Urfi memperhatikan gantungan kunci yang sudah terlihat usang, gantungan kunci yang dia dapatkan dari Wandi sebagai hadiah. Urfi mendapatkan gantungan kunci itu ketika dia berumur 10 tahun, saat itu Hana sedang berulang tahun, dan Wandi memberikan gantungan kunci untuk Hana. Urfi juga di kasih oleh Hana karena gantungan itu ada dua, kata Wandi kala itu beli 1 gratis 1. Walaupun begitu, Urfi tetap merasa senang menerima hadiah untuk pertama kalinya, hadiah secara tidak langsung dari Wandi yang diberikan melalui Hana.
Urfi mengusap-usap gantungan kunci boneka Teddy yang berwarna cokelat dengan pita hitam di kepalanya. Di leher boneka itu terdapat kalung mutiara dan liontin bintang, boneka kesukaan Urfi sedari kecil. Urfi tersenyum melihat gantungan boneka Teddy itu, dia masih memakainya sampai sekarang. Urfi tidak pernah membuangnya meskipun bulunya sudah rusak, bertahun-tahun Urfi selalu memakai gantungan kunci itu.
Urfi menepis air matanya yang menetes begitu saja, hadiah ini satu-satunya yang dia terima dari Wandi, Papanya itu tidak pernah membelikan Urfi hadiah lagi. Ketika kecil pun, Urfi hanya memakai mainan bekas Hana. Pernah Linda membelikan Urfi mainan baru, tapi Hana menginginkan mainan yang Urfi punya, dan Urfi memberikan mainan itu kepada Hana. Bahkan boneka beruang yang selalu Urfi peluk saat tidur, yang dia bawa dari panti asuhan, dia berikan kepada Hana juga.
Ketika Hana menginginkan punya Urfi, dia selalu memberikannya, Urfi tidak ingin adiknya itu menangis hanya karena Urfi tidak mau memberikan punyanya. Semua itu terus berlanjut, ketika mereka sudah dewasa pun, Urfi memberikan bajunya yang di sukai Hana. Bahkan Urfi harus berpura-pura menyukai makanan yang Hana suka. Jika boleh jujur, Urfi tidak suka bubur yang sering di buat Linda ketika Hana sakit, tapi Urfi tetap memakannya karena Hana menyukai bubur itu.
“Gantungannya nggak mau di masukin ke museum aja, Fi”
Urfi menoleh kepada Tania yang meletakkan tasnya di atas meja, perempuan itu baru datang. Urfi menyimpan tasnya di bawah meja bersama dengan gantungan kunci beruang yang terus terpasang di sana. “Museum mana yang mau nyimpan gantungan usang punya aku, Tan” ucapnya, tersenyum.
“Itu gantungan udah berabad-abad, Fi. Museum kan tempat menyimpan benda-benda bersejarah” ucap Tania, duduk di kursinya.
Tania tahu jika gantungan kunci itu merupakan gantungan kesayangan Urfi yang sudah bertahun-tahun di pakai oleh perempuan itu. Bahkan gantungan kunci itu pernah hilang ketika mereka di kampus, dan Urfi baru sadar saat sudah pulang. Tania menemani Urfi berkeliling kampus, mencari keberadaan gantungan kuncinya. Tania membantu Urfi mengubek-ubek semua tong sampah yang ada di kampus demi menemukan gantungan kunci kesayangan Urfi. Akhirnya, mereka menemukannya setelah menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencarinya.
Urfi tersenyum. “Gantungan aku bukan benda bersejarah, Tan”
“Ada sejarahnya, Fi. Kamu nggak ingat kita cari gantungan kamu itu di kampus”
“Ketemu juga” sorak Urfi, mengangkat gantungan kuncinya yang dia temukan di tong sampah. Urfi tersenyum begitu senang, lega dengan gantungan kunci yang masih bisa dia dapatkan kembali.
Tania menatap Urfi, ikut senang. “Akhirnya, ya setelah berjam-jam”
Tania dan Urfi tidak memedulikan baju mereka yang sudah kotor terkena sampah, dan badan mereka sudah berbau.
“Sekarang kita bisa balik kan, Fi? Kayaknya kita udah kayak pemulung” ucap Tania, menggerakkan kedua tangannya di udara. Tangan Tania sudah kotor, dan kukunya yang baru di nail art terpaksa di korbankan demi membantu Urfi mencari gantungan kunci miliknya.
Urfi mengangguk sambil tersenyum. “Makasih, Tania. Kamu udah mau bantuin aku nyari gantungan ini”
Urfi tertawa kecil mengingat kejadian itu, mereka pulang dari kampus dengan keadaan baju yang kotor dan sudah sangat bau. Bahkan ketika mereka naik ke motor beberapa pasang mata menatap mereka aneh. Untung saja kampus saat itu tidak ramai karena sudah sore.
“Ingat juga kan kamu” ucap Tania. “Banyak banget sejarahnya itu”
Urfi mengangguk. “Iya, gantungan kunci punya aku banyak sejarahnya, tapi cuma aku yang tahu cerita di balik gantungan kunci itu”
“Aku juga tahu, jangan lupain keberadaan aku, ya!” Tania tidak terima jika dirinya di lupakan, sejarah dari gantungan itu Tania tahu betul.
Urfi tergelak. “Iya, Tania. Cuma kita berdua yang tahu sejarahnya, jadi di simpan di museum hati masing-masing aja, ya”
Tania ikut tergelak. “Sakarepmu aja, Urfi”
*********
Hana membuka pintu hotel saat Razi mengabarkan jika dirinya sudah di depan pintu. Hana tersenyum menatap Razi yang datang dengan wajah lelah sehabis bekerja.Razi masuk ke dalam hotel dengan sedikit mendengus, melewati Hana begitu saja. Razi membuka sepatunya, melemparkan tas kerjanya secara asal ke kasur.
“Harus, ya, pakai ngancam kayak gitu!” amuk Razi. Hana mengancam akan memberitahu tentang hubungannya dengan Razi kepada Urfi jika Razi tidak menemuinya juga. Dengan tergesa Razi segera menemui Hana di hotel tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama.
Hana menatap Razi yang membuka dasinya dengan kasar, tangan Hana bergerak membantu Razi. “Bukanya pelan-pelan, kenapa buru-buru sih?”
Razi membiarkan Hana membuka dasinya. “Kamu kira bisa ngancam aku kayak gitu?!”
Hana tersenyum, dasi Razi sudah berhasil dia lepaskan, tapi Hana tetap membiarkan dasi itu mengalung di leher Razi. Tangan Hana beralih membuka kancing kemeja Razi satu per satu. “Buktinya kamu langsung datang ke sini pas aku bilang kayak gitu”
Razi menahan tangan Hana yang bergerak ke bagian selangkangannya. “Aku lagi nggak mau, Hana” peringatnya.
Hana mengangguk, mendudukkan bokongnya ke kasur. Hana meletakkan kedua tangannya di belakang, bersantai sambil menatap Razi yang masih berdiri. “Yakin nggak mau?” tanyanya dengan nada sensual.
Baju yang di pakai Hana saat ini begitu transparan, baju kesukaan Razi saat mereka bersama. Baju itu memperlihatkan dengan jelas belahan dada Hana, dan bagian pahanya terekspos begitu saja. Satu tangan Hana bergerak menari-nari di bagian depan tubuhnya, menggoda Razi.
Pertahanan Razi goyah, dia langsung bergerak, mendorong tubuh Hana ke kasur, membiarkan kaki Hana menjuntai ke lantai. Razi menindih Hana, mencium perempuan itu dengan sedikit kasar. Tangan Razi bergerak meremas-remas dada Hana.
Hana tersenyum, Razi tidak akan bisa menolaknya. Laki-laki itu tidak akan mampu membendung nafsunya jika sudah melihat Hana memakai baju ini. “Kamu sengaja menghindar dari aku, kan?” tanyanya, diselingi desahan yang keluar saat Razi mencumbu, meninggalkan tanda kemerahan di leher Hana.
Razi tidak menjawab, kepalanya perlahan turun di bagian bawah tubuh Hana, memainkan jarinya di sana dengan gerakan memutar. Hana sudah basah dengan sentuhan yang dia berikan. Razi segera membuka bajunya, saking tidak sabarnya, Razi menarik paksa kemejanya itu sampai kancingnya berjatuhan di lantai. Selanjutnya Razi membuka celananya, langsung memosisikan diri tepat di bagian tubuh Hana, melakukan penyatuan dengan begitu tepat. Razi sudah hafal betul setiap jengkal dari tubuh Hana yang sudah sering dia jamah.
Hana mendesah saat Razi bergerak di atasnya, memompa miliknya di bawah sana. Tidak membiarkan dada Hana begitu saja, tangan Razi bergerak meremas-remasnya. Razi menggeram, sedikit memejamkan matanya merasakan kenikmatan itu. Razi tidak mampu menolak jika Hana menyodorkan tubuhnya.
Erangan panjang terdengar, Hana melingkarkan kakinya di tubuh Razi, merasakan di bagian bawahnya menghangat. Razi menyemburkan benihnya di dalam rahim Hana, Razi menyetubuhi Hana tanpa memakai pengaman. Hana segera bangkit, mendudukkan dirinya di kasur saat Razi sudah mencabut miliknya dan membaringkan tubuhnya di kasur.
“Kamu kenapa nggak pakai pengaman?!” panik Hana, menyeka benih Razi yang mengalir di selangkangannya.
“Kamu goda aku kayak gitu, aku nggak bawa pengaman ke sini” Razi ke sini tidak dengan niat ingin berhubungan dengan Hana, dia ke sini hanya tidak ingin Hana memberitahu Urfi tentang hubungan mereka.
Hana mendesis, bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan bagian bawahnya, membuang sisa dari benih Razi. Hana tidak boleh kelepasan, dia tidak mau jika harus hamil di luar nikah, Razi belum tentu mau bertanggung jawab jika dirinya hamil. Laki-laki itu masih belum bisa berpaling dari Urfi, hal itu membuat Hana kesal.
Beberapa menit kemudian Hana keluar dari kamar mandi, Razi sudah memakai celananya. “Kamu udah mau pergi aja?” tanyanya, menghampiri Razi.
“Aku nggak bisa lama-lama” Razi mengambil kemejanya yang sudah tidak bisa di pakai lagi karena beberapa kancingnya copot. “Bangsat! Nggak bisa di pakai lagi!” keluhnya.
Hana melipat kedua tangannya di dada. “Kamu ke sini buat nidurin aku aja?!”
Razi melirik Hana yang tampak marah. “Itu kan yang kamu mau”
“Kamu nggak pakai pengaman tadi Razi”! peringat Hana. “Kalau aku hamil gimana?”
“Kamu nggak akan hamil, Kamu nggak usah khawatir” Razi melemparkan kemejanya ke lantai, tangannya bergerak mengambil ponselnya yang berada di dekat tas kerjanya. Razi mencoba memesan baju secara online dengan pengiriman instan.
“Aku mau kamu batalin niat kamu buat nikahin Urfi”
Razi menatap Hana yang terduduk di kasur, tangannya berhenti bergerak di atas ponselnya. “Kamu pikir aku akan kabulin permintaan kamu itu? Enggak, Hana! Aku udah bertahun-tahun pacaran sama Urfi! Aku nggak akan mau batalin pernikahan aku sama dia”
Hana mengangguk, melipat tangannya di dada. “Kalau gitu biar Urfi yang batalin pernikahan kalian"
Razi mengernyitkan dahinya. “Apa maksud kamu?”
Razi mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar, seseorang mengetuk pintu kamar mereka. Razi menatap layar ponselnya, dia belum jadi memesan baju secara online. Lalu, siapa yang datang ke kamar mereka?
“Tolong bukain pintunya. Aku lagi malas” ujar Hana, membaringkan tubuhnya di atas kasur.
Razi berdecak sebal, membawa kakinya ke arah pintu, membukakan pintu untuk orang yang Razi tidak tahu siapa itu. Kemungkinan Hana memesan makanan untuk di antar ke kamar mereka. Razi membisu di tempatnya saat melihat orang yang berdiri di depan pintu. Tangannya jatuh di kedua sisi tubuhnya, Razi tidak mampu bergerak seakan sarafnya kehilangan fungsi.
“Razi”
********
KAMU SEDANG MEMBACA
KU PELUK LUKA (Tamat)
ChickLit(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE SECARA ACAK) Kehidupan Urfi yang penuh dengan luka, di tinggalkan oleh Ibunya di panti asuhan ketika bayi. Saat Urfi umur 3 tahun dirinya di adopsi oleh Ibu kandungnya yang sudah menikah...