Leo duduk termenung di meja belajar sambil menyangga dagunya. Pikirannya melayang jauh, memikirkan hal-hal aneh yang baru saja terjadi. Selama hampir 18 tahun ia hidup, baru kali ini ia melewati berbagai hal janggal seperti ini.
Ia pikir hidupnya akan lebih baik-baik saja jika sudah kembali kepada orang tuanya. Namun jauh diluar ekspektasinya, Leo malah dihadapkan dengan masalah yang datang bertubi-tubi.
Apa alasan Papa dan Mama menitipkan Dia dan adik-adiknya?
Siapa yang bunuh Kakek?
Siapa yang bunuh pekerja di rumah ini?
Kenapa siswi tadi bisa bunuh diri? Apakah masalahnya seberat itu?
Lalu ada apa dengan Juna?
Semua pertanyaan itu hinggap di pikiran Leo. Pertanyaan yang tak kunjung mendapat jawaban. Lalu entah mengapa ia malah memikirkan alasan siswi tadi bunuh diri. Padahal itu bukan urusannya.
"Kalau seandainya gue dulu begitu bakal gimana ya?" Leo menggelengkan kepalanya. Tidak, ia tidak boleh melakukan hal itu!
Ia menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 9 malam. Ternyata cukup lama juga ia merenung.
Kemudian ia melangkah keluar dari kamarnya dan berjalan menuju kamar Juna. Ada suatu hal yang ingin dia tanyakan.
"Jun, gue masuk ya?" Leo langsung masuk ketika mendapatkan jawaban dari Juna yang memperbolehkannya untuk masuk.
Bisa ia lihat, si adik tengah berdiri di balkon kamarnya sambil menatap langit malam yang dihiasi oleh bintang-bintang. Leo berjalan menghampirinya.
"Kabar Lo hari ini gimana?"
Juna menoleh pada Leo dengan dahi yang mengerut. "Maksudnya?"
"Ya, kabar Lo gimana?"
"Baik,"
Leo menatap mata Juna serius. "Beneran? Lo boleh cerita apa aja sekarang. Gue bakal jadi pendengar yang baik buat Lo,"
Juna tersenyum tipis. Kakaknya yang satu ini rupanya tahu kalau dia sedang membutuhkan teman untuk bercerita.
"Entah kenapa, hari ini tuh rasanya capek banget. Mood gue bener bener hancur. Rasanya pengen tidur aja seharian biar capeknya hilang." Juna menghela nafas.
"Jujur aja, Kak. Gue belum terbiasa tinggal disini. Rasanya beda banget, gak kayak dulu. Sekarang gue udah punya adik, empat pula. Rumah ini jadi rame banget ya?" lanjutnya sambil tersenyum tipis saat menatap langit malam.
"Iya, Jun. Sekarang Lo bukan anak bungsu Mama lagi. Jadi, Lo harus lebih dewasa untuk adik-adik kita,"
"Tapi gue rindu jadi anak bungsu, Kak. Gue rindu masa kecil kita sebelum kita dipaksa pergi dari rumah ini,"
"Gue juga rindu banget, Jun. Sekarang beda banget, apalagi Kak Maven--" Leo menjeda ucapannya. Dia terdiam sejenak mengingat sikap Maven yang berubah drastis. Jika dulu Maven adalah anak yang periang, maka sekarang Maven adalah anak yang pendiam. Entahlah, Leo juga bingung.
"Kak Maven banyak berubah ya? Gue juga ngrasa gitu kok," sahut Juna.
"Dia sekarang sudah dewasa, Jun. Jadi wajar aja kalau sikapnya berubah. Manusia itu bisa berubah sikapnya seiring berjalannya waktu. Apalagi kita udah gak ketemu selama bertahun-tahun, pasti banyak hal yang dia lewati sampai bisa merubah sikapnya,"
Juna mengangguk paham. Ia tidak melarang Maven untuk berubah. Namun ia rindu kebersamaan mereka saat masih kecil dulu. Ia jadi teringat saat Rega tiba-tiba membawa Maven pergi dari rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
LAKUNA
FanfictionKisah 7 anak yang hidup terpisah karena ada suatu masalah yang mengharuskan mereka untuk dititipkan pada saudara dari papa mereka sejak kecil. Sejak itu mereka memiliki pengalaman yang berbeda-beda kemudian membentuk sebuah kepribadian atau kebiasaa...