BAB 7

2.6K 110 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Urfi duduk di sebuah kafe, meminum strawberry milkshake yang dia pesan. Tidak jauh dari meja Urfi duduk, ada Tania yang sedang mengobrol dengan teman kencannya. Sesekali Urfi melihat Tania tertawa bersama teman kencan yang Urfi ketahui bernama Dani. Dari cerita Tania selama perjalanan ke sini, Dani bekerja di salah satu perusahaan sebagai karyawan tetap, di lihat dari tampangnya pun sepertinya masuk dalam tipe idaman Tania. Terbukti dengan Tania yang begitu menikmati obrolannya dengan Dani, sampai lupa jika perempuan itu mengajak Urfi.

Urfi mengalihkan pandangannya ke arah lain, menatap keluar kafe yang kebetulan posisi meja yang dia tempati dekat dengan jendela kafe. Saat pintu kafe terbuka, mata Urfi tertarik untuk melihat ke arah pintu. Urfi menyipitkan matanya seperti tidak asing dengan laki-laki yang memasuki kafe, mata Urfi melebar saat laki-laki itu juga menatap ke arahnya. Segera Urfi menarik matanya gelagapan, laki-laki yang baru saja memasuki kafe adalah Gahar, atasannya.

Penampilannya yang sedikit berbeda membuat Urfi tidak langsung mengenalinya, Gahar memakai baju kaus dengan celana pendek. Urfi yang belum pernah melihat Gahar memakai pakaian santai pun terkejut. Bagaimana bisa dia bertemu Gahar di sini? Suatu kebetulan yang membuat Urfi kembali melihat apa yang di lakukan Gahar, laki-laki itu sedang berdiri di kasir, memesan minumannya.

Urfi bernapas lega, mengusap dadanya pelan, untung saja Gahar tidak mengenalinya. Dan jelas saja, karyawan biasa seperti Urfi tidak akan di kenali oleh seorang Direktur, Urfi sendiri pun belum pernah bertegur sapa dengan Gahar. Mereka baru bertemu sekali saat acara penyambutan di restoran kemarin.

Urfi kembali menarik matanya, menutupi wajahnya dengan buku menu saat Gahar berbalik badan, laki-laki itu membawa minuman yang dia pesan. Jantung Urfi berdegup kencang, berharap Gahar segera pergi karena akan terasa canggung jika Gahar menikmati minumannya di dalam kafe juga.

“Kursi di depan kamu kosong?”

Urfi mengintip melihat seseorang yang menanyakan kursi di depannya, mata Urfi hampir keluar dari rongganya. Orang yang menanyakan kursi di depannya adalah Gahar, Direkturnya. Kenapa ke sini dah. Gerutu Urfi dalam hati sedikit meringis.

Gahar mengangkat alisnya sebelah, menatap Urfi aneh. “Kalau kosong Saya mau duduk di sini, itu pun kalau kamu nggak masalah”

Urfi menurunkan buku menu yang menutupi wajahnya, memasang senyuman, senyum yang terlihat cringe. “Oh, kosong”

“Oke, terima kasih” Gahar menarik kursi di depan Urfi, duduk di sana dengan santai. Gahar meneguk minumannya, espreso. Kemudian laki-laki itu mengeluarkan ponsel, memfokuskan matanya ke layar ponsel, tidak memedulikan orang di depannya.

Urfi sedikit memejamkan matanya, melirik meja yang di tempati Tania. Ke mana perginya temannya itu? Tania sudah tidak ada di mejanya, begitu juga dengan Dani. Apa mereka meninggalkannya? Urfi mengeluarkan ponselnya, mengecek satu pesan baru dari Tania yang di kirimkan beberapa menit yang lalu.

Taniaku
Ufi tunggu di kafe bentar. Dani ada urusan bentar di luar, jadi aku ikut sama dia

Urfi mendengus, menutup kembali ponselnya. Urfi tidak masalah jika Tania pergi bersama Dani, tapi Tania meninggalkan Urfi dengan posisi Gahar yang duduk di depannya, di meja yang sama. Urfi kembali melirik Gahar yang masih sibuk dengan ponselnya, biasa orang sibuk.

Urfi bergerak tidak jelas, bingung harus melakukan apa selama menunggu Tania. Urfi melihat ada satu meja kosong, meja yang tadi di tempati Tania, tapi Urfi tidak mungkin pindah ke sana. Bisa-bisa Gahar menyadari jika dirinya menghindari laki-laki itu, bisa gawat jika Gahar tahu Urfi karyawannya, Urfi bisa di pecat di anggap tidak sopan kepada atasan.

“Kamu lagi menunggu seseorang?” tanya Gahar, mengangkat kepalanya secara tiba-tiba.

Urfi gelagapan, takur ketahuan tengah memperhatikan Gahar. “Oh, lagi nunggu teman”

Gahar mengangguk. “Saya akan pindah pas teman kamu datang. Saya nggak akan lama, Cuma ngabisin minuman aja” ucapnya, mengangkat minumannya.

Urfi mengangguk, tersenyum kaku. “Iya, Pak, Eh” Urfi menutup mulutnya yang keceplosan memanggil Gahar dengan sebutan Pak. Urfi juga tidak mungkin pura-pura tidak mengenali atasannya itu.

Gahar mengangkat alisnya sebelah. “Pak?” ulangnya.

Urfi mengernyitkan wajahnya. Aduh, mati. Urfi tersenyum lagi, menatap Gahar. “Iya, Pak. Saya kerja di Pratama Group, Pak..” Urfi melihat reaksi Gahar. “Gahar” tambahnya.

“Oh, ya? Divisi apa?” tanya Gahar sedikit memusatkan perhatiannya kepada Urfi.

Product Development, Pak”

“Oh, wow, kebetulan sekali ya Saya bertemu karyawan Saya di sini”

Urfi tersenyum kaku. “Iya, Pak kebetulan”

“Rumah kamu dekat sini?” tanya Gahar, menaruh ponselnya di atas meja, lebih tertarik mengobrol dengan Urfi dari pada melihat ponselnya.

Urfi menggeleng, sedikit mengusap belakang lehernya. “Enggak, Pak. Kalau Bapak gimana? Rumahnya dekat sini?”

Urfi merutuki mulutnya. Untuk apa dirinya menanyakan hal itu kepada Gahar? Laki-laki di depannya ini adalah atasannya, Urfi terlalu lancang menanyakan hal pribadi, seakan sedang berbicara dengan teman.

Gahar mengangguk. “Iya, apartemen Saya dekat sini”

Urfi mangut-mangut, tidak lagi membuka perbincangan. Urfi memilih menatap keluar jendela, melihat kendaraan berlalu lalang di jalan raya. Sesekali Urfi melirik Gahar yang sudah kembali sibuk dengan ponselnya. Urfi menghabiskan beberapa menit bersama Gahar dalam diam, sampai akhirnya Gahar pergi dari kafe, berpamitan kepada Urfi.

“Saya balik dulu ya” ucap Gahar, bangkit dari duduknya.

“Oh, iya, Pak” Urfi ikut bangkit, sedikit membungkukkan badannya kepada Gahar.

Urfi menjatuhkan tubuhnya dengan lega saat Gahar sudah keluar dari kafe. Lihat saja nanti, saat Tania kembali ke sini, Urfi akan memarahi Tania habis-habisan. Karena Tania dirinya harus berhadapan dengan Gahar, atasannya yang tidak begitu dia kenal. Tapi, rencana untuk marah-marah itu Urfi urungkan ketika melihat Tania memasuki kafe dengan wajah berbinar senang.

Tania menghampiri Urfi, menahan pekikannya. “Kamu tahu nggak tadi Dani ngomong apa ke aku?” tanya Tania, duduk di depan Urfi.

Ya, mana Urfi tahu, sedari tadi Urfi hanya diam di kafe, sementara Tania pergi berdua saja dengan Dani.

“Katanya dia mau ketemu lagi lain waktu” sorak Tania, menahan pekikannya. Tania mengipas-ngipaskan tangannya ke wajah, wajahnya terasa memanas.

Urfi hanya bisa tersenyum, ikut senang dengan apa yang Tania rasakan. Akhirnya, Tania yang sudah lama tidak menjalin hubungan dengan laki-laki, kini kembali mencoba membuka hatinya.

“Sesenang itu ketemu Dani?” tanya Urfi, menatap Tania sambil mengulum senyum.

Tania mengangguk dengan cepat, senyuman itu masih tercetak di wajahnya. “Akhirnya ketemu sama laki-laki yang bisa bikin aku nyaman”

“Terus sekarang dia ke mana?” Urfi tidak menemukan keberadaan Dani bersama Tania, perempuan itu masuk ke kafe sendirian.

“Dia ada urusan, tadi nganter aku ke sini dulu, takut kelamaan. Kamu juga sendirian di sini, aku khawatir nanti kamu di gangguin orang lagi”

Urfi tersenyum, tidak tahu saja jika yang Urfi alami lebih dari kata di ganggu. Tubuhnya terguncang saat harus menghadapi Gahar, tapi asal Tania senang, Urfi ikhlas. Tania saja mengutamakan kebahagiaan Urfi, masa Urfi tidak bisa melakukan itu juga untuk Tania. Kapan pun Urfi butuh, Tania selalu ada. Dan kapan pun Tania butuh, Urfi akan selalu mengusahakannya.

*******



*******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KU PELUK LUKA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang