BERTEMU

390 58 4
                                    

"AXEL, BALIKIN BUKU GAMBARKU!"

"KAMU BALIKIN DULU TUMBLERKU!"

"TUMBLERMU HILANG!"

"AKU GAK MAU TAU POKOKNYA TUMBLER ITU HARUS BALIK!"

"GIMANA CARANYA?"

"PIKIR SENDIRI!"

Pagi-pagi seperti ini rumah keluarga bapak Nathaniel Rajendra sudah disuguhi dengan suara teriakan dari si kembar bungsu. Teriakan itu terdengar hingga meja makan yang sudah dipenuhi oleh anggota keluarga lainnya yang sedang menunggu keduanya untuk turun dan sarapan bersama.

"Tuh duo bocil berisik banget dah. Ganggu orang aja," sinis Leo.

Lalu terdengar suara langkah kaki yang menuruni tangga. Langkah kaki itu rupanya adalah Axel dan Archie yang masih sibuk adu mulut.

"Balikin bukuku, Cel! Nanti aku cari tumblermu," ucap Archie mencoba untuk membujuk Axel agar mau mengembalikan buku gambarnya.

"Gak mau. Pokoknya tumblerku harus kembali dulu," balas Axel gak mau tahu.

"Iya, nanti aku—"

"HEH, KALIAN MAU SARAPAN GAK? UDAH DITUNGGUIN DARI TADI GAK MENGHARGAI BANGET. LAPAR NIH!" sahut Leo yang mulai kehabisan kesabarannya.

Duo bungsu itu mengakhiri perdebatan mereka lalu duduk di kursi masing-masing dengan kepala yang tertunduk merasa bersalah.

"Gitu kek daritadi," gumam Leo yang masih bisa didengar oleh mereka.

"Maaf ya, Kak. Salahin aja tuh Axel, gara-gara dia Kakak jadi lama nunggu kita," cicit Archie.

"Udah. Gak usah salah-salahan, semuanya salah," sahut Zayn.

"Ma, tumblerku dihilangin sama Chie. Dia gak mau cari," adu Axel pada Aluna yang sibuk menyiapkan tatanan makanan di atas meja.

"Sudah biarkan saja, Cel. Nanti Mama belikan yang baru,"

"Tapi kan tumbler itu—"

"Nanti Papa aja yang beliin sepulang kerja,"

Axel menunduk dalam. Ia merasa kecewa dengan tanggapan kedua orang tuanya. Baginya tumbler itu sangat berharga. Axel menghela nafas berat. Pasti mereka sudah lupa. Sudahlah nanti akan dia cari sendiri tumblernya.

Archie yang duduk di samping Axel menyadari perubahan raut wajah saudaranya itu. Ia jadi merasa bersalah karena tidak sengaja menghilangkan tumbler kesayangan Axel. Bagaimanapun juga ia akan bertanggung jawab. Ia akan berusaha untuk menemukan tumbler itu lagi supaya buku gambarnya kembali.

"Ayo kita mulai sarapannya. Nanti kalian bisa telat," ucap Aluna dengan nada lembut membuat mereka semua menurut dan memakan sarapan mereka.

Setelah selesai, Nathan bersiap untuk mengantar anak-anaknya. Ia sedang memanasi mobilnya di halaman rumah.

"Pa, hari ini Juna naik motor ya?"

"Gak," jawab Nathan ketus.

Juna mendengus sebal. "Ayolah, Pa. Juna udah gede. Juna bisa jaga diri, Papa gak perlu khawatir,"

"Di luar sana bahaya, Juna. Papa gak bisa—"

"Pa, Juna tuh capek nungguin Papa yang jemputnya lama banget. Habis pulang sekolah tuh tubuh Juna capek banget, pengen langsung istirahat. Kalau naik motor sendiri kan Juna bisa langsung pulang,"

Nathan menatap Juna tak suka. Lama-lama anak ini semakin berani padanya. "Sekali gak ya enggak!" tekan Nathan.

Juna berdecak sebal lalu masuk ke dalam mobil. Ia yang biasanya duduk di depan bersama Nathan kini beralih duduk di kursi paling belakang. Bodoamat, pokoknya Juna ngambek!

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang