Hari ini cuacanya cukup panas, sinar matahari seakan membakar kulit. Maven keluar menggunakan jaket kulit lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.
Ia sekarang berada di bandara untuk menjemput seseorang. Ia memutuskan untuk duduk di kursi tunggu sambil mendengarkan musik dari earphone yang terpasang pada kedua telinganya.
"MAVENDRAAA!!" teriak seorang pemuda yang berlari sambil membawa sebuah koper besar.
Karena menggunakan earphone serta bisingnya suara keramaian, Maven tidak bisa mendengar teriakkan tersebut, ia tidak menoleh sama sekali, membuat pemuda itu semakin mempercepat langkahnya.
"Oi Mavendra! Lo sekarang budek ya?" Pemuda itu mencabut salah satu earphone milik Maven.
Maven sedikit tersentak, ia terdiam sejenak lalu merangkul pundak pemuda itu. "Mike, akhirnya Lo sampai juga. Gue udah nunggu lama..." hebohnya.
Mike melebarkan senyumnya sambil melirik sekitar, jujur saja ia agak merasa malu. "Ayo antar gue ke apart! Gue capek banget pengen sare," ujar Mike.
Maven mengangguk paham. Sahabatnya ini pasti lelah setelah melakukan perjalanan jauh dari Amerika. Mike sendiri adalah sahabat dekat Maven sewaktu di Amerika. Dia asli Indonesia namun ikut Ayahnya untuk menetap di Amerika.
Sesampainya di apartemen, Mike langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk apartemen dan membanting koper beratnya.
"Mendadak banget ke Indo, ada urusan penting apa?" tanya Maven. Ia tahu kebiasaan sahabatnya ini, jika urusan itu tidak penting-penting amat dia tidak akan datang. Apalagi lokasinya jauh.
"Biasa... Urusan kerjaan,"
"Emang ada apa?"
"Si bos rewel lagi. Anak buah kesayangannya mogok kerja bahkan mau resign. Dia suruh gue datang buat urusin dia. Awalnya gue gak mau, tapi katanya gaji gue bakal dipotong. Jadi, terpaksa gue kesini," jelas Mike menggebu-gebu.
"Bos Lo egois banget, cuma karena anak buahnya mogok kerja sampai suruh Lo datang jauh-jauh ke sini. Untung dulu gue cuma magang terus keluar. Coba aja kalau gue kerja sama dia pasti bakal repot dah,"
"Gue pengen keluar juga, tapi sayang gajinya besar banget. Jadi, kapan-kapan ajalah,"
"Terserah, Lo."
~•000•~
Waktu berjalan dengan cepat, langit sudah mulai gelap, matahari sudah bersembunyi di ujung barat. Zayn duduk di lantai balkonnya, menikmati angin malam yang semakin dingin karena disertai oleh rintikan gerimis. Walaupun begitu, dia hanya mengenakan kaos hitam pendek dan celana selutut.
Ia mendongak, menatap langit malam yang gelap tanpa bintang dan bulan yang bersinar. Ia menerawang jauh, mengingat masa lalunya, tentang bagaimana awalnya dia bisa bertemu dengan Brian, si Kakek tua yang menyebalkan.
Zayn 13 tahun sedang menangis di pinggir jalan yang sepi. Ia menangis karena bingung mencari pekerjaan apa yang cocok untuk anak seusianya. Berbagai toko sudah ia singgahi, namun tak satupun yang mau menerimanya karena usianya terlalu kecil.
Ia terpaksa mencari pekerjaan karena semenjak kejadian itu, tak ada seorangpun yang menanggung biaya hidupnya dan kembarannya. Mau tak mau, sebagai kakak ia harus berusaha untuk menghidupi adiknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
LAKUNA
FanfictionKisah 7 anak yang hidup terpisah karena ada suatu masalah yang mengharuskan mereka untuk dititipkan pada saudara dari papa mereka sejak kecil. Sejak itu mereka memiliki pengalaman yang berbeda-beda kemudian membentuk sebuah kepribadian atau kebiasaa...