KAMBUH

1.2K 75 5
                                    

Matahari sudah memancarkan sinarnya pertanda hari sudah berganti. Seluruh anggota keluarga sudah siap di meja makan, tanpa menunggu lama mereka langsung menyantap makanan yang sudah tersaji di meja makan itu.

Setelah selesai, mereka segera pergi untuk memulai kesibukan masing-masing. Nathan yang pergi ke kantor, anak-anak mereka yang tengah menempuh pendidikan, lalu ada Aluna yang sudah kembali ke dunia aktingnya. Ya, Aluna adalah seorang aktris, dia sudah banyak membintangi film terkenal.

Hari-hari berikutnya akan terus seperti ini, kecuali hari libur. Rumah besar yang hanya dihuni sembilan orang akan sangat sepi ketika penghuninya sibuk. Hanya menyisakan para pekerja yang bekerja setengah hari.

~•000•~


Bel istirahat telah berbunyi, seluruh murid berhamburan keluar dari kelas mereka dan menuju ke kantin. Pun sama halnya dengan Zayn dan Zayden, mereka berencana untuk makan bersama kedua kakaknya.

Mereka berjalan berdampingan menuju kantin. Namun tiba-tiba Zayn menghentikan langkahnya, ia teringat sesuatu.

Zayn meraih tangan Zayden, bermaksud supaya Zayden menghentikan langkahnya. Zayden pun menoleh ke arahnya, raut wajahnya seolah bertanya.

"Uang gue ketinggalan di kelas. Lo duluan aja!"ujar Zayn sambil merogoh sakunya.

"Pake uang gue dulu aja gak apa-apa,"tawar Zayden. Kebetulan sisa uang sakunya kemarin masih ada, dia juga bukan tipe orang yang banyak jajan.

"Gak usah. Gue ambil aja di kelas,"

Zayden mengangguk kemudian melanjutkan langkahnya. Sedangkan Zayn kembali melangkah ke kelasnya.

"Bian!"panggil Zayn ketika melihat Bian yang baru saja keluar dari kelas.

Bian yang merasa terpanggil menoleh ke sumber suara, "Kenapa, Zay?"

"Ikut, Gue!" Zayn meraih tangan Bian dan menariknya menuju ke belakang sekolah.

Sesampainya di sana, Zayn langsung menghempaskan tubuh Bian ke tembok, membuatnya meringis sakit.

Zayn melayangkan tatapan tajam pada Bian, lalu dia menarik kerah seragam Bian.

"Lo 'kan, orang yang udah sebar nomor gue?!"

Bian mengerutkan dahinya, "Gue gak pernah sebar nomor—"

"Halah! Gak usah banyak alasan, Lo! Gue yakin kalau 'Dia' yang minta pasti Lo turutin, karena cuma Lo diantara mereka yang punya nomor gue,"potong Zayn lalu dia melepaskan tangannya dari kerah Bian.

"Padahal gue udah tolak secara baik-baik, loh. Masih aja diuber. Emang sinting tuh kakek!"

"Mending Lo ngomong langsung aja sama dia,"saran Bian.

Zayn langsung melotot, "Gila, Lo! Gue gak bakal dilepasin kalau udah ketemu sama tuh kakek. Ngadi-ngadi, Lo!"

"Terus Lo mau gimana?"

"Gue cuma mau bebas. Gak mau berurusan lagi sama tuh kakek. Lo harus bilang ke dia buat jangan pernah ganggu kehidupan gue lagi, bisa gak?"

Bian menghela nafas lelah, "Gue udah berkali-kali ngomong begitu, Zay. Tapi dia tetep kekeuh pengen Lo balik,"

Zayn memutar bola matanya, "Salah dia sendiri udah berani sia-siain anak emas kayak gue. Nyesel kan dia?!!"

"Nyesel banget emang,"

Zayn menatap Bian serius, kedua tangannya bertengger di bahu Bian, "Kalau begitu gue minta tolong sama, Lo. Jangan pernah bocorin hal apapun tentang gue. Lo juga mau bebas dari kakek sinting itu, kan?" Bian mengangguk.

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang