangan minum wine lagi, ya, Fi. Bahaya kalau laki-laki lain yang lagi sama kamu, untung semalam aku”
Urfi menghembuskan napas lega. Berarti tidak terjadi apa-apa semalam bukan?Urfi menatap leher Gahar yang memerah, itu jelas bukan bekas gigitan nyamuk, lebih seperti kissmark. “Leher kamu kenapa?” tanyanya ragu.
“Oh, ini” tangan Gahar bergerak mengusap lehernya. “Tanda dari kamu” ucapnya, mengulum senyum.
Gahar menggendong Urfi yang tertidur menaiki lift, menuju ke apartemennya. Gahar tidak tahu harus membawa Urfi ke mana lagi kalau bukan ke tempatnya. Gahar membuka pintu apartemen, sedikit kesusahan menggendong Urfi dari parkiran sampai ke apartemennya.
Gahar merebahkan tubuh Urfi di kamar, kamar tamu, tentu bukan kamarnya. Gahar melepaskan flat shoes yang Urfi kenakan, menaruhnya di lantai. Gahar berdiri, mengusap keringat di dahinya, Urfi tidak terlalu berat, tapi jika menggendongnya sejauh itu juga menguras tenaga.
Gahar memperhatikan Urfi yang masih memejamkan matanya, kemudian Gahar bergerak, mengambil selimut dari dalam lemari untuk menyelimuti Urfi. Saat Gahar akan menyelimuti Urfi, tangannya di tarik oleh perempuan itu. Gahar terkejut saat tubuhnya jatuh tepat menindih Urfi.
Urfi membuka matanya, tersenyum, tangannya bergerak mengusap-usap wajah Gahar. “Wangi” gumamnya, mencium leher Gahar.
Gahar menjauhkan wajah Urfi darinya, mencoba membenarkan posisinya, tapi tangan Urfi terus menahan tubuhnya. Gahar di buat terkejut dengan Urfi yang kembali menciuminya, melumat bibirnya. Apa Urfi selalu seperti ini setiap kali mabuk?
Urfi tertawa kecil, sedikit cekikikan, hidungnya mengendus-endus leher Gahar. “Lucu banget, sih, kamu” ucapnya. Gahar sampai merinding merasakan napas panas Urfi menerpa lehernya.
Urfi mencumbu leher Gahar, mengatupkan bibirnya di sana. Urfi meninggalkan jejak memerah di leher Gahar, kemudian tersenyum, tangannya bergerak memencet-mencet leher Gahar yang memerah. “Ada tombolnya” ucapnya.
Gahar menarik tubuhnya, dia tidak bisa membiarkan Urfi terus melakukan itu padanya. Gahar bisa khilaf. Segera Gahar keluar dari kamar, menutup pintu kamar. Gahar beralih memasuki kamar mandi, dia harus segara menyiram tubuhnya yang mendadak memanas dengan air dingin.
Urfi menelan salivanya susah payah, dia mengingat yang telah dirinya lakukan kepada Gahar. “Maaf, aku nggak bermaksud..”
“Nggak bermaksud melecehkan aku, Fi?” canda Gahar, tertawa.
Urfi tertegun, bisa di bilang jika Urfi melecehkan Gahar. Jika Gahar tidak suka dengan perlakuan Urfi, itu bisa di anggap pelecehan. Urfi menganggukkan kepalanya. “Iya, aku udah berani lecehin..” Urfi mengintip reaksi Gahar. “Kamu” lanjutnya dengan suara pelan.
Gahar tergelak. “Nggak apa-apa, aku suka kalau yang lecehin aku itu kamu” kemudian Gahar menatap Urfi dalam. “Tapi, jangan keseringan, Fi. Aku juga laki-laki normal, mungkin semalam aku bisa nahan diri, tapi selanjutnya aku nggak bisa pastiin”
Semalam saja Gahar harus merendam dirinya di air dingin demi menghilangkan rasa panas yang sudah sampai di puncak kepalanya. Gahar berusaha menahan diri, Urfi belum menjadi istrinya, baru pacarnya, dan itu pun karena Urfi setuju dijodohkan dengannya.
“Kamu makan supnya, Fi” Gahar beralih mengambil mangkuk sup yang sudah mendingin. “Udah dingin, aku panasin dulu” ucapnya, beranjak dari kasur. Gahar membawa kembali mangkuk sup itu keluar kamar untuk dia panaskan.
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
KU PELUK LUKA (Tamat)
ChickLit(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE SECARA ACAK) Kehidupan Urfi yang penuh dengan luka, di tinggalkan oleh Ibunya di panti asuhan ketika bayi. Saat Urfi umur 3 tahun dirinya di adopsi oleh Ibu kandungnya yang sudah menikah...