DIKURUNG

655 65 5
                                    

Setelah menerima telepon dari Leo, Nathan dan Aluna bergegas pulang ke rumah. Mereka rela meninggalkan pekerjaan mereka yang menumpuk demi memastikan keselamatan anak-anaknya.

Nathan datang lebih dulu bersama lima orang bawahannya sedangkan Aluna masih dalam perjalanan. Ia langsung menuju halaman belakang. Semua anaknya berada di sana, tampak sedang menunggunya.

"Kalian ada yang terluka?"tanya Nathan cemas. Semua anaknya kompak menggeleng. Kemudian perhatiannya tertuju pada Zayden yang masih terduduk lemas di pelukan Zayn.

"Zayden kenapa?"

Zayden menggeleng pelan. "Dia masih syok, Pa. Soalnya dia yang pertama kali tahu," sahut Leo menjawab pertanyaan Nathan.

Nathan mengelus pelan kepala Zayden. "Jangan terlalu dipikirkan ya, Nak. Papa pastikan kejadian ini tidak akan terulang lagi. Papa akan memperketat keamanan rumah ini," ucap Nathan.

"Urus mayat itu!" perintah Nathan pada kelima bawahannya.

Lima orang itu langsung membawa mayat pekerja itu ke rumah sakit. Tepat setelah itu, Aluna datang dengan tergesa-gesa sambil menenteng high heelsnya.

"Anak-anak Mama ada yang terluka?" tanyanya dengan nafas memburu.

"Kita semua baik-baik aja kok, Ma. Tapi..." Maven menunda ucapannya dan menoleh ke arah Zayden.

Aluna ikut menoleh ke arah Zayden. Dapat dilihatnya jika keadaan putranya itu sedang tidak baik-baik saja. Ia menghampiri putra manisnya itu. Menyuruh Zayn untuk bergeser lalu ia memeluk tubuh Zayden.

"Anak Mama kenapa?" tanyanya dengan nada lembut. Sementara Zayden hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Ayo kita masuk ke dalam. Ada yang mau Mama bicarakan. Maven, tolong bantu adikmu!" titah Aluna.

Kemudian Maven berusaha memapah Zayden. Namun ia kesulitan karena Zayden terlalu lemas untuk berjalan. Ia menoleh ke arah saudaranya. "Bantuin kek. Berat nih!" ucapnya ketus.

Zayn dengan cepat langsung membantu Maven. Lalu mereka bertujuh berjalan menuju ruang keluarga.

"Zayden, kata Leo kamu orang yang pertama kali melihat kejadian itu kan. Apakah kamu melihat pelakunya?" tanya Aluna dengan lembut.

Zayden terdiam sejenak lalu berkata, "Aku tidak melihatnya, Ma."

"Baiklah. Lalu apakah kamu tahu darimana peluru itu berasal?" tanya Aluna lagi.

Zayden mengusap tangannya yang berkeringat. Ia merasa seperti diinterogasi. "Aku tidak tahu. Aku hanya melihat ke arah Paman saja,"

"Katakan yang sejujurnya, Zayden. Jika kamu tahu tentang pelakunya maka itu akan mempermudah Papa untuk menangkapnya," sahut Nathan.

"Sudah kukatakan, Pa. Papa tidak percaya padaku?"

Mata mereka saling beradu tatap. Nathan sedikit ragu dengan penuturan Zayden. Rasanya tidak mungkin jika dia tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Tapi Nathan juga tidak melihat kebohongan sama sekali di matanya.

"Papa percaya kok," balas Nathan sambil tersenyum.

"Karena ada insiden tadi. Papa putuskan untuk tidak membiarkan kalian keluar dari rumah ini, bahkan untuk sekolah sekalipun," ucap Nathan tegas.

"Aku tidak masalah jika tidak boleh keluyuran kemanapun, tapi untuk tidak sekolah... Aku sangat keberatan untuk itu," sahut Leo.

"Kamu berani melawan Papa, Leo?" Nathan memberikan tatapan tajam pada Leo.

"Aku bukannya melawan, Pa. Aku hanya ingin menyampaikan usulku. Sebentar lagi aku akan melaksanakan ujian kelulusan. Aku tidak mau ketinggalan materi sedikitpun,"

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang