16. Don't Want to Go

1.1K 86 2
                                    

"Udah dong, kok kamu nangis terus sih?" Ucap Michelle karena sedari pagi anaknya itu menghampirinya dan terus menangis di pelukannnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Udah dong, kok kamu nangis terus sih?" Ucap Michelle karena sedari pagi anaknya itu menghampirinya dan terus menangis di pelukannnya.

Mavrendra dan Kaiza pun hanya diam duduk di sofa sebrang mereka, menatap ke arah mereka sejak tadi.

"Aku gamau pergi sama Kaiza!" Ucapnya, ia tidak berani melihat ke arah Kaiza. Sejak pintu kamarnya di buka oleh Kaiza ia langsung berlari keluar untuk menemui Maminya.

"Ya kenapa sayang? Jelasin dulu ke Mami" Michelle melepaskan pelukan anaknya itu agar dia melihat ke arah Michelle.

"Dia gigit Liam! Liat Mami" Liam menunjukan bercak - bercak merah yang berada di lehernya itu kepada Maminya, hal itu sontak membuat Mavrendra tertawa keras.

Liam kembali menangis ke pelukan Michelle mendengar tawa keras dari Papinya itu.

"Gaya kamu main cewe, baru digituin aja nangis. Gimana sih?" Ucap Mavrendra dan beranjak dari sana untuk ke dapur membuat kopi.

"Mami gamau! Gamau pergi, Liam disini aja..."

"Sayang.. Gabisa dong? Kan ini udah perjanjian keluarga? Pasti orang tua Kaiza juga udah nunggu di sana, kamu kan udah besar.. Udah ga boleh gini lagi, kapan kamu mandirinya?" Liam menatap Maminya itu tidak percaya, biasanya Michelle akan langsung menuruti semua maunya jika Liam sudah menangis. Tapi apa ini?

"Kok Mami gitu... Mami Liam disakitin Kaiza! Ga cuman ini aja, dia juga pernah paksa Liam makan waktu di rumah sakit!"

"Ya wajarlah, kan dia maksa juga demi kebaikan kamu. Emangnya maksa makan itu kena hukum pidana?" Ucap Mavrendra yang tiba - tiba datang membawa segelas kopi di tangannya, dan duduk di samping Kaiza.

"Udahlah! Gada yang sayang Liam" Liam beranjak dari duduknya dan berlari ke kamarnya membuat Michelle menggelengkan kepalanya.

"Emang kasar banget Kai?" Pertanyaannya Michelle membuat Kaiza sedikit canggung.

"Hah?" Kaiza mengelus tengkuknya, membuat Mavrendra terkekeh.

"Itu mah anak kamu aja yang manja" Ucapnya membuat Michelle kembali terdiam menatap ke arah pintu kamar Liam.

"Bawa aja Kai, nanti telat ke rumah orang tua kamu" Ucap Mavrendra.

"Paksa juga ga papa" Ucapnya lagi, Kaiza hanya diam lalu beranjak dari sana menyusul Liam.

Sampai di depan kamar Liam, pintu itu di kunci dari dalam oleh Liam. Membuat Kaiza mendengus malas.

"Liam" Panggilnya, namun tidak ada jawaban apapun.

"Lo buka apa gue dobrak?" Beberapa detik kemudian pintu itu dibuka menampilkan Liam yang tidak mau menatap ke arahnya.

"Ayo"

"Ga!"

"Lo mau gue paksa?" Ancam Kaiza melihat Liam yang tidak beranjak sama sekali dari tempatnya. Sedetik kemudian ia berlari menuju balkon kamarnya.

"Kalo lo maksa! Gue bakal lompat" Kaiza berjalan mengikuti Liam yang sudah siap - siap memanjat pagar balkon itu.

"Don't make my patience run out, Liam"
(Jangan buat kesabaranku habis, Liam)

Liam menatap lurus ke arah Kaiza yang berada lima langkah di depannya, Liam sudah naik ke atas pagar duduk di sana dan siap - siap untuk menjatuhkan dirinya kebelakang.

"Gue gamau! Gue gamau pergi sama lo!" Ucapnya.

"Kalo lo ngedeket gue bakal beneran jatuhin diri gue" Ucapnya ketika melihat Kaiza yang berjalan ke arahnya.

"Gue ga main - main Kai!" Ucap Liam ketika Kaiza semakin dekat ke arahnya, tangan yang menahan tubuhnya itu terpeleset lepas dari pagar ke arah bawah membuat tubuhnya hilang keseimbangan dan terjatuh kebelakang.

"You're really trying my patience" (Kamu benar-benar menguji kesabaranku) Liam membuka matanya ketika sebuah tangan menahan pinggangnya, dan kakinya.

Kaiza menarik tubuhanya ke atas dan membopongnya seperti karung beras membuatnya terkejut.

"Turunin gue! Gue gamauuu!! Turunin!!" Ucapnya yang terus berteriak namun Kaiza hanya acuh dan menghiraukannya.

"Mami!! Tolong Liam! Mami!!" Ucapnya ketika mereka sampai di ruang tamu, namun yang dapati hanya Mavrendra yang melambatkan tangan ke arahnya.

"Mamiiiii!!" Teriak Liam saat sudah keluar dari rumahnya itu, ia kembali menangis ketika orang tuanya tidak mencoba untuk menahan Kaiza. Mereka memang sudah tidak menyayanginya.

Kaiza memasukkan Liam dengan kasar ke dalam mobil, dan memasang seat belt dengan paksa karena Liam terus memberontak.

"Gue gamauu!" Ucapnya sambil terus menangis, ia tidak mau hidup berdua dengan Kaiza. Kejadian semalem itu sudah menjadi warning untuknya bahwa Kaiza semenyeramkan itu.

"Makin lo berontak, makin gue kasar Liam" Ucap Kaiza sambil menarik dagu Liam untuk menatap ke arahnya.

"Gue benci sama lo!" Kaiza menghempas kasar dagu itu dan menutup pintu mobilnya dengan keras, lalu berjalan cepat ke arah pintu kemudi.

Liam berusaha dengan cepat melepas seat beltnya, tangannya yang gemetar karena terburu - buru itu membuatnya kebingungan hanya untuk melepas seat belt.

Ia sudah bersiap - siap untuk membuka hendle pintu padahal seat bealtnya belum terlepas. Sebelum ia mencapai hendle mobil kedua tangannya sudah di tahan oleh Kaiza yang baru masuk ke dalam mobilnya.

Kaiza langsung menjalankan mobil itu keluar dari pekarangan rumah Liam. Liam berusaha menarik - narik tangannya dari genggaman Kaiza, isak tangisnya tak kunjung berhenti malah semakin keras ketika mobil itu berjalan menjauh dari rumahnya.

Kenapa selalu di hadapan Kaiza dia tidak berdaya seperti ini? Kenapa harus di depan Kaiza ia harus menangis lemah seperti ini? Kenapa Kaiza selalu selangkah berada di depannya? Kenapa Kaiza bisa dengan gampangnya melakukan hal semena - mena kepada dirinya?

Kaiza hanya berusaha menulikan telingannya tidak peduli dengan tangisan dramatis itu, jika tidak di paksa akan sampai tahun depan Liam baru menurutinya.

Selama perjalanan hanya isakan tangis yang tak kunjung berhenti itu yang Kaiza dengar, bahkan tangan Liam sudah memerah karena berusaha melepas cengkraman keras Kaiza. Namun semakin lama isakan tangis dan rontahan tangan itu mulai mereda bersamaan dengan munculnya helaan nafas teratur itu.

Kaiza menoleh sejenak melihat Liam yang sudah tertidur lelap, mungkin karena lelah menangis. Tangan Kaiza mulai melepas kedua tangan yang sedari tadi ia genggam itu. Saat di lampu merah, ia melihat ke arah dua tangan Liam yang sedikit memerah karena genggamannya yang terlalu kuat.

Ia mengambil tisu basah yang berada di dashboard, dan mengelapnya ke wajah Liam yang sudah penuh air mata itu. setelahnya ia mengambil tisu kering dan dengan lembut mengelap wajah lembab itu. Ia memandang sejenak wajah damai Liam saat tertidur, lalu kembali menjalankan mobilnya saat lampu sudah hijau.

 Ia memandang sejenak wajah damai Liam saat tertidur, lalu kembali menjalankan mobilnya saat lampu sudah hijau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ADORE YOU 2 [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang