HAMA

437 54 1
                                    

Mereka semua menoleh ke arah pintu kala mendengar seseorang membukanya. Pintu itu terbuka menampakkan Zayden dengan wajah sayunya berjalan masuk. Wajahnya terlihat sangat lelah bahkan matanya hanya terbuka setengah.

"Zayden?!"

Zayden menghentikan langkahnya, ia tidak heran melihat seluruh keluarganya berkumpul pasti mereka sedang menunggunya pulang. Zayn langsung menghampirinya diikuti oleh yang lain.

"Iden--"

"Kamu dari mana saja, Zayden? Kenapa baru pulang?" tanya Aluna tidak sengaja memotong ucapan Zayn.

"A-aku tadi ada tugas kelompok. Jadi harus ke rumah teman dulu," jawab Zayden.

Mendengar itu, Zayn langsung mengerutkan dahinya bingung. "Tapi kita gak--"

"Maaf sudah buat kalian semua khawatir. Aku lupa kasih kabar soalnya tadi terlalu fokus sama tugasnya," potong Zayden membuat Zayn mendengus kesal karena lagi-lagi ucapannya dipotong.

"Lain kali kalau mau kemana-mana pamit dulu supaya orang rumah tidak khawatir. Ini bukan hanya untuk Zayden tapi semuanya juga. Harus pamit dulu!" ucap Nathan diangguki oleh anak-anaknya.

"Sekarang sudah malam, kalian harus istirahat," sahut Aluna. Kemudian seluruhnya membubarkan diri menuju kamarnya masing-masing.

Zayn menahan Zayden saat akan masuk ke kamarnya. Ada yang ingin ia bicarakan dengan adiknya itu. "Kenapa bohong?" tanyanya.

"Bohong apa?"

Zayn menatap mata sayu Zayden. "Kelas kita gak ada tugas kelompok, Den. Kenapa Lo bohong?"

"Ada, Lo aja yang gak tau. Tugasnya udah dari kemarin, kebetulan kelompok gue belum kerjain sama sekali. Jadi gue harus bantuin mereka,"

"Jelasin ke gue apa yang sebenarnya terjadi!" Ujar Zayn penuh penekanan.

"Kan udah gue jelasin, Yen. Lo gak percaya?"

"Gue tau Lo bohong. Gue udah tanya ke Bian, katanya lima hari terakhir ini gak ada tugas sama sekali,"

Zayden mengalihkan pandangannya sejenak. Ia merasa percuma jika berbohong pada saudara kembarnya ini. Zayn selalu tahu kapan dia jujur dan bohong, entah apa yang menjadi acuannya.

"Gue ngantuk banget, Yen. Kapan-kapan aja jelasinnya." Ia langsung melepas genggaman tangan Zayn kemudian masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam karena ia yakin setelah ini Zayn akan berusaha masuk. Benar saja, zayn mulai menggedor pintu kamarnya sambil meminta untuk masuk. Sementara Zayden, ia merasa bodoamat lalu ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Selesai dengan ritual mandinya, Zayden mengenakan pakaian santai untuk tidur. Ia menatap dirinya di cermin lemari bajunya. Dirinya tampak menyedihkan, wajah pucatnya terlihat kentara dengan mata sayunya yang menunjukkan kelelahan. Memang, hari ini sangat melelahkan baginya.

Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah ia terlihat lemah? Sehingga ada orang yang berniat memperalatnya. Nyatanya itu tidak seperti yang mereka lihat, ia tak selemah itu. Tunggu saja tanggal mainnya, ia pasti akan memberikan kejutan besar.

~•000•~

Juna melihat penampilannya di depan cermin. Ia mengenakan hoodie hitam senada dengan celana jeansnya. Ia menyugar rambutnya yang agak panjang itu ke belakang. "Juna, Lo ganteng banget sih. Betina mana yang gak mau sama Lo coba?"ujarnya memuji diri sendiri.

Ponselnya berdering menandakan ada seseorang yang menelpon. Juna langsung mengangkat telepon itu. "Halo?" sapanya sambil berjalan menuruni tangga.

"Iya-iya, gue otw nih. Sabar bentar napa?"

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang