BAB 6

2.8K 106 0
                                    

“Kamu pulang sama aku atau gimana, Fi?” tanya Tania, menatap Urfi yang masih duduk di kursi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kamu pulang sama aku atau gimana, Fi?” tanya Tania, menatap Urfi yang masih duduk di kursi.

Restoran sudah sedikit sepi, beberapa karyawan sudah pulang karena sudah pukul 11 malam. Urfi yang menunduk menatap layar ponselnya, mengangkat kepala untuk menatap Tania yang sudah siap, perempuan itu sudah menenteng tasnya.

“Aku di jemput Razi, Tan. Kan besok aku nggak ketemu dia, jadi dia ngajakin ketemu sekarang”

Tania mengangguk. “Oh, yaudah kalau gitu. Razi udah sampai mana memangnya?” Tania kembali duduk di kursi, di sebelah Urfi.

“Katanya sih udah dekat” jelas Urfi, memasukkan ponselnya ke dalam tas. “Kamu pulang duluan aja, Tan”

Tania menggeleng. “Enggak lah, aku temenin kamu sampai Razi datang”

Urfi tersenyum, Tania memang baik. Teman dekatnya itu begitu peduli dengannya, Tania selalu ada menemani Urfi dalam keadaan apa pun. Tania tidak pernah membiarkan Urfi sendirian. Dulu, Tania pernah mengatakan pada Urfi jika Tania sudah menganggap Urfi sebagai saudaranya.

“Aku mau tunggu Razi di luar aja” Urfi bangkit dari duduknya, mengajak Tania keluar restoran.

Tidak berapa lama Urfi dan Tania keluar restoran, mobil Razi terlihat, parkir di depan restoran. Razi membuka kaca mobilnya, melambaikan tangan kepada Urfi sambil tersenyum.

“Sana masuk mobil. Nanti kemalaman pulangnya, nggak boleh nakal ya Urfi” goda Tania.

Urfi tersenyum. “Kamu hati-hati di jalan, Tan. Sendirian naik motor”

Tania mengacungkan jempolnya. “Siap, Ufi”

Urfi tergelak, Tania sering memanggilnya Ufi, membuat Urfi teringat panggilan masa kecilnya itu. Setelah berpamitan dengan Tania, Urfi masuk ke dalam mobil, duduk di sebelah kursi pengemudi.

“Hai, sayang” sapa Razi, memeluk Urfi sejenak. “Aku telat jemput ya?” tanyanya.

Urfi menggeleng. “Enggak. Acaranya juga baru selesai”

Urfi melambaikan tangannya kepada Tania yang sudah duduk di atas motor, sedang mengenakan helm. Razi membunyikan klakson sebelum mobilnya melesak meninggalkan restoran.

“Itu Tania nggak apa-apa pulang sendirian?” tanya Razi, melirik Urfi.

“Tania bawa motor terus, aku agak khawatir dia sendirian. Tapi, kalau aku bareng Tania juga, dia harus antar aku pulang duluan, habis itu baru ke rumahnya. Pasti cape juga Tanianya”

Urfi juga memikirkan Tania yang harus kelelahan jika harus mengantarkannya pulang, dan habis itu baru ke rumahnya. Untungnya tadi Razi mengabarkan jika ingin menjemputnya, jadinya Urfi tidak perlu merepotkan Tania.

“Tania udah biasa kali ya, dulu aja dia ke kampus naik motor terus sama kamu. Dia yang sering natap aku sinis kan waktu itu” cerita Razi.

Urfi tertawa kecil, terbayang bagaimana Tania menatap Razi sinis saat melakukan pendekatan dengan Urfi. Tania selalu menjaga Urfi, apalagi mantan terakhir Urfi berselingkuh yang membuat Urfi menangis. Jadi, Tania menjaga Urfi dari laki-laki yang berniat untuk bermain-main agar Urfi tidak di sakiti lagi.

“Dia kan gitu karena belum kenal kamu. Sekarang udah nggak sinis lagi kan?”

Razi mengangguk. “Iya, udah mendinganlah daripada pas pertama kali aku dekatin kamu. Minta nomor HP kamu aja sebulan baru dapat, perjuangan banget buat dapatin kamu Urfi”

Urfi menoleh, tersenyum kepada Razi yang fokus menyetir. “Terus seperti ini ya, Zi”

Razi menoleh, mengernyit. “Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?”

Urfi menggeleng. “Nggak kenapa-kenapa. Cuma takut aja kalau kamu merasa bosan sama aku”

Tangan Razi bergerak meraih tangan Urfi, menariknya ke pahanya, Razi mengelus tangan Urfi lembut. Matanya menatap Urfi sambil tersenyum. “Dapatin kamu susah, Urfi. Nggak mungkin aku sia-siain kamu setelah hubungan kita sejauh ini. Jadi, jangan pernah bilang gitu lagi. Aku nggak akan pernah bosan sama kamu”

Urfi tersenyum. “Terima kasih udah selalu membersamai selama 4 tahun ini, Zi”

Razi tersenyum. “Aku yang berterima kasih karena kamu udah mau nerima aku”

********

Urfi turun ke bawah dengan tergesa saat Razi mengabari jika dirinya berada di depan rumahnya. Urfi tersenyum melihat Razi yang sedang berbicara dengan Linda di teras rumah.

“Buru-buru banget kayaknya Urfi, sampai rambut belum di benerin” ucap Linda, menatap Urfi yang masih memakai baju tidur dengan rambut yang belum di sisir.

Urfi menyengir menatap Linda. Dirinya langsung turun ke bawah begitu mendapatkan kabar.

“Razi nggak bakal ke mana-mana loh” Linda bangkit dari duduknya, tangannya bergerak merapikan rambut Urfi. Kemudian Linda beralih menatap Razi. “Tante, ke dalam dulu ya, Razi”

Razi mengangguk. “Iya, Tante"

Setelah Linda masuk ke dalam rumah, Urfi duduk di kursi yang ada di sebelah Razi. “Hana belum siap ya?” tanyanya.

Razi ke rumahnya bukan untuk bertemu Urfi, melainkan menjemput Hana yang akan mengerjakan skripsi. Melihat Hana belum ada di luar rumah, maupun di dalam, kemungkinan Hana masih di kamar sedang bersiap-siap.

Tangan Razi bergerak mengusap rambut Urfi. “Cantik banget pacar aku”

Pipi Urfi memerah, tersenyum malu. “Aku baru bangun tidur, Razi” ungkapnya karena Urfi baru bangun, langsung ke bawah, belum mencuci mukanya.

“Iya, justru itu, Urfi. Lihat kamu kayak gini, aku jadi pengen cepat halalin kamu deh” ucap Razi terkekeh.

Urfi semakin di buat salah tingkah, sedikit memukul pelan lengan Razi. “Malu, nanti ada yang dengar”

Razi tertawa, Urfi sangat sering salah tingkah dengannya padahal mereka sudah pacaran cukup lama. “Serius, aku padahal mau halalin kamu. Bulan depan kayaknya ya?”

“Bulan depan ngapain?”

“Minta izin ke Mama Papa kamu buat nikah sama kamu” Razi tampak serius dengan ucapannya itu, tatapan matanya begitu tulus.

Urfi yang sedang tersipu malu mengalihkan pandangannya ke arah Hana yang berdeham cukup keras. Urfi bangkit dari duduknya, menatap Hana yang rapi dengan rambut di curly di bagian bawahnya saja. Hana juga membawa laptop dan tas sandang ukuran kecil.

“Aku udah selesai nih” ucap Hana kepada Razi yang sudah berdiri juga.

“Oh, yaudah. Kita langsung berangkat aja”

Hana mengangguk, melangkah duluan. Tapi, Hana belum melihat langkah kaki Razi yang mengikutinya. Hana membalikkan badan, melihat jika Razi masih terus menatap Urfi sambil tersenyum.

“Aku keluar dulu ya sama Hana” izin Razi, menarik Urfi ke dalam pelukan, hanya pelukan singkat.

Urfi mengangguk. “Iya, sayang. Harus bantuin Hana sampai skripsinya selesai”

“Maaf ya, hari ini aku nggak bisa keluar sama kamu”

Urfi mengangguk lagi. “Iya, nggak apa-apa. Nanti aku juga keluar sama Tania”

“Iya” Razi mendekat, mencium kening Urfi sejenak sebelum benar-benar pergi.

Razi melangkah memasuki mobilnya bersama dengan Hana yang juga masuk ke dalam mobil. Razi membuka kaca mobil, membunyikan klakson sebelum mobil Razi perlahan menghilang dari pandangan Urfi.

Urfi menghela napas pelan, tidak akan terjadi apa-apa antara Razi dan Hana. Urfi sangat yakin itu, pemikiran buruk Tania membuat Urfi jadi berprasangka buruk. Urfi melangkah kakinya memasuki rumah, menghampiri Linda yang sedang menonton televisi.

“Udah berangkat Hana sama Razi?” tanya Linda, melirik Urfi.

Urfi mengangguk, duduk di sebelah Linda, merebahkan tubuhnya ke arah Linda, memeluk Mamanya itu. “Udah, Ma”

Linda balik memeluk Urfi, mengusap rambutnya lembut. “Kenapa, hmm?”

Urfi menggeleng pelan. “Lagi pengen meluk Mama aja”

“Kok manja sekarang” ledek Linda, sedikit tertawa. “Kenapa kamu nggak ikut sama Razi aja, dari pada di rumah kayak gini, pasti bosan di rumah”

“Enggak, Ma. Nggak mau ganggu Hana, dia pasti mau fokus ngerjain skripsinya. Kalau ada aku di sana, pasti nggak nyaman, Razi pasti juga bakal sibuk sama aku”

Linda tertawa. “Iya, ya, bukannya bantuin Hana, nanti Razi malah nempel terus sama kamu”


*******

 “Iya, ya, bukannya bantuin Hana, nanti Razi malah nempel terus sama kamu”

*******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


KU PELUK LUKA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang