BAB 16

2.3K 90 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Urfi mengetuk pintu kaca ruangan Bu Betty, di tangannya terdapat sebuah dokumen yang berisi detail dari idenya waktu itu, ide yang di sukai oleh Gahar. Saat Bu Betty mempersilahkan masuk, Urfi membuka pintu ruangan, masuk ke dalam. Urfi melangkahkan kakinya mendekati meja kerja Bu Betty, terlihat jika perempuan itu baru saja selesai bertelepon dengan seseorang.

“Selamat siang, Bu” sapa Urfi, menganggukkan kepalanya sekilas. “Ini laporan yang sudah Saya revisi, Bu” Urfi meletakkan dokumen yang dia bawa di meja Bu Betty.

Bu Betty tampak memijat pelipisnya, menatap Urfi. “Kamu ada buat masalah sama Pak Gahar?” tanyanya.

Urfi mengernyit bingung. “Enggak, Bu. Pak Gahar bilang kalau Saya ada salah?”

“Justru karena Saya nggak tahu makanya Saya tanya sama kamu. Biasanya kamu langsung diskusi sama Pak Gahar, tapi kenapa ini jadi melalui Saya. Mana revisinya banyak banget, Saya pusing jadinya” keluh Bu Betty, wajahnya tampak kelelahan.

Urfi duga jika Bu Betty habis bertelepon dengan Gahar. Seperti yang di katakan Bu Betty, sebelumnya Urfi yang langsung menemui Gahar ke ruangannya, membahas mengenai proses dari ide yang Urfi cetuskan. Namun, beberapa hari ini, Bu Betty memberitahu jika Urfi melaporkan semuanya kepada Bu Betty, bukan kepada Gahar lagi. Urfi maklum jika Bu Betty merasa pusing karena sedari awal Urfi membahasnya dengan Gahar.

Bu Betty menghela napas kasar, membuka dokumen yang Urfi bawa, membolak-baliknya, mengecek kembali hasil laporan yang di tulis oleh Urfi. “Urfi, kamu mau bantu Saya nggak?” tanyanya, menatap Urfi.

“Bantu apa, Bu?” tanya Urfi hati-hati.

“Kamu aja, ya, yang langsung ke ruangan Pak Gahar, Saya bingung ini kurangnya di bagian mana, Pak Gahar nggak jelasin apa-apa sama Saya. Dia barusan nelepon Saya suruh buat segera ngasih laporan ke dia, tapi kayaknya Saya nggak sempat ke sana, lagi ada yang mau Saya urus. Kamu lihat ini” Bu Betty menunjuk tumpukan dokumen yang berada di atas mejanya. “Banyak banget yang harus Saya periksa. Kamu ngerti kan kalau kerjaan Saya lagi banyak”

Urfi melihat tumpukan dokumen itu, dokumen yang sudah dari lama berada di meja Bu Betty. Urfi yakin jika Bu Betty menyuruhnya untuk langsung ke ruangan Gahar karena perempuan itu tidak mau berhadapan dengan Gahar.

Mendengar dari cerita Bu Betty sepertinya Gahar sedang tidak dalam kondisi mood yang baik. Setahu Urfi, selama dia melaporkan kelanjutan proposalnya, Gahar selalu menjelaskan letak kesalahannya, dan memberikan beberapa saran kepada Urfi.

“Gimana, Urfi? Kamu bisa? Kau enggak bisa, Saya aja nggak apa-apa” Bu Betty mendesah, memasang wajah lelah. “Ya, walaupun nanti banyak ide-ide dari rekan kerja kamu yang terbengkalai”

“Iya, Bu. Biar Saya aja yang ke ruangan Pak Gahar kalau memang Pak Gahar nggak masalah. Saya kan ngasih ke ibu karena suruhan Pak Gahar”

Bu Betty tersenyum, menyerahkan kembali dokumen itu kepada Urfi. “Kamu tenang aja, Pak Gahar nggak akan marah, toh kalau kamu yang ke ruangan dia jauh lebih baik, dari pada Saya. Kamu kan yang punya ide, jadi lebih tahu”

Urfi tersenyum tipis. “Kalau begitu Saya pamit, Bu”

Bu Betty mengangguk. “Nanti hasil diskusi sama Pak Gahar kamu laporin ke Saya, ya”

Urfi mengangguk. “Baik, Bu”

Urfi melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan Bu Betty, membawa langkahnya memasuki lift. Urfi harus ke ruangan Gahar yang berada di lantai 5, dia harus melaporkan revisi yang sebelumnya diberikan Gahar. Sebenarnya bukan revisi, lebih seperti saran yang diberikan untuk memperbaiki beberapa poin dari ide produk The Door Smart Lock.

Urfi merogoh saku roknya, mengeluarkan ponselnya saat mendengar bunyi pesan masuk. Urfi membuka pesan yang baru masuk, pesan singkat dari Razi. Bibir Urfi tertarik membentuk senyuman saat membaca pesan itu.

My Razi❤️
Hari Minggu kita ketemu ya sayang, aku kangen bangett

Urfi
Nggak bantuin Hana ngerjain skripsi lagi?

My Razi❤️
Enggak sayang. Bab 4 udah aku bantuin, harusnya Bab 5 Hana udah bisa sendiri

Urfi
Yaudah, sayang
Bagus deh kalau skripsi Hana udah selesai

Seharusnya memang sudah selesai, Razi sudah membantu Hana mengerjakan skripsi hampir 3 bulan, dan selama itu bagi Urfi sudah cukup. Hana tidak pernah membicarakan mengenai sudah sampai mana perkembangan skripsinya kepada Urfi. Adiknya itu jarang mengobrol dengannya, mengingat siangnya Urfi bekerja, dan malam ketika Urfi pulang Hana kadang sedang di kamar atau keluar bersama teman-temannya. Terkadang Hana juga menginap di rumah temannya beberapa kali.

Urfi kembali menyimpan ponselnya saat pintu lift terbuka. Urfi melangkahkan kakinya mendekati meja sekretaris Gahar, Dinar. Sekarang, Gahar sudah memiliki sekretaris, Dinar baru bekerja sekitar 1 bulan sebagai sekretaris Gahar.

“Mau ketemu Bapak, Mbak?” tanya Dinar, tersenyum.

Urfi mengangguk, balas tersenyum. “Iya, Bapaknya ada di dalam?”

“Ada, Mbak, tapi Bapak lagi ada tamu”

“Oh” Urfi mangut-mangut. “Kalau gitu Saya balik nanti aja deh”

Urfi menghentikan kakinya yang hendak melangkah meninggalkan meja Dinar saat mendengar suara pintu di buka. Urfi melihat dua orang perempuan keluar dari ruangan Gahar, satu orang perempuan paruh baya, dan satu lagi masih muda, mungkin seumuran Urfi. Urfi sedikit membungkukkan badannya saat dua orang itu mendekati meja Dinar.

“Mbak, jadwal Gahar buat tanggal 22 tolong di kosongin, ya, tadi Saya udah ngomong sama Gahar, dia ada urusan tanggal segitu”

“Baik, Bu” jawab Dinar.

Urfi tersenyum saat matanya tidak sengaja bertatapan dengan mata perempuan paruh baya itu. Tanggal 22, sekarang tanggal 8, berarti dua minggu lagi. Kenapa perempuan itu sampai meminta mengosongkan jadwal Gahar? Urfi menggelengkan kepalanya dengan cepat, bukan urusannya juga.

“Itu Mama sama adiknya Pak Gahar, Mbak”

Urfi menoleh kepada Dinar. Kemudian sedikit membulatkan mulutnya dengan kepala mangut-mangut. Ternyata Mama Gahar, pantas saja mirip. Mungkin Gahar sedang ada acara keluarga tanggal 22.

“Mbak Urfi jadi ketemu Bapak?” tanya Dinar.

“Oh, iya, Mbak. Tadi Bu Betty udah bikin janji temu kan sama Bapak? Saya ke sini gantiin Bu Betty”

Dinar mengangguk. “Sudah, Mbak. Boleh langsung masuk aja”

Urfi mengangguk singkat, melangkahkan kakinya mendekati pintu ruangan Gahar, mengetuknya sebelum membuka pintu. Urfi melihat Gahar yang sedang memijat pelipisnya, laki-laki itu menatap Urfi yang berdiri di depan pintu.

“Bu Betty ke mana, Urfi?” tanya Gahar langsung, melonggarkan dasinya yang terasa mencekik.

Urfi belum menjawab, dia melangkahkan kakinya mendekati meja Gahar, sedikit tidak sopan jika Urfi menjawabnya dari jarak jauh. “Bu Betty sedang ada yang dia kerjakan, Pak. Jadi, Saya ke sini buat nemuin Bapak, Saya mau melaporkan hasil dari revisi yang sebelumnya” Urfi meletakkan dokumennya di atas meja Gahar.

Gahar mengambil dokumen yang disodorkan Urfi, matanya bergerak atas bawah, membaca tulisan di dokumen itu dengan teliti. Sementara Gahar sibuk dengan dokumennya, Urfi memperhatikan ruangan Gahar, terlebih meja Gahar yang tampak berantakan dengan beberapa dokumen yang menumpuk di sana. Gahar pasti terlalu sibuk bekerja, sampai-sampai Mamanya meminta sekretaris Gahar untuk mengosongkan jadwal.

Tatapan Urfi beralih menatap dasi Gahar yang berantakan, sengaja di longgarkan, dan lengan kemejanya di lipat sampai sikut.

Gahar mengetuk-ngetukkan pulpen yang dia pegang ke meja berkali-kali, matanya tetap menatap ke dokumen di tangan satunya lagi. “Gimana menurut kamu tentang perjodohan, Urfi?”

Urfi gelagapan saat Gahar menatapnya secara tiba-tiba, apa Gahar menyadarinya yang tengah memperhatikan penampilan Gahar yang berantakan?

“Kalau orang tua jodohin anaknya, menurut kamu gimana?” tanya Gahar lagi.

Urfi sedikit bingung harus menjawab pertanyaan dari Gahar yang melenceng dari urusan pekerjaan. “Kalau menurut Saya, orang tua jodohin anaknya karena ada alasannya, Pak”

Gahar memfokuskan dirinya menatap Urfi, menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, melipat tangannya di dada. “Kalau alasan karena anaknya belum nikah-nikah juga padahal umurnya udah sangat matang”

Urfi sedikit gugup dengan Gahar yang menatapnya, dia harus memikirkan jawaban yang tepat tanpa menyinggung perasaan Gahar. “Sebenarnya umur nggak jadi patokan buat nikah sih, Pak. Kan ada juga yang nikahnya lebih lama dari orang lain, dan..”

“Bukan itu pertanyaan Saya” potong Gahar. “Saya tanya bagaimana pendapat kamu kalau seandainya kamu di jodohin sama orang tua kamu”

Urfi menelan ludahnya sebelum menjawab, tatapannya lurus ke depan. “Kalau orang tua Saya yang jodohin Saya, Saya akan terima, Pak”

“Kenapa?”

Urfi menatap Gahar sambil tersenyum. “Karena pilihan orang tua nggak akan salah, Pak. Mereka pasti nggak asal milih jodoh buat anaknya, mereka mutusin buat jodohin anaknya juga demi kebahagiaan anaknya”

“Kamu tetap terima perjodohan itu, walaupun udah punya pacar”

“Hah?” Urfi menatap Gahar bingung. Tadi atasannya itu hanya menanyakan semisalnya saja kan? Bukan benaran Urfi yang di jodohkan.

Gahar menggelengkan kepalanya cepat. “Enggak. Lupain aja pertanyaan Saya tadi”

Urfi mengangguk.

Gahar mengembalikan dokumen yang Urfi berikan. “Saya udah cek, ada beberapa revisi yang menurut Saya masih kurang, kamu bisa perbaiki lagi, kalau menurut kamu bagian itu udah benar, kamu bisa langsung kasih alasannya ke Saya”

Urfi mengambil dokumen itu, menganggukkan kepalanya. “Baik, Pak”

*********

KU PELUK LUKA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang