Pengkhianat

1K 158 43
                                    

"Bukankah seharusnya kau memastikan terlebih dahulu..."

"Apakah gadis yang sedang kau jemput itu masih hidup atau tidak?"

Faye terdiam mendengar perkataan Freen. Jauh di dalam lubuk hatinya dia percaya bahwa Becky masih hidup, tapi entah kenapa setelah mendengar pertanyaan dari pemimpin pasukan Kerajaan Bajak Laut itu, dia tiba-tiba merasa ragu.

"Oh iya, Kak. Tiba-tiba aku ingat sesuatu. Dalam pertempuran yang sebelumnya, ada anak buah ku yang tidak sengaja menembak bawahan kesayangan mu,"

"Kalau tidak salah, hmm.. siapa namanya? Ice?"

Rahang Faye seketika mengeras setelah mendengar nama Ice disebut. Dendam yang selama beberapa hari ini dia simpan di bawah relung hatinya seketika mencuat keluar. 

"Bisakah kau memaafkan kesalahan anak buah ku, Kak? Dia benar-benar tidak bermaksud untuk melakukannya. Lagipula salah Ice sendiri, kenapa dia berusaha untuk melompat naik ke atas kapal kami saat itu?"

"Dia seharusnya paham benar bahwa tindakannya itu sangat berbahaya. Apakah kau tidak mengajari para bawahan mu untuk melindungi diri mereka dan tidak bertindak bodoh?"

Freen tersenyum melihat dampak yang dihasilkan oleh ucapannya kepada Sang Kapten. Bisa terlihat dengan jelas betapa marahnya Faye saat ini.  Bulu kuduk Freen bahkan berdiri saat pandangannya bertemu dengan tatapan tajam Sang Kapten itu. Namun Freen berusaha untuk tidak takluk dihadapan lawannya itu.

Gadis itu kemudian menjentikkan jarinya, memberi isyarat kepada anak buahnya yang berada di atas kapal untuk mengambilkan sesuatu. Tidak lama kemudian, seorang anak buahnya datang dan membawakan sebilah pedang dan seperangkat baju dengan bercak darah yang sudah kering.

Freen lalu mengambil benda itu dan melemparkannya dengan kasar ke Black Angel. Dan dengan cepat, Faye menangkap sepasang baju dan pedang itu dengan kedua tangannya.

Faye bisa merasakan ada gemuruh di dalam perutnya saat menyadari bahwa benda yang ada di dalam genggamannya saat ini adalah baju dan pedang milik Ice. Aroma parfum Ice dengan sekilas masih bisa tercium olehnya, bercampur dengan bau anyir darah. 

Tiba-tiba Faye merasa mual dan isi perutnya meronta untuk dikeluarkan. Kepalanya seperti berputar dan telinganya mendengung keras. 

"Hghh!" 

Sang Kapten menutup mulutnya, berusaha menahan muntahan yang hendak keluar. Dengan susah payah Faye berusaha untuk menekan rasa mualnya dan memperbaiki postur tubuhnya. Dia tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan Freen.

"Kau seharusnya merasa sangat bangga pada dia, Kak. Dia mati-matian bertahan sambil memegangi dinding kapal, padahal saat itu kami sedang berada di kecepatan maksimal," ucap Freen sambil melipat tangannya di depan dada.

"Dia bahkan mencoba untuk memanjat dinding kapal. Gigih sekali!"

"Jadi karena merasa kasihan, aku pun membiarkan dia merangkak naik ke atas kapal. Toh orang yang sedang terluka parah seperti nya tidak akan menjadi acaman yang berarti,"

"Sayang sekali kau tidak bisa melihat betapa keren nya dia saat menatap ku dengan tajam sambil mengacungkan pedangnya ke leherku, meminta kami untuk melepaskan gadis kecil itu,"

"Aku kagum sekaligus iri sekali karena kau memiliki bawahan yang sangat setia dan tangguh seperti dia,"

Freen berhenti untuk beberapa saat untuk melihat keadaan Faye yang wajahnya sudah merah padam. 

"Aku juga sebenarnya merasa sangat berat hati, saat harus memadamkan hidup yang penuh dengan keberanian itu," ucap Freen dengan murung.

"Oh! Aku ingat kata-kata terakhirnya. Apa kau mau mendengarnya?"

Black AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang